Bagaimana Memahami Ayat Allah di Alam

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Bagaimana Memahami Ayat Allah di Alam-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Bagaimana Memahami Ayat Allah di Alam Dalam Alqur'an dinyatakan bahwa orang yang tidak beriman adalah mereka yang tidak mengenali atau tidak menaruh kepedulian akan ayat atau tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-Nya.

Sebaliknya, ciri menonjol pada orang yang beriman adalah kemampuan memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang Pencipta tersebut. Ia mengetahui bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu memahami kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru manapun.

Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan dan rasa takut kepada-Nya. Ia adalah termasuk golongan yang berakal, yaitu "…orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3:190-191)

Di banyak ayat dalam Alqur'an, pernyataan seperti, "Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?", "terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal," memberikan penegasan tentang pentingnya memikirkan secara mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah telah menciptakan beragam ciptaan yang tak terhitung jumlahnya untuk direnungkan.

Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala sesuatu di antara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Satu ayat berikut memberikan contoh akan nikmat Allah ini:

"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. An-Nahl, 16:11)

Marilah kita berpikir sejenak tentang satu saja dari beberapa ciptaan Allah yang disebutkan dalam ayat di atas, yakni kurma. Sebagaimana diketahui, pohon kurma tumbuh dari sebutir biji di dalam tanah. Berawal dari biji mungil ini, yang berukuran kurang dari satu sentimeter kubik, muncul sebuah pohon besar berukuran panjang 4-5 meter dengan berat ratusan kilogram. Satu-satunya sumber bahan baku yang dapat digunakan oleh biji ini ketika tumbuh dan berkembang membentuk wujud pohon besar ini adalah tanah tempat biji tersebut berada.

Bagaimanakah sebutir biji mengetahui cara membentuk sebatang pohon? Bagaimana ia dapat berpikir untuk menguraikan dan memanfaatkan zat-zat di dalam tanah yang diperlukan untuk pembentukan kayu? Bagaimana ia dapat memperkirakan bentuk dan struktur yang diperlukan dalam membentuk pohon? Pertanyaan yang terakhir ini sangatlah penting, sebab pohon yang pada akhirnya muncul dari biji tersebut bukanlah sekedar kayu gelondongan. Ia adalah makhluk hidup yang kompleks yang memiliki akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah.

Akar ini memiliki pembuluh yang mengangkut zat-zat ini dan yang memiliki cabang-cabang yang tersusun rapi sempurna. Seorang manusia akan mengalami kesulitan hanya untuk sekedar menggambar sebatang pohon. Sebaliknya sebutir biji yang tampak sederhana ini mampu membuat wujud yang sungguh sangat kompleks hanya dengan menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.

Pengkajian ini menyimpulkan bahwa sebutir biji ternyata sangatlah cerdas dan pintar, bahkan lebih jenius daripada kita. Atau untuk lebih tepatnya, terdapat kecerdasan mengagumkan dalam apa yang dilakukan oleh biji. Namun, apakah sumber kecerdasan tersebut? Mungkinkah sebutir biji memiliki kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa?

Tak diragukan lagi, pertanyaan ini memiliki satu jawaban: biji tersebut telah diciptakan oleh Dzat yang memiliki kemampuan membuat sebatang pohon. Dengan kata lain biji tersebut telah diprogram sejak awal keberadaannya. Semua biji-bijian di muka bumi ini ada dalam pengetahuan Allah dan tumbuh berkembang karena Ilmu-Nya yang tak terbatas. Dalam sebuah ayat disebutkan:

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). (QS. Al-An'aam, 6:59).

Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan menumbuhkannya sebagai tumbuh-tumbuhan baru. Dalam ayat lain Allah menyatakan:

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (QS. Al-An'aam, 6:95)

Biji hanyalah satu dari banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang diciptakan-Nya di alam semesta. Ketika manusia mulai berpikir tidak hanya menggunakan akal, akan tetapi juga dengan hati mereka, dan kemudian bertanya pada diri mereka sendiri pertanyaan "mengapa" dan "bagaimana", maka mereka akan sampai pada pemahaman bahwa seluruh alam semesta ini adalah bukti keberadaan dan kekuasaan Allah SWT.

Memahami Konsepsi Kelas

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Memahami Konsepsi Kelas-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Memahami Konsepsi Kelas Bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya? Jawaban yang paling wajar di sini, tentunya, adalah "kerja". Sejak awal manusia, bahkan seluruh mahluk hidup lainnya, mulai ada di muka bumi ini, mereka mulai bekerja untuk mendapatkan makanan.

Kelas

Beberapa spesies yang tingkat perkembangannya lebih maju telah menggunakan alat bantu untuk mendapatkan makanan mereka. Namun, hanya manusialah satu-satunya spesies yang membuat alat.

Karena manusia membuat alat, maka ia relatif dapat mempertahankan keberadaan alat-alat itu di sekitar komunitasnya. Spesies lain, seperti monyet, hanya dapat menggunakan alat sampai alat itu rusak. Ia harus menunggu lagi untuk menemukan benda lain yang serupa. Namun manusia dapat menggunakan alat sepanjang ia suka karena ia selalu dapat membuat yang baru. Sejalan dengan berjalannya waktu, alat-alat ini semakin tahan lama dan pembuatannya makin mudah. Dengan demikian, manusia semakin tergantung pada alat kerja untuk pri-kehidupannya.

Ketergantungan manusia pada alat inilah yang kemudian menjadi landasan dari sistem produksi manusia. Sistem produksi ini adalah unik milik manusia. Tidak ada lagi spesies mahluk di bumi ini yang memilikinya. Tumbuhan "memproduksi" buah-buahan, beberapa hewan "memproduksi" susu. Tapi tidak ada di antaranya yang melakukan proses produksi dengan menggunakan alat-alat di luar organ-organ tubuhnya sendiri. Tidak ada lagi spesies yang kemudian penghidupannya tergantung pada alat yang dibuatnya sendiri.

Karena sistem produksi manusia tergantung pada alat maka siapa yang menguasai alat akan menguasai seluruh kehidupan manusia. Inilah fakta utama dan terpenting dari seluruh sudut pandang ilmu ekonomi-politik.

Karena sejarah umat manusia semenjak itu adalah sejarah perjuangan antara mereka yang memiliki dan yang tidak memiliki alat produksi. Sejarah manusia bergerak ketika alat produksi telah menghasilkan cukup banyak hasil sehingga berlebih kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Alat produksi yang telah cukup maju untuk memproduksi hasil lebih ini kemudian menjadi sasaran perebutan antar berbagai kelompok. Kelompok-kelompok yang berhasil menguasai alat produksi ini kemudian memaksa mereka yang tidak memiliki alat produksi untuk bekerja, tidak untuk diri mereka sendiri, melainkan bagi mereka yang memiliki alat produksi itu.

