Program Penguatan Indentitas Nasional Jepang dan Jugun Ianfu

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Program Penguatan Indentitas Nasional Jepang dan Jugun Ianfu-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Program Penguatan Indentitas Nasional Jepang dan Jugun Ianfu Masyarakat dunia internasional nampaknya masih menaruh kekuatiran yang cukup besar terhadap kemungkinan bangkitnya kembali militerisme Jepang. 

Apalagi jika tren global dalam beberapa waktu ke depan, Jepang mulai dilanda keragu-raguan terhadap kemampuan militer dan pertahanan Amerika Serikat dalam mengimbangi kemampuan militer Republik Rakyat Cina di kawasan Asia Pasifik.

Masalahnya kemudian, jika Jepang memutuskan untuk melepaskan diri dari ikatan Perjanjian Keamanan (Security Arrangement) dengan Amerika, maka seketika itu pula Jepang cukup beralasan untuk mengembangkan kembali postur pertahanan nasionalnya, termasuk membangun kembali pasukan dan peralatan militernya baik di angkatan darat, laut dan udara.

Munculnya kembali militerisme Jepang? Bisa jadi. Kesepakatan strategis Cina-Jepang baru-baru ini untuk tidak lagi mempersoalkan pertikaian historis di masa lalu, bagi para penentu kebijakan strategis Amerika tentunya cukup mencemaskan, di tengah kian tajamnya persaingan dengan Cina dalam berebut pengaruh di kawasan Asia Pasifik. Karena bukan tidak mungkin, kedekatannya terhadap Cina pada gilirannya akan dijadikan momentum oleh Jepang untuk memperkuat dirinya secara militer, sekaligus menjadikan dirinya sebagai aktor politik independent yang bebas dari pengaruh Amerika di kawasan Asia Pasifik.

Salah satu indikasi semakin kuatnya ketakutan berbagai kalangan dunia internasional terhadap bangkitnya militerisme Jepang adalah munculnya kembali isu Jugun Ianfu(wanita penghibur).

Sebagaimana ditulis dengan sangat baik oleh Simon Saragih di harian Kompas beberapa waktu yang lalu, Yoshiaki Yoshimi, sejarawan Jepang dari Universitas Chuo di Tokyo, secara kebetulan menemukan sebuah dokumen pada dekade 1980-an yang memperlihatkan sebuah fakta penting bahwa militer Jepang pernah mengeluarkan perintah pengadaan rumah-rumah bordil untuk kepentingan tentara di medan laga.

Dengan memberi sebuah contoh daerah Cina utara yang sempat diduduki Jepang, dokumen tersebut sempat mengungkap fakta mengenai sepak-terjang Kepala Staf Tentara Jepang yang menduduki Cina Utara pada saat Perang Dunia II, yang menghendaki diadakannya rumah-rumah bordil dengan tujuan menghentikan keganasan sexual tentara Jepang yang kerap memperkosa wanita-wanita setempat.

Apapun alasannya, berbagai fakta yang berhasil diungkap para sejarawan dalam studi-studi mengenai perilaku militer Jepang, memang membenarkan bahwa pada akhir Perang Dunia II ada sekitar 200.000 wanita yang dimasukkan ke rumah-rumah bordil untuk melayani tentara Jepang di seluruh negara Asia yang mereka duduki.

Fakta fundamental yang diajukan oleh Yoshimi melalui terungkapnya sebuah dokumen penting, meski ini hanya salah satu di antaranya, tentunya bukan sebuah berita bagus bagi pemerintahan Jepang di bawah kepemimpinan Shinzo Abe yang justru dikenal berhaluan konservatif dan cenderung nasionalistik.

Meski demikian, Shinzo Abe tidak kehilangan argumentasi dalam membantah fakta fundamental yang diajukan Yoshimi.

“Tidak ada pemaksaan atau penculikan atas perempuan Asia yang kemudian jadi Jugun Ianfu. Tidak ada kesaksian yang bisa dipercaya soal pemaksaan itu,” tukas Abe. Bahkan secara provokatif Abe mengatakan bahwa adalah “kondisi ekonomi serta peran para germo” yang memungkinkan terjadinya perbudakan seks.

Tentu saja pernyataan provokatif Abe mengundang reaksi keras publik, tak terkecuali Yoshimi.

“Pemerintah justru menjadi pemrakarsa dan para germo hanya sebagai alat. Fakta itu jangan diputarbalikkan, demikian pernyataan balasan Yoshimi terhadap argumentasi Abe.

Tapi anehnya, seperti dilansir berbagai media massa, meski meragukan kebenaran sejarah Jugun Ianfu, namun Abe sempat meminta maaf secara terbuka dan mengakui soal Jugun Ianfu, dan menjanjikan diadakannya penyelidikan baru soal Jugun Ianfu.

Kenyataan ini menginsyaratkan dua hal penting. Pertama, secara faktual Abe pada dasarnya mengakui bahwa di masa Perang Dunia kedua, Jugun Ianfu memang terbukti ada. Hanya saja, Abe mencoba memberi perspektif yang berbeda terhadap mengapa Jugun Ianfu tersebut bisa terjadi. Itulah sebabnya dia mengajukan tesis bahwa Jugun Ianfu terjadi karena didorong oleh kondisi perekonomian yang buruk.

Satu segi yang coba dikaburkan oleh Abe adalah fakta bahwa keberadaan Jugun Ianfu, biar bagaimanapun juga, sangat dimungkinkan karena berlakunya pemerintahan militerisme-fasisme Jepang di negara-negara yang diduduki Jepang.

Di sinilah dilema Shinzo Abe. Sebagai perdana menteri Jepang yang salah satu prioritas utama programnya adalah memperkuat kembali identitas nasional Jepang, maka program penguatan dan modernisasi personil dan peralatan militer, dengan serta merta akan dicurigai sebagai langkah awal untuk menghidupkan kembali fasisme-militerisme Jepang. Dan denga maraknya kembali isu Jugun Ianfu sebagai praktek perbudakan seks di masa fasisme Jepang pada Perang Dunia Kedua, maka program penguatan dan revitalisasi identitas nasional Jepang dalam tahun-tahun mendatang nampaknya akan mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk di Jepang sendiri.

Apalagi sejak 1993, pemerintah Jepang semasa Perdana Menteri Tomiichi Maruyama, sempat mengeluarkan pernyataan Kono yang menyebutkan, “memohon maaf yang amat dalam dan menyesali kejadian tersebut.” Artinya, secara eksplisit Pemerintahan Jepang ketika itu mengakui keterlibatan langsung tentara Jepang ihwal perbudakan seks tersebut.