Dari pergerakan sejarah inilah lahir kelas-kelas dalam masyarakat.

Jadi, kelas-kelas dalam masyarakat bukanlah kategori yang dibuat sendiri oleh para ahli sosial. Kelas-kelas dalam masyarakat juga bukan sesuatu yang dapat dikarang atau malahan ditolak. Kelas adalah satu kenyataan kongkrit yang ada di tengah masyarakat: bagaimana hubungan satu individu atau kelompok masyarakat terhadap alat-alat produksi.

Kelas dan Perjuangan Kelas

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kelas dan Perjuangan Kelas-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Kelas dan Perjuangan Kelas Berbicara tentang teori Ekonomi-Politik secara teoritik murni tidaklah menarik. Terlalu banyak rumus di sana. Jika kita mencoba memahami ekonomi-politik dengan cara ini, tidak ubahnya kita bagaikan ilmuwan sejati, yang pandai berbicara tapi tidak pandai berbuat untuk perubahan.

Pendekatan terhadap ekonomi politik haruslah didasarkan pada keperluan kita yang paling pokok: bagaimana memahami tantangan yang kita hadapi dan melihat cara untuk mengatasinya.

Pada dasarnya, ekonomi-politik menyediakan alat analisa untuk membedah kondisi sosial masyarakat. Ada beberapa alat analisa yang disediakannya, tapi semua bermuara di sumber yang sama: dengan cara bagaimana berbagai individu dan kelompok dalam masyarakat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Mengapa hal ini yang dijadikan pokok permasalahan? Sederhana saja, karena persoalan inilah yang pertama-tama melingkupi manusia, bahkan seluruh bagian alam semesta yang dapat kita sebut sebagai "hidup".

Persoalan ini adalah persoalan dasar yang telah dialami oleh mahluk setingkat virus. Seluruh mekanisme evolusi virus didasarkan pada pencarian cara-cara yang paling efektif baginya untuk mempertahankan kelangsungan kehidupannya sebagai sebuah spesies. Satu spora virus boleh hanya berumur beberapa jam namun sebagai spesies ia tak dapat dimusnahkan. Virus influensa, misalnya, adalah salah satu mahluk yang paling berhasil secara ekonomi untuk bertahan hidup.

Manusia berada di tingkat yang jauh di atas virus, walaupun ini hanya pada kompleksitas evolusinya saja. Manusia telah mengembangkan kesadaran, ia menjadi materi pertama di bumi ini yang mampu memahami dirinya sendiri dan materi lain yang ada di sekitarnya. Manusia adalah "hewan yang dapat berpikir" atau zoon politicon. Oleh karena tahapan perkembangan yang telah maju ini, manusia dapat mengembangkan jenis evolusi lain yang berbeda dengan mahluk-mahluk lainnya: kehidupan sosial.

Dan karena kehidupan sosial ini berinteraksi pula dengan kehidupan ekonomi, maka keduanya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan. Kehidupan sosial-politik, yang mengurusi persoalan interaksi antar manusia dan berada di tataran ide, jelas bertentangan dengan kehidupan ekonomi yang mengurusi masalah material penunjang kehidupan. Tapi, justru karena pertentangan inilah keduanya menjadi tak terpisahkan dan saling menyaratkan bagi evolusi manusia itu sendiri sebagai sebuah spesies.

Jika keduanya tidak terpisahkan dan saling menyaratkan, adakah yang lebih utama di antara keduanya? Adakah di antara kedua hal itu yang mendahului sehingga roda interaksi di antara keduanya dapat berputar?

Ada. Persoalan ekonomi, tentu saja. Persoalan ini adalah persoalan yang paling dasar. Hanya karena manusia menempati tingkat perkembangan yang tertinggi di antara materi lainnya di atas bumi ini, tidak berarti ia dapat melepaskan diri dari hukum-hukum yang mengatur perkembangan materi itu sendiri. Manusia menemukan kesadarannya melalui perkembangan evolusi materi yang melingkupi dirinya sendiri dan lingkungannya. Maka, kesadaran itupun tunduk pada perkembangan evolusi materi itu - yang dalam hal ini mewujud dalam bentuk persoalan ekonomi.

Jadi, ekonomi-politik adalah ilmu analisa yang berusaha memahami kesadaran individu atau kelompok dalam masyarakat dengan melihat bagaimana ia mendapatkan alat-alat penunjang kehidupannya. Dengan kata lain, ekonomi-politik adalah ilmu untuk melihat bagaimana orang mendasarkan kepentingan politiknya pada kepentingan ekonominya.

Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan Di atas kita dapat melihat bahwa penempatan perempuan pada posisi kelas dua dalam masyarakat berawal dari tergesernya peranan kaum perempuan dalam lapangan produksi. 

Dan, pada gilirannya, tergesernya peran ini adalah akibat dari tingkatan teknologi masa itu yang tidak memungkinkan kaum perempuan untuk memasuki lapangan produksi.

Posisi kelas dua ini diperkukuh oleh sistem kepemilikan pribadi, yang pada gilirannya memunculkan diri dalam berbagai prasangka, sistem nilai dan ideologi yang menegaskan paham keunggulan laki-laki dari perempuan.

Karena ketertindasan perempuan berawal dari sebuah perjalanan sejarah yang objektif maka upaya pembebasan perempuan dari posisi yang ditempatinya sekarang ini harus pula menemukan kondisi objektif yang memungkinkan dilakukannya pembebasan tersebut. Kondisi itu adalah kembalinya kaum perempuan ke lapangan produksi kolektif.

Kondisi ini sesungguhnya telah diwujudkan oleh kapitalisme. Kapitalisme, yang mengandalkan mesin sebagai alat produksinya yang utama, telah memungkinkan kaum perempuan untuk kembali berkarya di bidang produksi kebutuhan masyarakat. Bahkan, sekarang ini, jika kita melihat di kota-kota besar, sudah jarang sekali ada kaum perempuan yang tidak memberikan sumbangan bagi perolehan kebutuhan hidup keluarganya.

Lagipula, kapitalisme telah membuat sistem produksi menjadi semakin lama semakin kolektif. Sepasang sepatu NIKE, misalnya, adalah buah karya ratusan, bahkan ribuan, orang dari berbagai negeri. Hampir tiap barang yang kita pergunakan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari merupakan hasil kerja ratusan bahkan ribuan orang. Ini semua adalah pertanda bahwa sistem produksi komunal semakin hari semakin berjaya kembali.

Dapatlah kita lihat bahwa perkembangan kondisi objektif ini telah menghasilkan ruang yang sangat terbuka bagi perempuan. Gerakan emansipasi perempuan telah berkembang bersamaan dengan masuknya perempuan-perempuan ke pabrik-pabrik. Kini perempuan telah berhak turut serta dalam berbagai bidang pekerjaan. Kebanyakan perempuan juga telah bebas untuk memilih jalan hidupnya sendiri, termasuk memilih pasangan hidup.

Namun demikian, kondisi objektif ini tidak dapat berkembang menjadi pembebasan perempuan yang sepenuh-penuhnya karena sistem nilai yang ada di tengah masyarakat masih merupakan sistem nilai yang mendukung adanya peminggiran terhadap peran perempuan.

Kita dapat melihat bahwa pekerja perempuan kebanyakan diupah jauh lebih rendah daripada pekerja laki-laki. Dan ini bukan terjadi di pabrik-pabrik saja. Demikian pula yang terjadi di banyak kantor-kantor, bahkan di kalangan industri perfilman di mana aktris biasanya digaji lebih rendah daripada aktor.

Masih dalam bidang pekerjaan, kita tahu bahwa bidang-bidang tertentu masih diposisikan sebagai "bidangnya perempuan". Seorang sekretaris, misalnya, haruslah cantik dan memiliki bentuk tubuh yang "menarik". Banyak orang masih meremehkan seorang perempuan yang bercita-cita dan berusaha keras untuk, misalnya, menjadi seorang pilot.

Ini berkaitan erat dengan masih dijadikannya perempuan sebagai simbol seksual dalam masyarakat. Penilaian utama terhadap seorang perempuan diletakkan pada apakah ia "cantik", "seksi" atau bentuk-bentuk penilaian fisik lainnya. Sesungguhnya, penilaian inipun sangat bergantung pada masyarakatnya karena apa yang "cantik dan seksi" untuk satu jaman belum tentu demikian untuk jaman lainnya. Dan pada titik ekstrimnya, kita melihat pelacuran sebagai bentuk eksploitasi puncak terhadap perempuan karena di sini bukan saja tenaganya yang dieksploitasi melainkan juga moral dan intelektualitasnya.

Di tengah masyarakat kita telah pula berkembang gerakan anti-emansipasi perempuan. Banyak bentuk yang diambil oleh gerakan ini, namun pada intinya gerakan ini berusaha mengembalikan posisi perempuan menjadi posisi terpinggirkan. Perempuan hendak dikembalikan pada posisi tidak turut dalam pengambilan keputusan, bahkan hendak dibatasi kembali ruang geraknya.

Sebaliknya, banyak pula dari kaum perempuan yang telah lolos dari jerat pembatasan-pembatasan, ternyata justru berbalik ikut membatasi gerak, bahkan turut menindas, kaum perempuan lainnya. Telah banyak pemimpin perempuan di muka bumi ini, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang untuk membebaskan kaum perempuan dari keterpinggiran dan keterbelakangan? Telah banyak pula manajer dan direktur perempuan di dalam perusahaan-perusahaan, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang agar buruh-buruh perempuan di pabriknya mendapatkan seluruh hak mereka sebagai perempuan? Contoh paling kongkrit kita dapatkan di negeri sendiri.

Presiden Megawati adalah seorang perempuan, namun sampai saat ini tidak satupun konvensi PBB yang memberikan perlindungan terhadap perempuan yang diratifikasi oleh Indonesia. Padahal, tindakan meratifikasi konvensi PBB adalah termasuk langkah politik yang moderat. Ia juga telah memotong berbagai subsidi barang-barang kebutuhan hidup. Pemotongan subsidi ini pasti memukul langsung nasib kaum perempuan Indonesia yang sampai saat ini masih terus terbelit dalam kungkungan tembok-tembok domestik.

Di atas telah kita lihat bahwa masih ada satu faktor lagi yang mengukuhkan ketertindasan perempuan: kepemilikan pribadi. Kepemilikan pribadi tumbuh dari sebuah proses produksi yang perorangan, di mana seluruh barang kebutuhan dihasilkan oleh perorangan. Di bawah kapitalisme halnya tidak lagi demikian. Barang kebutuhan hidup telah dihasilkan secara komunal, secara kolektif. Namun, hasil produksi yang komunal ini masih dikangkangi secara pribadi, secara perorangan.

Dan oleh karena sistem kepemilikan pribadi masih berjaya, maka seluruh sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi itu akan ikut berjaya pula. Dan kita tahu bahwa sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi adalah juga sistem nilai yang mendukung peminggiran terhadap kaum perempuan.

Oleh karena itu, perjuangan pembebasan terhadap perempuan tidaklah dapat dilepaskan dari perjuangan untuk mengubah kendali atas proses produksi (dan hasil-hasilnya) dari tangan perorangan (pribadi) ke tangan masyarakat (sosial). Sebaliknya, pengalihan kendali ini tidak akan berhasil jika kaum perempuan belumlah terbebaskan. Tidaklah mungkin membuat satu pengendalian produksi (dan pembagian hasilnya) secara sosial jika kaum perempuan, yang mencakup setidaknya setengah dari jumlah umat manusia, tidaklah terlibat dalam pengendalian itu.

Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: perjuangan pembebasan perempuan akan berhasil dengan sempurna jika ia disatukan dengan perjuangan untuk mencapai sosialisme. Dan sebaliknya, perrjuangan untuk sosialisme akan juga berhasil dengan sempurna jika perjuangan ini menempatkan pembebasan perempuan sebagai salah satu tujuan utamanya. Kedua perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan dan saling mengisi.

Hanya dengan demikianlah kaum perempuan akan dapat dikembalikan pada posisi terhormat dalam masyarakat - sejajar dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan: ekonomi, sosial dan politik.

Istiqomah Hanya Mengejar Ridha Allah SWT

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Istiqomah Hanya Mengejar Ridha Allah SWT-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Istiqomah Hanya Mengejar Ridha Allah SWT Zaman yang sedang kita jalani dewasa ini merupakan zaman sarat fitnah. Banyak pesan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengenai fitnah di akhir zaman yang sangat cocok menggambarkan zaman yang sedang kita lalui saat ini.

Inilah zaman ketika giliran kemenangan di dunia bukan berada di fihak ummat Islam. Ini merupakan zaman di mana Allah subhaanahu wa ta’aala menguji orang-orang beriman. Siapa di antara mereka yang mengekor kepada orang-orang kafir, siapa di antara mereka yang emas imannya dan bahkan rela berjihad di jalan Allah subhaanahu wa ta’aala hingga meraih kemuliaan mati syahid atau menyaksikan tegaknya sistem Islam dengan kemuliaan Syariat Allah ta’aala.