Ini sekaligus membuktikan, bahwa konstalasi politik dalam negeri Jepang itu sendiri masih terbelah dalam dua faksi. Bagi kelompok nasionalis konservatif seperti Shinzo Abe, meskipun mengakui sampai batas tertentu citra buruk Jepang gara-gara Jugun Ianfu di masa silam, namun tetap menggarisbawahi pentingnya program penguatan identitas nasional Jepang, termasuk kemungkinan membangun kembali angkatan perangnya untuk menunjang peran baru negaranya sebagai kekuatan independen di kawasan Asia Pasifik yang bebas dari pengaruh Amerika maupun Cina.

Faksi lain yang cenderung lebih liberal, nampaknya masih menganggap persekutuan politik dan militer dengan Amerika sebagai agenda utama, dan karenanya cenderung mengabaikan berbagai program yang ditujukan untuk memperkuat kembali semangat dan sentimen nasional bangsa Jepang, apalagi kemungkinan menghidupkan kembali angkatan bersenjatanya.

Namun fakta politik saat ini, yang menguasai arah kebijakan politik luar negeri adalah Shinzo Abe yang berpandangan nasionalistik dan mendambakan kemunculan kembali Jepang sebagai negara-bangsa yang kuat tidak saja secara ekonomi tapi juga politik, kebudayaan dan pertahanan.

Karena itu, maraknya kembali isu Jugun Ianfu semasa fasisme militer Jepang pada Perang Dunia II, nampaknya harus dinetralisasi dan ditangkal oleh Abe secara persuasive dan penuh kearifan. Sehingga Abe bisa membuktikan dan meyakinkan publik bahwa program penguatan identitas nasional Jepang tidak secara otomatis akan menghidupkan kembali fasisme Jepang ala Perang Dunia II, sehingga memberi ruang terjadinya kembali praktek perbudakan seks ala Jugun Ianfu.

Kalau tidak, maka jangan salahkan berbagai kalangan yang mencemaskan kembalinya fasisme militer Jepang. Sekaligus membenarkan dugaan kuat berbagai kalangan bahwa Jugun Ianfu memang produk langsung dari skema Fasisme militer Jepang.

di Tulis Oleh: Editor theglobal-review Rusman


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News theglobal-review]

Siap-Siap, Pemerintah Bakal Atur Teknis Pembelian Pertalite dan Solar Subsidi

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Siap-Siap, Pemerintah Bakal Atur Teknis Pembelian Pertalite dan Solar Subsidi-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Siap-Siap, Pemerintah Bakal Atur Teknis Pembelian Pertalite dan Solar Subsidi Pemerintah Indonesia tengah merumuskan aturan teknis pembelian bahan bakar minyak bersubsidi jenis Pertalite dan Solar agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengatakan, regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.

"Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis solar karena solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan solar non-subsidi," ujarnya dikutip dari Antara, Senin (30/5).

Saat ini, harga solar bersubsidi hanya dijual Rp5.100 per liter, sedangkan harga solar non-subsidi sudah mencapai hampir Rp13.000 per liter.

Djoko mengungkapkan, perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung terkhusus gasoline, sehingga harga Pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter.

Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga Pertalite yang membuat selisih harga BBM jenis penugasan ini juga serupa antara Solar dan Bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli Pertamax ke Pertalite.

Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina semakin berat karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian.

"Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru tersebut," kata Djoko.

Solar Jadi Prioritas

Dia menyampaikan bahwa Solar adalah prioritas pertama yang akan pemerintah atur karena BBM jenis ini digunakan tidak hanya oleh kendaraan bermotor, tetapi industri-industri pertambangan dan perkebunan, hingga kapal-kapal besar. Adapun Pertalite hanya terjadi pergeseran konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan bahwa parlemen telah bertemu dengan PT Pertamina (Persero) dan BPH Migas membicarakan terkait aturan pembelian BBM bersubsidi.

Dalam pertemuan itu, ungkap Mulyanto, Pertamina mengharapkan agar aturan pembelian bisa ditata supaya penyaluran BBM subsidi dan penugasan bisa lebih tepat sasaran.

"Ketika harga Solar yang tidak disubsidi semakin meningkat, artinya disparitas semakin tinggi, ini semakin rawan, sehingga solar harus diatur. Kemudian ketika menyusul Pertamax ikut naik terjadi hal yang serupa ada gap yang tinggi antara Pertalite dan Pertamax," ujar politisi PKS tersebut.

Pemerintah kini tengah merumuskan konsumen yang berhak menerima BBM bersubsidi. Sekarang secara umum yang berhak menerima BBM bersubsidi adalah usaha kecil, usaha mikro, petani kecil lahannya di bawah dua hektare, kendaraan umum.

Dalam berbagai forum, lanjut Mulyanto, ia cenderung mengusulkan agar pemerintah memperketat pembelian Pertalite, di mana mobil mewah maupun mobil dinas tidak diperbolehkan menggunakan Pertalite termasuk juga Solar.

"Kami arahkan agar pembelian lebih tepat sasaran kepada yang membutuhkan. Jadi, itu urgensinya," pungkas Mulyanto.

di Tulis Oleh: idr


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News Merdeka]

Apa itu Rantai Komunitas KuCoin (KCC)? Pesaing Berbiaya Rendah untuk Ethereum

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Apa itu Rantai Komunitas KuCoin (KCC)? Pesaing Berbiaya Rendah untuk Ethereum-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Apa itu Rantai Komunitas KuCoin (KCC)? Pesaing Berbiaya Rendah untuk Ethereum Rantai Komunitas KuCoin, atau Rantai KCC, adalah blockchain publik yang dikembangkan oleh komunitas KuCoin.

Terlepas dari namanya, platform ini tidak secara resmi terkait dengan pertukaran KuCoin, juga tidak dibangun oleh anggota tim intinya. Sebagian besar pengembang di belakang platform tidak bersifat publik.

KCC Chain dibangun dengan satu tujuan: “Untuk mempercepat aliran nilai di seluruh dunia tanpa batas.” Platform ini mencoba untuk mengurangi gesekan di ruang crypto dan membedakan dirinya dari blockchain layer-1 lainnya dengan kecepatan tinggi, biaya rendah, dan kompatibilitas langsung dengan kontrak pintar Ethereum dan ERC-20.

Sebagai platform berkinerja tinggi, KCC Chain menawarkan throughput yang lebih tinggi dan biaya transaksi yang lebih rendah daripada Ethereum dan banyak blockchain lainnya, tetapi tidak dapat disangkal lebih terpusat, karena saat ini hanya ada selusin node yang terlibat dalam menjaga integritasnya.

Platform ini mencoba untuk mengurangi hal ini melalui penggunaan DAO komunitas, yang dikenal sebagai “GoDAO”. Ini memungkinkan pemegang token KuCoin Shares (KCS) untuk berpartisipasi dalam tata kelola on-chain, membantu membentuk pengembangan ekosistem KCC dengan meningkatkan dan memberikan suara pada proposal tata kelola.