Salah satu makna mengekor kepada orang-orang kafir adalah secara sadar atau tidak sadar ummat Islam sibuk mengejar ke-ridha-an mereka bukan ke-ridha-an Allah ta’aala. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar kabar bahwa sebuah Lembaga Penelitian bernama Rand Corporation memberi masukan kepada Pentagon agar merumuskan jenis Islam seperti apa yang sebaiknya di-ridhai oleh dunia internasional di bawah kepemimpinan Amerika Serikat. Mereka menyebutnya sebagai Civil Democratic Islam.

Inilah jenis Islam yang mereka ingin paksakan bagi dunia Islam. Muslim yang memenuhi kriteria Islam versi mereka dijuluki Moderate Muslim (muslim moderat). Adapun karakteristik seorang muslim moderat ialah:

  1. Seorang Muslim yang meyakini demokrasi dan sistem demokrasi. Suatu komitmen terhadap demokrasi sebagaimana difahami oleh tradisi liberal Barat. Bukan demokrasi sebagaimana difahami dari perspektif Islam. Itu tidak memenuhi karakteristik seorang muslim moderat. Jadi, seorang muslim belum diakui sebagai muslim moderat bilamana di satu sisi ia mengaku menerima demokrasi, namun pada sisi lain masih mendukung berdirinya Negara Islam. 
  2. Menerima sumber-sumber hukum non-sektarian. Dalam pengertian mematuhi secara sukarela dan terbuka man-made law (hukum bikinan manusia). Garis pembeda antara muslim moderat dengan radical Islamist (Islamis Radikal) adalah dalam memberlakukan hukum Syariah. Bila ia bercita-cita memberlakukan hukum Syariah, maka ia bukankah seorang muslim moderat. 
  3. Menghormati hak kaum perempuan dan kaum minoritas non-muslim. Dalam pengertian bahwa jika dalam suatu negaraberpenduduk mayoritas muslimkaum wanita diharuskan memakai jilbab, maka itu disebut ekstrimisme. Jika suatu negara berpenduduk mayoritas muslim mengharuskan kaum Yahudi dan Nashrani membayar jizyah, maka itu disebut ekstrimisme. 
  4. Menentang terorisme dan kekerasan ilegal. Jadi seorang muslim yang membela tanah airnya dan yang menentang penjajahan dan seorang muslim yang ingin hidup sesuai aturan Islam adalah seorang ekstrimis. Dan seorang muslim moderat adalah muslim yang rela mengundang pasukan Amerika untuk meng-invasi negerinya dan ia senang mematuhi man-made laws (hukum buatan manusia) dan tidak memiliki kemuliaan dan kehormatan untuk membela diri melawan agresi.

Mereka menyusun kriteria Islam dan muslim menurut kemauan mereka. Jika seorang muslim kemudian mengekor kepada apa yang mereka rumuskan, berarti ia lebih mengutamakan mengejar ke-ridha-an mereka daripada mengejar ke-ridha-an Allah ta’aala.

Jika seorang muslim memandang perlu untuk menampilkan diri menjadi seorang muslim moderat versi Rand Corporation berarti ia tidak lagi mengejar ridha Allah ta’aala, melainkan ridha Rand Corporation. Bahkan itu berarti ia bukan lagi seorang muslim.

Ia lebih pantas disebut sebagai seorang non-muslim karena pada hakikatnya keempat karakteristik tersebut di atas mengharuskan seorang muslim bertentangan dengan ketentuan dan aturan Islam sebagaimana yang digariskan Allah ta’aala dan dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Apa yang mereka upayakan memperjelas maksud firman Allah di dalam Al-Qur’an Al-Karim:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ


”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama/tradisi/budaya/standar mereka.” (QS Al-Baqarah ayat 120)

Sebelum seorang muslim mengikuti kemauan tradisi/budaya/standar mereka, niscaya mereka akan disebut sebagai ekstrimis, fundamentalis bahkan teroris. Dan dalam upaya menjadikan muslim menjadi non-muslim alias memurtadkan kaum muslimin mereka rela untuk mengerahkan segenap sumber-daya sampai berperang bila perlu. Seperti yang kita saksikan terjadi di Palestina, Afghanistan dan Irak.

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا


”Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.” (QS Al-Baqarah ayat 217)

Sungguh disayangkan bilamana kaum muslimin apalagi aktivis Islam tidak menyadari strategi ghazwul-fikri (perang ideologi) yang sedang dilansir oleh fihak musuh-musuh Islam dewasa ini. Sehingga sebagian muslim beralih dari menjadi hamba Allah ta’aala yang sibuk hanya mengejar ridha Allah ta’aala menjadi hamba selain Allah ta’aala yang sibuk mengejar keridhaan fihak selain Allah ta’aala tersebut. 

Sambil saudara-saudara muslim tersebut justru menyangka bahwa mereka sedang mengokohkan diri sebagai muslim moderat yang bisa diterima dunia modern (baca: Sistem Dajjal).

Muslim moderat yang segera memperoleh penghargaan bahkan bantuan moral maupun material dari dunia modern yang sedang menjebak dirinya menjadi seorang murtad…!

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah ayat 217)


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News eramuslim]

Mereka Ini Pribumi Antek Penjajah! Part-2 Tamat

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Mereka Ini Pribumi Antek Penjajah! Part-2 Tamat-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Mereka Ini Pribumi Antek Penjajah! Part-2 Tamat Selain mendatangkan 150.000 wajib militer dari Belanda, Belanda juga merekrut sekitar 65.000 pribumi dari bekas jajahannya. 

Di antaranya sekitar 5.000 dari Maluku. Selebihnya dari berbagai etnis di wilayah bekas jajahan belanda. Kebanyakan adalah mereka, yang sebelum agresi militer Jepang tahun 1942, sudah menjadi tentara KNIL.

Beberapa mantan perwira pertama dan serdadu KNIL menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17.8.1945, namun sebagian terbesar termasuk para perwira menengahnya memilih untuk tetap mendukung belanda.

Sepak Terjang Pribumi Pro Belanda

Hingga saat ini, mengenai pernyataan para pribumi yang membantu belanda adalah upaya belanda menguasai Indonesia, belum pernah diungkap, apalagi dibahas. Padahal peran para pribumi ini, yang waktu itu belum sebagai warganegara Republik Indonesia, sangat signifikan, terutama dalam membocorkan dokumen-dokumen, rencana-rencana pemerintah RI dan TNI serta dalam peristiwa pembantaian puluhan ribu rakyat, sangat penting.

Di buku-buku mengenai perjuangan mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 – 1950 sering ditulis mengenai adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh peribumi untuk memberikan informasi ke pihak belanda. Beberapa pengkhianatan berakibat sangat fatal untuk puluhan ribu jiwa.

Eksekusi di tempat yang dilakukan oleh Westerling dan anak buahnya di Sulawesi Selatan (setelah pemekaran, sebagian kini termasuk Provinsi Sulawesi barat) terhadap rakyat pendukung Republik Indonesia, dilakukan berdasarkan informasi dari penduduk setempat yang menjadi mata-mata belanda.

Sesuai daftar nama yang diberikan, maka orang-orang tersebut ditembak di tempat. Tragisnya, setelah eksekusi para pendukung Republik Indonesia, para informan tersebut juga ditembak mati di tempat.

Hal ini juga terjadi a.l. di desa Galung Lombok, dekat Majene, Sulawesi Barat. Pada 1 Februari 1947 pasukan elitWesterling Depot Speciaale Troepen (DST) di bawah komando Letnan Vermeulen mengumpulkan ribuan penduduk dari Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar untuk menyaksikan eksekusi terhadap pendukung Republik Indonesia.

Berdasarkan daftar nama yang diberikan oleh para informan, tahap awal 29 orang ditembak satu-persatu. Kemudian gelombang kedua, secara acak ditembak lebih dari 200 orang.

Kemudian karena ada laporan bahwa pejuang Indonesia membunuh tiga orang prajurit belanda yang akan memperkosa seorang wanita, Vermeulen memerintahkan untuk menembak ke arah kerumunan massa. Hanya dalam waktu beberapa jam, keseluruhan lebih dari 700 orang ditembak mati di tempat, termasuk para informan pribumi. Di antara yang tertembak mati ada seorang wanita hamil dan anak-anak.

Demikian juga yang terjadi di desa Rawagede, dekat Karawang pada 9 Desember 1947, satu hari setelah dimulainya perundingan perdamaian di atas Kapal Renville. Pada waktu itu tentara belanda terus memburu Kapten Lukas Kustaryo dan anak-buahnya. Berdasarkan informasi dari mata-matanya, tentara belanda mendapat informasi, bahwa Kapten Lukas berada di desa Rawagede. Pada pagi buta desa tersebut dikepung dan dimulai menyisir rumah penduduk satu-persatu. Namun tidak ada seorangpun anggota TNI.

Karena penduduk setempat tidak mau memberitahu keberadaan Kapten Lukas dan pasukan TNI, maka komandan pasukan belanda, Mayor Aflons Wijnen memerintah kan anak buahnya untuk membunuh semua laki-laki di atas usia 15 tahun. Namu ternyata di antara 431 penduduk laki-laki yang dibunuh, juga ada seorang bocah berusia 12 tahun. Sebagian yang ditembak di tepi sungai di musim hujan, langsung hanyut ke laut.

Karena tidak ada satupun penduduk laki-laki, maka para janda wanita dan anak-anak terpaksa menguburkan mayat-mayat penduduk laki-laki. Hari itu ada seorang wanita yang harus menguburkan ayah, suami dan dua putranya. Ini semua ulah dari pribumi yang menjadi mata-mata belanda.

Peristiwa Madiun September 1948 adalah rancangan belanda, dalam mempersiapkan agresi militernya yang terbesar terhadap Republik Indonesia pada 19 Desember 1948. Yang sangat berperan di sini adalah “van der Plas Connection” yang dibentuk Januari 1942.

Untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun, TNI mengerahkan seluruh pasukan, baik dari Divisi I Jawa Timur, termasuk Brigade Mobil Polisi, pasukan Divisi II dan Divisi III Jawa tengah, serta pasukan Divisi Siliwangi, yang akibat persetujuan Renville harus keluar dari jawa Barat. Hal ini mengakibatkan, bahwa di Ibukota Yogyakarta tidak ada satu batalyon pun.

Di tengah kekosongan pasukan di Yogyakarta, pada 19 Desember 1948 belanda mekancarkan agresi militernya secara besar-besaran terhadap seluruh wilayah Republik Indonesia. Pada waktu itu sedang berlangsung perundingan antara Indonesia dengan belanda yang difasilitasi oleh PBB, dan komisi PBB dipimpin oleh orang Amerika.

Serangan terhadap Ibukota Yogyakarta dimulai dengan menduduki lapangan terbang Maguwo. Di pagi hari pukul 06.45, bersamaan dengan pendaratan tentara belanda di Maguwo, Wakil Tinggi Mahkota Belanda (HoogeVertegenwoordiger van de Kroon – HVK) Dr. Willem Drees, menyampaikan pidato di radio, di mana dia menyatakan, bahwa belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville.

Mulusnya penyerangan dan pendaratan tentara belanda di lapangan terbang Maguwo dekat Yogyakarta, dikarenakan telah terjadi pengkhianatan besar di pihak Republik Indonesia. Ada yang memerintahkan agar ranjau di Maguwo di cabut dan senjata berat ditarik dari Maguwo.

Akibatnya, satu-satunya lapangan terbang dekat Ibukota RI Yogyakarta, Maguwo hanya dijaga oleh 150 tentara dengan senjata ringan. Tentara belanda tidak mendapat kesulitan untuk menghancurkan pertahanan ringan di Maguwo. Seluruhnya 150 TNI ditembak mati, tak ada yang tersisa. Ini diduga untuk menutup mulut siapa pengkhianat di tubuh RI. Di pihak tentara belanda tidak ada satupun korban jiwa.

Di masa perang gerilya, pada 1 Januari 1949 Panglima divisi III/Gubernur Militer III Kolonel Bambang Sugeng mengeluarkan Instruksi Rahasia, yang isinya memberi perintah kepada seluruh pasukan di wilayah Divisi III, Jawa tengah Bagian Barat, agar melancarkan serangan serentak pada 17 Januari 1949. Instruksi Rahasia tersebut ada yang membocorkan ke pihak belanda.

Akibatnya, untuk mengantisipasi kemungkinan serangan dari gerilyawan Indonesia, di daerah Kranggan, dekat Temanggung, setiap pemuda Indonesia yang ditemui di jalan ditangkap, dan langsung dibawa ke tepi Kali Progo, kemudian langsung ditembak mati. Pembunuhan ini berlangsung samapi bulan Januari 1949. Diperkirakan sekitar 1.500 pemuda Indonesia tewas dengan cara ini. Di tepi Kali Progo dibangun Monumen untuk mengenang peristiwa ini.

Ironisnya, pada 10 Desember 1948 belanda ikut menandatangani Pernyataan Umum PBB mengenai HAM (Universal Declaration of Human Rights). Sembilan hari kemudian, belanda melancarkan agresi militernya di mana selama masa agresi militer tersebut puluhan ribu penduduk sipil non-combatant, dibunuh tanpa proses hukum apapun.