Rantai Komunitas KuCoin tidak biasa di antara blockchain karena alih-alih membuat token gas yang sama sekali baru, pengembang memilih untuk memasukkan token KCS yang sudah ada sebelumnya. Akibatnya, pengguna harus mengeluarkan KCS saat mengirimkan transaksi di blockchain.

Bagaimana Cara kerjanya?

KCC Chain adalah cabang dari Ethereum. Ini berarti sebagian besar arsitekturnya tetap sama, yang memastikan Ethereum DApps dapat dengan mudah digunakan dan/atau bermigrasi ke KCC Chain jika diinginkan. Demikian juga, ini berarti banyak dompet Web3 populer akan bekerja dengan platform, termasuk MetaMask.

Platform mempertahankan konsensus menggunakan sistem yang dikenal sebagai “Proof-of-Staked-Outhority atau PoSA.” Ini adalah versi Proof-of-Stake yang dimodifikasi yang mengharuskan pemegang node (dikenal sebagai validator) untuk mempertaruhkan identitas mereka daripada sejumlah token KCS tertentu untuk berpartisipasi dalam produksi blok dan proses verifikasi. Mekanisme konsensus yang sama digunakan oleh Rantai BNB.

Validator ini menerima biaya transaksi yang terkandung di setiap blok sebagai imbalan atas partisipasi jujur mereka dalam konsensus jaringan. Dalam pembaruan selanjutnya, KCC Chain akan memperkenalkan staking , yang akan memungkinkan pemegang non-node untuk mempertaruhkan token KCS mereka untuk mendapatkan sebagian kecil dari pendapatan biaya transaksi jaringan - mirip dengan blockchain Delegated-Proof-of-Stake.

Karena aktivitasnya yang relatif rendah, sebagian besar blok tetap kosong, yang berarti platform menghasilkan pendapatan biaya transaksi yang sangat sedikit. Menurut data dari penjelajah blok KCC Chain resmi, pendapatan biaya transaksi harian umumnya berkisar antara $150-$300/hari, untuk dibagikan di antara node yang berpartisipasi.

Pada saat penulisan, KCC Chain memiliki total 12 node yang beroperasi, salah satunya tidak aktif selama lebih dari sebulan. Platform ini diharapkan dapat mendukung hingga 29 node validator. Validator baru hanya dapat dipilih oleh validator yang ada.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Apa itu Rantai Komunitas KuCoin (KCC)? Pesaing Berbiaya Rendah untuk Ethereum-"
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang mekanisme konsensus yang berbeda, lihat panduan kami - di sini ! Mengingat bahwa KCC Chain adalah blockchain independen, ia juga memiliki token gas asli sendiri, yang dikenal sebagai KuCoin Shares (KCS) . KCS awalnya diluncurkan sebagai token ERC-20 di blockchain Ethereum tetapi sebagian bermigrasi ke KCC Chain ketika mainnetnya diluncurkan pada Juni 2021.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang KCS dan utilitas lainnya, lihat whitepaper KCS yang baru saja diperbarui . Token KCS sekarang digunakan untuk membayar operasi kontak pintar dan transaksi reguler di blockchain KCC.

Aset dapat dipindahkan ke/dari Rantai KCC melalui penggunaan Jembatan KCC. Ini saat ini mendukung transfer antara Rantai Komunitas KuCoin dan Ethereum, Rantai BNB, Polygon, Fantom, dan Longsor.

Apa yang Membuat Rantai KCC Unik?

Rantai KCC menghadapi persaingan yang kuat dari blockchain terkait pertukaran lainnya yang saat ini lebih sukses, termasuk Rantai BNB Binance, Rantai OKC OKEX, dan Rantai Cronos Crypto.com.

Untuk membantunya berhasil dalam lanskap layer-1 yang semakin kompetitif, KCC Chain menyertakan sejumlah fitur yang membedakan.

Dikelola Oleh Komunitas

Tidak seperti banyak blockchain terkait pertukaran lainnya, Rantai Komunitas KuCoin tidak dimiliki dan dioperasikan oleh pertukaran terpusat. Sebaliknya, itu sedang dibangun oleh anggota komunitas KuCoin. Karena itu, ia mengklaim lebih terdesentralisasi daripada banyak pesaingnya, karena ia bebas berevolusi sesuai keinginan komunitas - bukan sebagai tanggapan terhadap peraturan atau kehendak penciptanya.

Kompatibilitas EVM

Sebagai cabang dari Go Ethereum, KCC Chain berbagi banyak fiturnya, bisa dibilang yang paling penting adalah kompatibilitasnya dengan Ethereum Virtual Machine (EVM) . Ini memungkinkan pengembang untuk menyebarkan kode Ethereum mereka secara langsung di KCC Chain dengan sedikit atau tanpa modifikasi yang diperlukan. KCC Chain berharap bahwa biaya rendah dan throughputnya yang tinggi akan cukup untuk menarik pengembang dan proyek dari rantai Ethereum (dan EVM lainnya) ke platformnya.

Throughput Tinggi

KCC Chain memiliki waktu blok hanya 3 detik (sama dengan BNB Chain). Karena itu, transaksi rata-rata biasanya akan mencapai finalitas dalam waktu 3 detik. Ini membuatnya sekitar empat kali lebih cepat dari Ethereum, yang saat ini memiliki waktu blok ~13 detik.

Sementara pengembang belum memberikan statistik resmi tentang throughputnya, masuk akal untuk mengasumsikan bahwa itu adalah sekitar 100-300 transaksi per detik (TPS) - yang mirip dengan BNB Chain.

Biaya Transaksi Rendah

KCC Chain saat ini adalah salah satu blockchain termurah dengan biaya transaksi rata-rata.

Karena platform ini relatif tidak aktif, biaya transaksi rata-rata saat ini berkisar di sekitar $0,01. Namun, ini dapat diharapkan meningkat jika persaingan untuk ruang blok tumbuh - misalnya jika ekosistem DApp KCC Chain berkembang dan/atau jika basis penggunanya tumbuh.

Sebagai perbandingan, rata-rata biaya transaksi Ethereum adalah sekitar $1,5 sedangkan biaya rata-rata di Solana adalah 0,000005 SOL (setara dengan < $0,001).

Apakah Rantai Komunitas KuCoin Memiliki DApps?

Meskipun meluncurkan mainnetnya pada Juni 2021, Rantai Komunitas KuCoin sejauh ini melihat penyerapan yang relatif sedikit di antara pengembang, dan hanya segelintir aplikasi yang saat ini aktif di platform.