Demikian secuil kisah para informan belanda yang berakibat fatal untuk rakyat Indonesia.

Konferensi Meja Bundar (KMB) dan sesudahnya

Di masa agresinya sampai gencatan senjata pada 10 Agustus 1949, belanda berhasil mendirikan 15 Negara-negara atau daerah otonom, di mana para penguasanya adalah orang-orang yang pro belanda.

Dari 23 Agustus – 2 November 1949 berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag, belanda dengan hasil, didirikannya Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Parlemen RIS.

Menjelang dimulainya KMB, semua kasus kejahatan yang dilakukan oleh tentara belanda ditutup. Namun pada 5 September 1949, di tengah perundingan perdamaian di belanda, hukuman mati terhadap seorang pemuda pejuang Indonesia, Wolter Robert Mongisidi dilaksanakan.

Sejarah mencatat, tak lama setelah berdiri, di beberapa Negara Bagian RIS bentukan belanda timbul kemarahan rakyatnya yang sejak awal tidak setuju dengan pembentukan Negara yang terpisah dari Republik Indonesia dan pergolakan rakyat tak dapat dicegah oleh pemerintah-pemerintah bentukan Belanda.

Beberapa pemerintahan Negara Bagian kemudian dipaksa oleh rakyatnya untuk membubarkan diri atau dibubarkan secara paksa oleh rakyatnya, sehingga pada bulan April 1950, hanya tinggal 3 Negara Bagian RIS yang tersisa, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur (NST) dan Negara Indonesia Timur (NIT).

Dengan persetujuan NST dan NIT, pada 19 Mei 1950 Pemerintah Republik Indonesia (RI) di bawah pimpinan Mr. Assaat Datuk Mudo mengadakan perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Dicapai kesepakatan untuk kembali membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada 12 Agustus 1950, KNIP Republik Indonesia menyetujui Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara NKRI yang telah disusun oleh panitia bersama, dan pada 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Undang-Undang Dasar Sementara untuk NKRI.

Tanggal 15 Agustus Perdana Menteri RIS M. Hatta menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden RIS Sukarno. Demikian juga dengan Mr. Assaat Datuk Mudo –Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia- yang menyerahkan mandatnya kepada Presiden RIS. Setelah itu Presiden RIS Sukarno menyatakan pembubaran Republik Indonesia Serikat dan pada 17 Agustus 1950 Ir. Sukarno mengumumkan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kudeta APRA Westerling pada 23 Januari 1950 yang didalangi oleh Pangeran Bernard, suami dari Ratu Juliana bersama Sultan Hamid II dari Kalimantan, dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang juga adalah rancangan belanda mengalami kegagalan total. Kemudian terjadi konspirasi tingkat tinggi militer dan sipil belanda untuk menyelamatkan Westerling kembali ke belanda, di mana dia dielu-elukan sebagai pahlawan.

Sekitar 4.000 bekas KNIL etnis Maluku bersama keluarganya diboyong ke belanda. Kemudian berdasarkan keputusan kerajaan tanggal 20 Juli 1950, pada 26 Juli 1950 pukul 00.00, setelah berumur sekitar 120 tahun,Koninklijk Nederlands-Indisch Leger atau KNIL dinyatakan bubar.

Sesuai dengan hasil KMB, mereka yang ingin bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) diterima dengan pangkat yang sama. Namun sebelum dibubarkan, banyak dari mereka dinaikkan pangkatnya, bahkan sampai dua tingkat.

Dari uraian di atas terlihat, bahwa ketika Republik Indonesia didirikan, sekitar 65.000 pribumi yang mungkin masih merasa sebagai warganegara belanda, menjadi serdadu KNIL yang sampai 10 Agustus 1949 berperang di pihak belanda untuk menghancurkan Republik Indonesia. Di bidang politik, baik di pemerintahan maupun di parlemen RIS duduk orang-orang yang bukan warganegara Indonesia.

Setelah KNIL dan RIS dibubarkan, mereka “terpaksa” menjadi warganegara Republik Indonesia. Sebagian bekas KNIL menjadi anggota TNI, dan bekas petinggi-petinggi pro belanda banyak yang ikut ke belanda. Namun sebagian terbesar, terutama di daerah-daerah wilayah 15 Negara Bagian atau Daerah Otonom bentukan belanda, para pejabatnya masih tinggal di daerah-daerah masing-masing. Di lingkungan di daerah-daerah, masih diketahui dengan jelas perang orang tua atau kakek mereka di zaman penjajahan dan di masa Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan.

Sampai tahun 50-an karena masih sangat segar di ingatan masing-masing, cukup terbuka siapa-siapa saja yang pernah mengabdi untuk belanda, bahkan ada kelompok yang menyatakan sumpah “Kesetiaan Abadi” (door de euwen trouw) kepada belanda.

Yang tentu menjadi pertanyaan penting, apakah mereka (dan keturunannya) yang di zaman penjajahan, bahkan sampai tahun 1950 masih di pihak belanda untuk menghancurkan cita-cita Republik Indonesia sebagai bangsa yang Merdeka, tiba-tiba sejak tahun 1950 semua menjadi nasionalis?

Memang harus diterapkan pra-duga tak bersalah, bahwa tidak semua dari mereka yang sampai tahun 1950 masih setia kepada belanda, karena kabarnya cukup banyak yang setelah tahun 1950 masih menerima uang pensiun dari pemerintah belanda.

Namun tentu jelas, bahwa banyak dari mereka tetap setia kepada belanda. Bahkan kabarnya sampai sekarang, di tahun 2015, terutama mereka yang termasuk jaringan van der Plas Connection atau yang terus bertugas sebagai informan belanda, tetap mendapat gaji dari belanda.

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, termasuk dari belanda sendiri, ternyata belanda ikut “bermain” di peristiwa tahun 1965, dan pada waktu itu, selain peran van der Plas Connection dan Pater Josephus (Joop) Beek, juga dikenal dengan OLAF (Our Local Army Friends). OLAF ini terutama bekas KNIL, yang ditahun 60-an dan 70-an berhasil menjadi PATI (Perwira Tinggi) di TNI.

Konflik di antara para pejuang Republik Indonesia berlanjut terus hingga tahun 80-an, dan yang mendapat keuntungan adalah justru mereka yang sampai tahun 1949 masih di pihak belanda yang bertujuan untuk memecah-belah NKRI. Bukan rahasia lagi, bahwa sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang dikabarkan, bahwa banyak menteri di pemerintahan RI adalah titipan asing.

Kemungkinan besar inilah penyebab utama, mengapa segala usaha untuk membuka lembaran sejarah dan menuntut Negara-negara yang selama agresi militer mereka di Indonesia (Jepang 1942 – 1945, Belanda, Inggris dan Australia dari 1945 – 1950) dan meminta pertanggungjawaban atas pembantaian jutaan rakyat di wilayah pendudukan Jepang dan setelah itu di wilayah Republik Indonesia mengalami kesulitan besar. Pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak merespons tuntutan agar menunjukkan bahwa Indonesia Berdaulat Dalam Politik Luar Negeri.

Beberapa tahun lalu, tiga lembaga penelitian terbesar di belanda mengajukan proposal untuk melakukan penelitian mengenai segala sesuatu yang terjadi di Indonesia antara tahun 1945 – 1950, justru pemerintah Indonesia yang menolak, tanpa menyebut alasan penolakan.

Mungkin ini salah satu bukti, bahwa lobby pemerintah belanda di kalangan pejabat di Indonesia, terutama di Kementerian Luar Negeri RI sangat kuat. Kementerian Luar Negeri RI sejak bertahun-tahun tetap tidak mau menjelaskan kepada rakyat Indonesia, mengapa pemerintah RI membiarkan sikap belanda, yang tidak mau mengakui de jure kemerdekaan RI 17.8.1945.

Bukan hanya para diplomat di seluruh dunia, orang awam juga mengetahui, bahwa apabila dua Negara akan saling berhubungan diplomatik, keduanya harus saling mengakui dan menghargai kesetaraan. Kemungkinan di sini juga “keberhasilan” lobby belanda untuk menutupi fakta ini, karena apabila belanda terpaksa mengakui de jurekemerdekaan RI 17.8.1945, maka belanda harus menghadapi tuntutan, bahwa yang dinamakan “aksi polisional” adalah agresi militer terhadap suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Selain haru membayar pampasan perang, yang paling keberatan terhadap pengakuan de jure ini adalah veteran belanda, karena mereka akan menjadi penjahat perang.

Di lain pihak, apabila Indonesia tetap menerima versi belanda bahwa kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1947, maka berarti pemerintah Indonesia membiarkan pandangan, bahwa yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di seluruh Indonesia adalah perusuh, pengacau keamanan dan ekstremis yang dipersenatai oleh Jepang, karena demikianlah alasan belanda melancarkan “aksi polisional”nya. Yang dikirim bukanlah polisi, melainkan pasukan-pasukan elit dan marinirnya.

Kalau melihat “peta kekuatan” jaringan belanda, van der Plas Connection dan jaringan Pater Beek serta jaringan sekutu belanda, ABDACOM, tidak tertutup kemungkinan, bahwa apabila MELUPAKAN SEJARAH INDONESIA, MEMBUAT INDONESIA MENJADI SEJARAH!

Imperium Uni Sovyet yang gagah perkasa, hanya bertahan 70 tahun, kemudian pecah dan bubar. Bahkan salahsatu Negara kuat di Eropa, Republik Demokratik Jerman ( Jerman Timur) hanya bertahan 41 tahun. Pemerintah Jerman Timur membubarkan diri dan kemudian bergabung dengan Jerman Barat.

Telah sering diberitakan, bahwa berbagai konflik dan kerusuhan yang terjadi di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang rawan, selalu ada campur-tangan asing. Namun belum pernah disebutkan dengan tegas, Negara mana saja yang ikut-campur atau “bermain.”

Sudah jelas orang-orang dari Negara-negara tersebut tidak mungkin untuk turuntangan sendiri, karena akan sangat janggal, apabila banyak bule berseliweran di pelosok-pelosok daerah konflik. Tugas ini tentu dilakukan oleh para pribumi.

Bung Karno telah memprediksi apa yang akan dihadapi bangsa Indonesia, sehubungan dengan antek-antek Belanda tersebut yang tinggal di Indonesia. Dalam pidato pembukaan KAA pada 18 April 1955 Bung Karno Mengatakankan:

“Saya tegaskan kepada anda semua, kolonialisme belumlah mati. Dan, saya meminta kepada Anda jangan pernah berpikir bahwa kolonialisme hanya seperti bentuk dan caranya yang lama, cara yang kita semua dari Indonesia dan dari kawasan-kawasan lain di Asia dan Afrika telah mengenalinya. Kolonialisme juga telah berganti baju dengan cara yang lebih modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dan kontrol langsung secara fisik melalui segelintir elemen kecil namun terasing dari dalam suatu negeri. Elemen itu jauh lebih licin namun bisa mengubah dirinya ke dalam berbagai bentuk.”

Dan siapa para pribumi/”elemen kecil” yang dimaksud?

Silakan diinvestigasi.

Jakarta, 31 Desember 2015

Dokumen-dokumen sehubungan tulisan di atas, dapat dilihat di buku tulisan Batara R. Hutagalung: “Serangan Umum 1 Maret 1949. Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia”, Penerbit LKiS, Yogyakarta, 2010. 742 halaman.

(ts/TAMAT)

Tulisan ini dimuat kembali agar kita, kaum Muslimin Indonesia, tidak lupa sejarah jika kita adalah pemilik sah negeri ini, karena negeri ini dimerdekakan oleh orangtua kita, bukan mereka yang berkhianat dan melayani penjajah Belanda! Lawan siapa pun yang mengkhianati negeri kita tercinta ini!


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Dialektik

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Dialektik. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Dialektik Sebagai doktrin kemajuan yang paling menyeluruh dan mendalam, dan yang paling kaya dalam isi kandungan, dialektik Hegelian dianggap oleh Marx dan Engels sebagai pencapaian terbaik falsafah Jerman klasik. 

Mereka berpendapat bahawa mana-mana formulasi prinsip mengenai kemajuan, mengenai evolusi, adalah berat sebelah dalam isu kandungan, dan hanya dapat memesongkan dan mencederakan aliran kemajuan sebenar (yang sering kali berlaku dalam lompatan-lompatan, dan melalui malapetaka dan revolusi) dalam Alam dan masyarakat.

“Hampir hanya Marx dan saya yang terdapat untuk menyelamatkan dialektik sedar [dari kebinasaan idealisme, termasuk Hegelianisme] dan mengamalkannya dalam konsep Alam materialis… Alam adalah bukti dialektik, dan ia perlu dikatakan bagi sains semula jadi moden bahawa ia telah memberikan bahan-bahan yang sangat kaya [ini ditulis sebelum perjumpaan radium, eletrok, unsur-unsur transmutasi dan sebagainya!] dan seharian bagi ujian ini, dan maka telah membuktikan bahawa dalam kajian terakhir, proses Alam adalah bersifat dialektik dan bukannya metafizikal.”