Tiga yang paling populer dalam hal total nilai terkunci (TVL) adalah:
  • MojitoSwap : Pembuat pasar otomatis yang berjalan secara eksklusif di KCC. Platform ini memungkinkan pengguna untuk memperdagangkan aset digital dan menyediakan likuiditas untuk mendapatkan hasil dalam bentuk biaya perdagangan. Seperti kebanyakan AMM, AMM juga menampilkan berbagai ladang hasil, di mana pengguna dapat mempertaruhkan token LP MojitoSwap mereka untuk mendapatkan hadiah tambahan. 
  • KuSwap : Bisa dibilang seluruh ekosistem DeFi ke dalam dirinya sendiri, KuSwap mirip dengan MojitoSwap karena mencakup fungsi AMM dan pertanian hasil. Tetapi ini diperluas dengan fitur tambahan seperti pasar NFT, game pertempuran perdagangan NFT, lotere, dan sistem vault. Ini juga memiliki inkubator dan landasan peluncuran IGO + IDO sendiri, yang telah menyelenggarakan 4 proyek pada saat penulisan, mengumpulkan total $ 1,16 juta. 
  • KillSwitch : Sebuah agregator hasil DeFi, KillSwitch memungkinkan pengguna untuk memaksimalkan hasil yang mereka peroleh dari aset berbasis Rantai KCC mereka melalui penggunaan berbagai alat khusus. Beberapa fitur tambahannya termasuk alat take profit dan stop-loss otomatis, opsi posisi mati, dan alat boost - semuanya dirancang untuk meningkatkan hasil dan meminimalkan kerugian.
Pada tahun lalu, platform telah melihat nilai total terkunci (TVL) dalam protokol DeFi membengkak dari $0 menjadi lebih dari $76 juta pada puncaknya. Sebagian besar TVL ini terkait dengan MojitoSwap, yang memiliki dominasi mengesankan lebih dari 86%. DApps lain di KCC Chain saat ini memiliki TVL di bawah $1 juta.

Secara keseluruhan, lebih dari dua lusin DApps beroperasi di KCC Chain, tetapi sebagian besar memiliki pengguna yang sangat sedikit dan utilitas terbatas.

Untuk membantu memperluas ekosistemnya dan membangun lanskap DApp-nya, KuCoin Community Chain baru-baru ini mengumumkan program akselerator ekosistem senilai $50 juta.

“Sebagai bagian penting dari ekosistem bisnis terdesentralisasi KuCoin, KCC akan memasuki fase pengembangan eksplosif pada tahun 2022. Oleh karena itu, kami ingin membangun ekosistem KCC secara efisien dan cepat melalui serangkaian rencana insentif ekosistem. Pada saat yang sama, kami akan terus mengeksplorasi proyek on-chain berkualitas tinggi dan permata tersembunyi untuk penggemar KCS dan pengguna KuCoin sambil meningkatkan ekosistem,” kata Leandre Niu, Kepala KCC, dalam siaran persnya.

Masih belum jelas apakah program tersebut telah berhasil. Rantai KCC tetap relatif terbelakang dibandingkan dengan rantai EVM yang bersaing.

di Tulis Oleh: Daniel Phillips


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Diskriminasi Tenaga Kerja dan Hijabophobia

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Diskriminasi Tenaga Kerja dan Hijabophobia-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Diskriminasi Tenaga Kerja dan Hijabophobia Viralnya ujaran diskriminatif pada wanita berhijab baru-baru ini di kalangan akademisi menunjukkan bahwa hijabophobia masih menjadi ancaman bagi demokrasi kita.

Hijabophobia muncul murni karena ketidaksukaan yang tidak berdasar dan tanpa alasan pada hijab dan simbol keagamaan lainnya. Paradigma yang berkembang menempatkan hijab sebagai hambatan dalam kebebasan sosial, ekonomi, dan ideologis bagi seorang wanita muslimah. Stereotip negatif inilah yang harus diluruskan.

Lebih dari sekadar perintah agama, hijab merupakan preferensi wanita muslimah untuk mengaktualisasikan diri sebagai wanita yang merdeka dan memiliki hak asasi yang sama. Kini, bukan sekadar simbol agama, hijab sudah menjadi konstruksi sosial yang merepresentasikan sisi politik, ekonomi, spiritual, visual, spasial, dan etika, tergantung pada konteks di mana ia dikenakan, maka tak heran hijab sering dipolitisasi demi kepentingan tertentu.

Sikap diskriminatif dan bias terhadap muslim semakin terlihat jelas dalam berbagai aspek, termasuk di dunia kerja. Studi yang dilakukan Carnegie Mellon mengungkapkan bahwa calon pekerja muslim mengalami lebih banyak diskriminasi daripada calon pekerja lainnya selama proses perekrutan. Untuk kandidat pekerjaan muslim, probabilitas untuk dipanggil wawancara 13% lebih rendah dibandingkan dengan kandidat lainnya.

Hasil jajak pendapat media sosial yang dilakukan World Hijab Day juga menunjukkan bahwa 71 persen wanita muslimah mengalami diskriminasi karena alasan memakai hijab. Menariknya, di tengah maraknya diskriminasi, keberadaan wanita berhijab masih sangat dihargai di tengah komunitas multikultur, tanpa penindasan atau pemaksaan secara fisik. Namun, stereotip negatif masih melekat kuat pada muslimah yang berhijab, sehingga mereka sering dianggap tidak cakap dalam bekerja dan tidak memiliki kapasitas seperti wanita pada umunya jika mereka berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama. Jika seorang wanita memutuskan untuk melepas hijab, tiba-tiba mereka dianggap sangat modern, cerdas, dan beradab.

Wanita muslimah memiliki risiko diskriminasi tiga kali lipat hingga empat kali lipat lebih besar dibanding wanita yang tidak menggunakan simbol keagamaan apapun. Banyak studi empiris menyimpulkan bahwa wanita yang mengenakan hijab dirugikan baik dalam proses kerja dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak mengenakan hijab. Bahkan, satu studi menemukan bahwa kandidat dengan nama yang terdengar seperti bahasa Inggris tiga kali lebih mungkin untuk diwawancarai daripada kandidat dengan nama yang terdengar seperti muslim.

Fenomena ini merupakan bentuk diskriminasi yang dialami pekerja muslimah berhijab. Ketika perusahaan menerapkan larangan penggunaan hijab, perusahaan tersebut dapat dikategorikan melakukan diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan agama. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjamin setiap pekerja mempunyai kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dengan alasan apapun.

Larangan memakai hijab di tempat kerja belum banyak mendapat perhatian masyarakat Indonesia. Ketika dihadapkan pada pilihan antara menunaikan kewajiban agama secara penuh atau untuk mendapatkan kesempatan atau perlakuan yang layak atas pekerjaan yang diinginkan, kebanyakan dari mereka akan memilih untuk memprioritaskan pekerjaan yang mereka inginkan karena mereka ingin menghasilkan uang untuk hidup mereka.

Hal-hal seperti ini dalam praktiknya akan sulit. Ketika seseorang diposisikan dalam kondisi untuk memilih antara memilih pekerjaan atau menjalankan agamanya dengan sempurna, mereka mungkin memilih pekerjaan daripada agamanya karena sangat membutuhkan penghasilan agar tidak menjadi menganggur.

Perusahaan terkadang tidak mengizinkan karyawannya mengenakan hijab dengan alasan melanggar kebijakan aturan penampilan di lingkungan kerja. Pimpinan perusahaan berdalih, larangan memakai hijab diberlakukan agar tidak menonjolkan agama tertentu. Terlalu banyak definisi dan interpretasi tentang hijab yang membuat para pengusaha khawatir membiarkan hijab di tempat kerja. Di samping itu semua, tenaga kerja Indonesia harus mendapat perlindungan penuh, karena mereka merupakan instrumen penting bagi pembangunan.

Mengakhiri Diskriminasi

Untuk menghapuskan diskriminasi, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, yang diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang No. 21 Tahun 1999. Dengan demikian, karena Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO, ratifikasi ini seharusnya mendukung kebijakan pelarangan perempuan berhijab termasuk dalam kategori diskriminasi kerja.

Hal ini menuntut kita untuk melindungi eksistensi wanita berhijab dengan berbagai upaya. Pertama, mendukung tren fashion hijab yang bisa menjadi wadah promosi meredam stereotipe negatif tentang hijab. Dukungan konsisten pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat mode hijab global baru bisa menghambat berkembangnya paham hijabophobia.

Kedua, pemberdayaan ekonomi dan memperluas akses finansial bagi wanita muslimah perlu ditingkatkan. Kemampanan dan kemandirian ekonomi muslimah akan mematahkan stigma negatif yang menganggap wanita berhijab tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas. Kemandirian ekonomi tidak akan membuat mereka rendah diri dan tetap percaya diri dengan identitas muslimah.

Ketiga, peningkatan literasi tentang diskriminasi keagamaan penting untuk mengakhiri Islamofobia dan hijabophobia. Sebagian besar sentimen anti-hijab berasal dari misinformasi dan kesalahpahaman publik tentang agama. Sejalan dengan itu, penguatan perlindungan hukum perlu diperkuat agar seluruh masyarakat merasa aman menjalankan ajaran agama di manapun tanpa terbebani perlakuan diskriminatif.

Keempat, jika menggunakan hijab dianggap berbahaya untuk pekerjaan tertentu, maka perlu mendorong perkembangan industri fashion hijab untuk melakukan diversifikasi model dan disain hijab yang ramah bagi semua jenis pekerjaan, sehingga bisa digunakan dalam keadaan apapun dan memperlebar ruang gerak publik bagi mereka yang berhijab.

Mengakhiri hijabophobia akan menciptakan rasa aman bagi wanita muslimah berhijab agar mereka tidak malu dengan identitas Islam mereka. Kita tidak bisa membiarkan wanita muslimah kehilangan harapan menggapai cita-cita mereka hanya karena hijab. Ini akan memberi mereka merasa dihargai di ruang publik sehingga mereka dapat beribadah dengan leluasa dan tetap berkarya untuk bangsa.

Irvan Maulana Anggota Masyarakat Ekonomi Syariah DKI Jakarta, Alumni Awardee LPDP


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News detik]

Epidemiologi, Ekonomi, dan Persepsi Publik, Tiga Jenis Data yang Menjelaskan Tarik Ulur Penerapan PSBB

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Epidemiologi, Ekonomi, dan Persepsi Publik, Tiga Jenis Data yang Menjelaskan Tarik Ulur Penerapan PSBB-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Epidemiologi, Ekonomi, dan Persepsi Publik, Tiga Jenis Data yang Menjelaskan Tarik Ulur Penerapan PSBB Pentingnya data bagi perumusan kebijakan publik sudah tidak perlu diperdebatkan.

Namun, pertanyaannya adalah: data apa yang sebaiknya digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan, dan kapan data tersebut bisa dianggap valid untuk memengaruhi arah kebijakan publik?

Setidaknya ada tiga jenis data yang digunakan oleh pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang memengaruhi penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yaitu data epidemiologi, data ekonomi, dan data persepsi publik.

Data epidemiologi cenderung mendorong penerapan atau pengetatan PSBB. Data ekonomi mengarah pada pelonggaran PSBB. Sementara, data survei persepsi publik memberi petunjuk bagi pengambil kebijakan untuk menjembatani gap antara data epidemiologi dan data ekonomi dengan melihat preferensi masyarakat.

Data Epidemiologi

Data epidemiologi adalah data yang berkaitan dengan jumlah kasus, penyebaran, maupun risiko virus terhadap situasi kesehatan masyarakat.

Data epidemiologi yang didapat pemerintah di antaranya terkait kronologi penyebaran virus. Ini mulai dari ditemukannya virus korona di Wuhan, Cina, pada Desember 2019, yang kemudian menyebar luas dengan cepat.

Hingga awal Februari 2020, virus ini telah menjangkau hingga lebih dari 16 negara.

Data epidemiologi berikutnya terkait dengan jumlah kasus.

Berdasarkan sebuah studi, virus ini diperkirakan telah masuk ke Indonesia pada bulan Februari. Namun, kasus pertama baru diumumkan pada 2 Maret 2020.

Selama Januari hingga Maret, data jumlah kasus positif yang didapat dan dikelola oleh pemerintah pusat belum bisa menjadi dorongan kuat bagi pemerintah sendiri untuk menerapkan pembatasan sosial.

Selain karena jumlah kasus yang dianggap masih sedikit, pemerintah juga berusaha mencegah kepanikan dan menghindari dampak sosial ekonomi yang cukup serius bila menerapkan pembatasan sosial secara terburu-buru.

Pendekatan terpusat dalam mengelola data epidemiologi dan keengganan pemerintah pusat menerapkan pembatasan sosial kala itu, banyak dikritik oleh masyarakat sipil. Sejak pertengahan Maret, lima kepala daerah mulai berinisiatif menerapkan berbagai versi pembatasan sosial di daerah masing-masing.

Di tengah kencangnya tekanan publik, pemerintah pusat akhirnya menyetujui penerapan kerangka kebijakan PSBB pada akhir Maret. DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan PSBB, terhitung sejak awal April 2020.

Seiring dengan penerapan PSBB di Jakarta, data epidemiologi yang sebelumnya dikelola secara terpusat mulai didesentralisasi dan dikelola secara lebih komprehensif, yaitu dengan mengelompokkan kategori pasien atau terduga pasien COVID-19.

Melalui Keputusan Menteri Kesehatan, data epidemiologi pasien COVID-19 dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Dalam Pemantauan (ODP), Orang Tanpa Gejala (OTG), dan Kasus Konfirmasi.

Data Ekonomi

Kerumitan pengelolaan data epidemiologi membuka ruang bagi penggunaan data dari perspektif lain untuk menentukan arah kebijakan PSBB. Data ekonomi kemudian menjadi salah satu alternatif.

Berbeda dengan data epidemiologi yang mewakili situasi kesehatan masyarakat, data ekonomi menggambarkan bagaimana penerapan PSSB memengaruhi kondisi perekonomian masyarakat.

Beberapa contohnya adalah data pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal pertama 2020 yang berada di titik terendah dalam 19 tahun terakhir, pernyataan kepala Kamar Dagang Indonesia (KADIN) bahwa enam juta pekerja telah dirumahkan hingga awal Juni, dan pernyataan Gubernur DKI Jakarta yang mengklaim pendapatan daerahnya turun 45% selama PSBB.

Berawal dari data ekonomi tersebut, narasi new normal (normal baru) mulai dicanangkan oleh pemerintah.

Kombinasi data-data perekonomian dengan wacana new normal berujung pada pelonggaran PSBB, yang ditandai dengan penerapan PSBB Transisi di DKI Jakarta pada tanggal 5 Juli 2020.

Namun, masyarakat sipil menyayangkan keputusan ini.

Alih-alih berdamai dan hidup berdampingan dengan virus dalam kerangka new normal, masyarakat sipil bersikukuh menyerukan perang melawan COVID-19, mendorong pemerintah meningkatkan kualitas data epidemiologi, dan merumuskan kebijakan berdasarkan data tersebut.

Meskipun demikian, pelonggaran PSBB mengindikasikan bahwa data-data dari sudut pandang ekonomi telah menggantikan posisi data epidemiologi dalam menentukan arah kebijakan PSBB.

Data Persepsi Publik

Setelah pelonggaran pada bulan Juli 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat kembali memperketat pembatasan sosial melalui PSBB kedua pada tanggal 14 September 2020.

Keputusan ini dilandasi oleh kemunculan data epidemiologi baru, yaitu kapasitas tempat tidur terpakai atau Bed Occupancy Rate (BOR) yang meningkat akibat bertambahnya jumlah pasien positif COVID-19.

Data ini sukses mengembalikan kerangka epidemiologi ke tengah diskusi mengenai PSBB dan menggeser dominasi data ekonomi di periode sebelumnya.

Data BOR tersebut secara tidak langsung juga membuat publik memahami dampak pelonggaran PSBB terhadap layanan kesehatan yang mungkin akan runtuh jika penyebaran virus tidak dikendalikan secara serius.

Selain data BOR, arah kebijakan PSBB juga ditopang oleh data persepsi publik.

Pada awal September 2020, sebuah survei persepsi publik menunjukkan menurunnya dukungan masyarakat terhadap rencana pemerintah untuk memperketat PSBB dari 50% di bulan Mei menjadi hanya 39%.

Sejalan dengan penurunan tersebut, dukungan publik bagi pelonggaran PSBB menguat dari 43% di bulan Mei menjadi 55% di bulan September.

Survei lain pun menunjukkan preferensi publik yang serupa.

Tidak seperti data epidemiologi dan data ekonomi, data-data survei ini dianggap mewakili persepsi masyarakat mengenai tarik ulur pengetatan dan pelonggaran PSBB.

Barangkali bukan kebetulan belaka bila PSBB di Jakarta kemudian dilonggarkan kembali pada pertengahan Oktober 2020. Status ini tidak berubah lagi hingga kerangka kebijakan PSBB diganti dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di awal tahun 2021.

Data dan kebijakan publik Telaah hubungan antara keragaman data dengan arah kebijakan setidaknya memberikan empat pelajaran penting yang saling berhubungan.

Pertama, kerumitan persoalan publik kontemporer menuntut solusi inklusif yang melibatkan berbagai sudut pandang.

Kedua, sadar atau tidak, menggunakan data dari satu perspektif berarti mengabaikan atau mengesampingkan data dari sudut pandang yang lain.

Ketiga, dominasi sebuah data dalam memengaruhi orientasi kebijakan tidak bersifat permanen karena data yang dominan di satu waktu dapat digantikan oleh data lain pada waktu yang berbeda.

Terakhir, setiap jenis data selalu memiliki kecenderungan tertentu dalam menentukan arah kebijakan publik.

Hubungan antara data dan kebijakan ini perlu dipahami dengan sungguh-sungguh oleh para pengambil kebijakan. Sensitivitas dan keterbukaan dalam memilih, membandingkan, termasuk menimbang pertentangan arah dan orientasi kebijakan dari setiap data yang digunakan untuk merumuskan kebijakan, menjadi suatu keharusan di tengah karakter isu publik yang semakin kompleks dan multidimensional.

di Tulis Oleh: Muhammad Djindan, Dosen, Universitas Gadjah Mada


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News The Conversation]

Kerja sama Keamanan Maritim ASEAN-SCO Sangat Strategis Secara Geopolitik

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kerja sama Keamanan Maritim ASEAN-SCO Sangat Strategis Secara Geopolitik-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Kerja sama Keamanan Maritim ASEAN-SCO Sangat Strategis Secara Geopolitik Di tengah semakin agresifnya Amerika Serikat dan Inggris untuk menyeret negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) ke dalam kutub AS-NATO, aliansi strategis yang dimotori oleh Cina dan Rusia melalui payung Shanghai Cooperation Organization (SCO) kiranya kiranya layak dipertimbangkan sebagai kekuatan alternatif maupun sebagai strategi perimbangan kekuatan menghadapi AS-Inggris-NATO yang ingin tetap memaksakan pendekatan Unipolar atau pengkutuban tunggal.

SCO Kekuatan Regional Baru Berlingkup Eropa-Asia

Maka itu, SCO yang dimotori Cina dan Rusia, sangat layak diperluas lingkup kerjasamanya bukan saja dengan negara-negara Asia Tengah melainkan juga dengan negara-negara di Asia Tenggara, utamanya ASEAN. Dengan begitu, aliansi strategis ASEAN-SCO sangat efektif sebagai strategi perimbangan untuk menghadapi hegemoni global AS dan NATO.

SCO bermula pada 15 Juni 2001 ketika kepala negara Cina, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Uzbekistan bertemu di Shanghai, menandatangani deklarasi kerjasama yang kelak kita kenal sebagai SCO. Kerjasama berskema SCO tersebut selain merupakan tonggak kerjasama antar kawasan yaitu Eropa dan Asia, pun juga merupakan tonggak kerjasama internasional antarnegara pada abad 21.

Terbentuknya SCO sebagai kerjasama regional antara Cina-Rusia dan negara-negara dari Asia Tengah tersebut, menandai babakan baru kerjasama regional antara negara-negara Asia maupun Eropa.

Maka itu sangat masuk akal dan cukup beralasan ketika saat ini SCO dipandang oleh dunia internasional sebagai kekuatan baru yang penting dan konstruktif di kawasan Eropa dan Asia maupun di berbagai fora internasional.

Pada fase konsolidasinya antara 2001-2004, SCO mulai meluncurkan apa yang disebut the Shanghai Spirit yang menjadi landasan moral yang mengikat soliditias negara-negara anggota SCO seperti: Saling percaya satu sama lain (mutual trust), saling menguntungkan (mutual benefit), kesetaraan (eguality), mengedepankan musyawarah untuk mencapai konsensus (consultation), menghargai keanekaragaman budaya (respect for cultural diversity), serta mengupayakan kerjasama pembangunan.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kerja sama Keamanan Maritim ASEAN-SCO Sangat Strategis Secara Geopolitik-"
In the absence of clear guidance about how maritime cooperation is to be operationalised, navies engage in short-term arm’s length collaboration (Adam K Thomas/US Navy/Flickr)

SCO juga menyepakati apa yang kemudian dikenal sebagai Shanghai Charter atau Piagam Shanghai untuk memerangi terorisme, separatisme dan ekstrimisme. Serta menyepakati kerjasama perdagangan secara multilateral.

Pada 2007 kerjasama SCO semakin mantap dengan adanya dokumen hukum yang mengekspresikan cita-cita dan tekad mewujudkan persahabatan dan perdamaian abadi antar negara anggotanya, sekaligus penegasan status setara antar negara-negara anggota SCO, serta konsensus untuk menjalin kerjasama di berbagai bidang.

Adapun landasan hukum bagi terbangunnya kerjasama keamanan antarnegara anggota SCO semakin terkonsolidasi dengan dikeluarkannya konvensi untuk memerangi terorisme pada 2009, dan memerangi ekstremisme pada 2017. Bahkan sebelumnya pada 2014, SCO sebagai kerjasama regional semakin menguat dan solid melalui ikatan yang disebut Intergovernmental Agreement on International Road Facilitation.

Dengan demikian, kerjasama regional antar anggota SCO semakin solid dan kuat. Misalnya dengan diselenggarakannnya latihan militer bersama di bawah naungan Peace Mission Joint anti-Terrorism Military Exercise.

Bukan itu saja. Dalam Astana Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi di Kazakhstan pada 2017, telah menetapkan deadline penarikan mundur pasukan AS dari kawasan Asia Tengah. Yang secara tersirat termasuk penarikan mundur pasukan AS dari Afghanistan.

Prospek SCO sebagai kerjasama regional berlingkup Eropa dan Asia itu semakin nyata dengan diterimanya Mongolia sebagai peninjau (observer) pada 2004. Pada 2017 SCO beranggotakan enam negara, enam negara peninjau, dan enam negara mitra dialog. Menariknya lagi, Pakistan dan India dari Asia Selatan diterima sebagai anggota penuh SCO dalam KTT Astana pada 2017.

Maka dengan tak ayal, SCO telah berkembang sebagai kekuatan regional yang semakin berpengaruh dan ambisius. Apalagi dengan semakin meningkatnya jumlah anggota dengan bergabungnya India dan Pakistan, SCO bakal menjadi lembaga regional terbesar di dunia, yang mencakup 60 persen dari kawasan Eropa-Asia, dengan jumlah penduduk 3,2 miliar jiwa.

Sehingga kerjasama yang terbangun tidak saja dengan negara-negara anggota SCO, melainkan juga dengan negara-negara mitra dialog maupun negara-negara peninjau. Seraya semakin intens menjalin komunikasi baik dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun organisasi-organisasi internasional lainnya. Dalam kerangka untuk membangun jaringan multi-dimensi.

Dengan ditetapkannya Blueprint Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan diharapkan akan mewujudkan kelancaran arus transportasi barang, modal, jasa dan teknologi pada 2035 mendatang atas dasar the Shangai Spirit.

Kerjasama Strategis ASEAN-SCO di Bidang Keamanan Maritim

Menyadari kenyataan bahwa SCO sebagai kekuatan regional dalam lingkup Eropa-Asia akan semakin berpengaruh di masa depan, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN, sudah saatnya untuk mempertimbangkan lingkup kerjasama dengan SCO pada tataran yang lebih strategis. Salah satu bidang yang cukup penting dan mengandung nilai strategis di bidang ketahanan nasional baik bagi ASEAN secara kolektif maupun bagi masing-masing negara anggota ASEAN adalah kerjasama di bidang keamanan maritim.

Seperti kita ketahui di dalam internal negara-negara SCO itu sendiri seperti Iran, Paskitan, India, Cina dan Rusia, sejatinya merupakan negara-negara pesisir (coastal states) yang berarti termasuk negara maritim. Adapun kawasan Asia Tenggara itu sendiri secara lokasi geografis, berada di posisi silang antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

Dengan demikian kombinasi ruang maritim dari SCO maupun ASEAN bakal meliputi Teluk Persia, Samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Ruang maritim yang berada di bawah kendali negara-negara SCO maupun ASEAN tersebut pada perkembangannya akan menghadapi beberapa tantangan cukup serius di masa depan dalam bidang keamanan bersifat non-tradisional seperti perompakan dan terorisme di lautan, migrasi ilegal. Illegal fishing atau pencurian ikan, penyelundupan, maupun bencana alam hasil rekayasa manusia atau man-made disasters.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kerja sama Keamanan Maritim ASEAN-SCO Sangat Strategis Secara Geopolitik-"
Mengantisipasi dan merespons ancaman-ancaman keamanan non-tradisional tersebut, SCO dan ASEAN berada dalam posisi yang saling menguntungkan untuk berkolaborasi memerangi ancaman-ancaman di bidang keamanan maritim sebagai kekuatan regional dan komunitas keamanan pada lingkup kawasan Eropa dan Asia.

Bagi negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, kerjasama keamanan di bidang maritim dengan SCO merupakan hal yang cukup strategis, mengingat saat ini negara-negara SCO meskipun merupakan negara-negara pesisir atau lepas pantai(coastal states), namun belum menetapkan kerjasama keamanan maritim sebagai area yang jadi fokus utama. Saat ini SCO masih berfokus terutama dalam kerjasama keamanan berbasis darat atau land-based security cooperation.

Untuk itu, ASEAN dan SCO yang sudah mempunyai norma-norma, berbagai kebijakan dan mekanisme-mekanisme kelembagaan maupun kegiatan yang sudah ada dan tersedia, pada perkembangannya dapat diperluas untuk memfasilitasi kerjasama keamanan maritim antara SCO dan ASEAN.

SCO maupun ASEAN sama-sama sudah memiliki piagam yang sama-sama menghargai kedaulatan nasional masing-masing negara, menentang intervensi negara-negara asing, mengutamakan musyawarah (consulstation) dan konsensus, serta menghargai hukum internasional sebagai guiding principles.

Selain itu, SCO dan ASEAN sudah menandatangani Memorandum of Understanding pada 2005 yang secara khusus berfokus pada kerjasama di bidang kontra terorisme, narkoba dan obat bius, penyelundupan dan pencucian uang (money laundering), perdagangan ilegal manusia (illegal human trafficking), melalui pertukaran informasi maupun berbagi kerjasama dalam modus-modus kegiatan di level praktis. Selain itu pada 2015 dan 2019, SCO dan ASEAN sudah bertemu untuk membahas kerjasama keamanan dalam bidang kontra terorisme, memerangi separatisme, penyelundupan narkoba dan kejahatan cyber (cybercrime).

Namun demikian meskipun ASEAN dan SCO sudah punya landasan kuat untuk membangun kerjasama keamanan utamanya di bidang kerjasama keamanan maritim, namun belum memiliki kebijakan untuk mengkoordinasikan (policy coordination) kerjasama keamanan maritim antara ASEAN dan SCO.

Padahal ASEAN sudah mendorong kerjasama keamanan maritim sebagai prioritas organisasi melalui ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN Maritime Forum (AMF) dan ASEAN Navy Chief Meeting (ANCM). Sayangnya, SCO pun belum memprakarsai terciptanya policy coordination atau kebijakan pengordinasian di internal antar negara-negara SCO itu sendiri.

Alhasil beberapa negara anggota SCO seperti Iran, Pakistan, India, Rusia dan Cina, mengadakan kerjasama keamanan maritim secara tersendiri di luar kerangka SCO dan dengan pihak ketiga, baik terkait kebijakan, perencanaan, dan program.

Menurut saya, inilah tantangan terpenting dalam rangka menciptakan harmonisasi kerjasama antara ASEAN dan SCO terkait kerjasama keamanan maritim pada tataran organisatoris.

Meskipun ASEAN saat ini telah memiliki ragam mekanisme kelembagaan yang menangani kerjasama keamanan maritim seperti ARF, AMF dan ANCM, namun jika ditinjau dari dari segi agenda maupun design serta tujuan dari mekanisme kelembagaan yang ada tersebut, ternyata belum cukup memadai untuk melembagakan kerjasama keamanan maritim SCO-ASEAN. Maka itu sangatlah penting untuk menciptakan mekanisme kelembagaan baru untuk memfasilitasi kerjasama keamanan maritim ASEAN-SCO.

Lebih daripada itu, konflik internal di antara negara-negara sesame anggota SCO maupun konflik internal antar sesama negara-negara ASEAN, apalagi dengan didukung campurtangan dari negara-negara adikuasa, pada perkembangannya bisa membahayakan prospek kerjasama keamanan maritim antara ASEAN dan SCO.

Misalnya persaingan global yang semakin menajam dan memanas antara Rusia dan Cina di Asia Tengah, konflik wilayah perbatasan/border dispute Kashmir antara India dan Pakistan, maupun ketegangan yang semakin memanas di Laut Cina Selatan, juga dapat merusak soliditas, kredibilitas dan integritas ASEAN dan SCO sebagai fondasi kerjasasama strategis Komunitas Keamanan Eropa-Asia.

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kerja sama Keamanan Maritim ASEAN-SCO Sangat Strategis Secara Geopolitik-"
Badan Keamanan Laut (Bakamla) menggandeng US Coast Guard Amerika Serikat untuk bekerja sama di bidang keamanan maritim.

Selain itu, upaya campurtangan eksternal dari AS, Jepang, dan Australia untuk menyeret India, Singapura dan Filipina untuk bergabung ke dalam kutub persekutuan regional versi AS dan NATO dengan dalih untuk membendung Cina di kawasan Asia Pasifik, akan menciptakan iklim yang tidak kondusif dari segi politik-keamanan maupun stabilitas kawasan di Asia Pasifik, dan Asia Tenggara pada khususnya.

Lantaran pendekatan yang akan dipakai AS dan blok NATO akan lebih mengutamakan pendekatan hard power dan konfrontasi serta isolasi terhadap negara-negara yang dipandang sebagai lawan atau musuh AS dan sekutu-sekutunya. Termasuk terhadap negara-negara yang tergabung dalam ASEAN.

Maka itu, pentingnya kerjasama ASEAN dan SCO adalah untuk mendorong terciptanya metode baru yang lebih inklusif dan konstruktif dalam mengelola persaingan yang melibatkan negara-negara adikuasa di kawasan Asia. Sehubungan dengan kerangka gagasan tersebut, kerjasama keamanan maritime ASEAN-SCO diharapkan dapat menciptakan dampak positif dalam bidang kerjasama keamanan maritim.

ASEAN sejatinya merupakan organisasi berbasis dialog atau a dialogue based organization, sementara SCO memiliki dimensi yang lebih praktis. Sementara SCO berupaya mewujudkan Peace Mission counter-terrorism exercises, ASEAN telah menunjukkan keinginannya yang kuat untuk membentuk apa yang disebut mini-lateral cooperation atau kerjasama mini-lateral seperti the Trilateral Security Cooperation di Laut Sulu-Sulawesi antara Indonesia, Malaysia dan Filipina.

Pendekatan Kerjasama mini-lateral tersebut dinilai dapat menghindari beberapa kendala dan kontroversi terkait dengan kerjasama multilateral yang bersifat tradisional, seraya berfungsi sebagai laboratorium untuk menguji apakah pendekatan kerjasama mini-lateral bisa berhasil dan efektif, dan dapat diperluas lingkup kerjasamanya ke tingkat multilateral.

Atas dasar gagasan tersebut, negara-negara yang tergabung dalam SCO maupun ASEAN, sudah saatnya mengeksplorasi dan menguji efektivitas kerjasama keamanan maritim melalui lingkup pendekatan kerjasama mini-lateral seperti dalam kontra-terorisme di laut termasuk perompakan, penanggulangan bencana alam(disaster relief exercise), pemberantasan migran ilegal, perdagangan narkoba, dan money laundering atau pencucian uang.

di Tulis Oleh: Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News theglobal-review]