Fikiran asas hebat,” tulis Engels, bahawa dunia tidak patut difahami sebagai sebuah kompleks benda-benda yang sedia wujud, di mana benda-benda mengandungi tidak kurang daripada imej-imej minda mereka dalam kepala-kepala kita, iaitu konsep-konsep, melalui perubahan tanpa halangan dalam menjadi wujud dan meninggal semula… fikiran asas hebat ini telah, terutamanya pada masa Hegel, memasuki kesedaran biasa dengan begitu menyeluruh sehingga dalam sifat umum ini ia jarang sekali di bantah.

Tetapi untuk mengakui fikiran asas ini dalam kata-kata dan untuk mengamalkannya dalam realiti dengan terperinci pada setiap arena kajian adalah dua perihal yang berbeza… Bagi falsafah dialektik, tidak ada apa-apa yang mutlak, akhir, suci. Ia mendedahkan sifat peralihan semuanya dan dalam semuanya; tidak ada apa-apa yang dapat kekal sebelumnya kecuali proses tanpa halangan menjadi wujud dan meninggal semula, peningkatan tanpa akhirat dari yang rendah ke yang tinggi. Dan falsafah dialektik sendiri hanyalah pencerminan proses ini dalam pemikiran otak.” Maka, menurut Marx, dialektik adalah “sains hukum-hukum gerakan umum, biarpun dunia luaran mahupun pemikiran manusia.”

Aspek revolusioner dalam falsafah Hegel ini dipupuk dan diperkembangkan oleh Marx. Materialisme dialektik “tidak memerlukan apa-apa falsafah berdiri di sains-sains yang lain.” Dari falsafah dahulu, terdapat “sains pemikiran dan logik hukum-rasmi dan dialektik.” Dialektik, seperti yang difahami oleh Marx, dan juga secara selari dengan Hegel, melibatkan apa yang kini dinamakan teori pengetahuan, atau epistemologi, yang, juga, perlu menganggap perihal subjeknya secara bersejarah, mengkaji dan mengumumkan punca dan kemajuan pengetahuan, peralihan dari bukan pengetahuan kepada pengetahuan.

Pada masa kita, idea kemajuan, idea evolusi, telah hampir sepenuhnya memasuki kesedaran sosial, hanya dalam cara-cara lain, dan bukannya melalui falsafah Hegelian. Namun, idea ini, seperti yang diterajui oleh Marx dan Engels pada dasar falsafah Hegel, adalah lebih mendalam dan jauh lebih kaya dalam kandungan daripada aliran idea evolusi mutakhir.

Sesuatu kemajuan yang mengulang, seperti itu, tahap-tahap yang sudah berlalu, tetapi mengulanginya dalam cara yang berlainan, pada dasar yang lebih tinggi (“penafian terhadap penafian”), sesuatu kemajuan, untuk mengatakannya, yang berlaku dalam pusaran, bukannya mengikut garis lurus; “jurang dalam penerusan”; perubahan kuantiti menjadi kualiti; naluri-naluri dalaman menuju kemajuan, dihadiahkan oleh percanggahan dan konflik pelbagai kuasa dan aliran bertindak pada badan tertentu, atau di dalam fenomena tertentu, atau dalam masyarakat tertentu; saling pergantungan dan hubungan paling rapat dan tidak dapat dileburkan di antara kesemua aspek dari mana-mana fenomena (sejarah sentiasa mendedahkan aspek-aspek baru), hubungan yang memberikan proses gerakan seragam, dan abadi, proses yang mengikut hukum-hukum tertentu - inilah beberapa aspek dialektik sebagai doktrin kemajuan yang lebih kaya daripada doktrin biasa.

(rujuk kepada surat Marx kepada Engels pada 8hb Januari, 1868, di mana dia mengutuk “trikotomi-trikotomi kayu” Stein, yang memang gila untuk mengelirukan dengan dialektik materialis.)

Falsafah Materialisme

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Falsafah Materialisme. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Falsafah Materialisme Bermula dengan tahun-tahun 1844-1845, apabila pandangan-pandangannya mengambil bentuk, Marx merupakan seorang materalis dan khususnya pengikut Ludwig Feuerbach, yang kelemahan-kelemahannya Marx kemudiannya melihat hanya dalam konsep materialisme-nya yang tidak cukup mantap dan mendalam.

Bagi Marx, kepentingan bersejarah dan “pembuat zaman” Feuerbach terletak dalam pemisahan dengan idealisme Hegel dan dalam laungan materialisme, yang sudah “pada abad kelapan-belas, terutamanya materialisme Perancis, bukan sahaja merupakan perjuangan menentang pertubuhan-pertubuhan politik dan menentang… agama dan teologi, tetapi juga… menentang segala metafizik” (dari segi “spekulasi mabuk” seperti yang berbeza daripada “falsafah sedar”).

(The Holy Family dalam Literarischer Nachlas). “Bagi Hegel…” Marx menulis, “proses pemikiran, yang, di bawah nama ‘Idea’, dia mengubah menjadi subjek bebas, adalah demiurgos (pencipta, pewujud) dunia sebenar… Dengan saya, sebaliknya, yang sempurna adalah tidak lain daripada dunia materialis dicerminkan oleh minda manusia, dan diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk pemikiran” (Capital, Jilid I, Kata Pengantar kepada Edisi Kedua).

Dalam aliran yang sama sepenuhnya dengan falsafah materialis Marx ini, dan mengukuhkannya, Frederick Engels menulis dalam Anti-Dühring (dibaca olh Marx dalam manuskrip):

“Perpaduan dunia tidak terdiri dalam kewujudkan dunia… Perpaduan sebenar dunia terdiri dalam sifat materialis-nya, dan ini dibuktikan… oleh perkembangan falsafah dan sains semulajadi yang lama dan letih…”.

Gerakan adalah cara kewujudan jisim. Tidak pernah di mana-mana terdapatnya jisim tanpa gerakan, atau gerakan tanpa jisim, dan ia tidak dapat berlaku sebegitu… Tetapi jika… persoalan diutarakan: apakah pemikiran dan kesedaran sebenarnya, dan ia datangnya dari mana; ia menjadi jelas bahawa ianya adalah hasil otak manusia dan bahawa manusia sendiri adalah hasil Alam, yang telah berkembang dalam dan dengan alam semula jadi nya; maka, ia adalah jelas bahawa hasil-hasil otak manusia, dalam kajian terakhir sebagai hasil-hasil Alam, tidak bercanggah dengan hubungan-hubungan Alam yang lain tetapi adalah sejajar dengannya…

“Hegel merupakan seorang idealis, iaitu untuk mengatakan, pemikiran dalam mindanya adalah bagi dia bukannya lebih atau kurang imej-imej abstrak [Abbilder, pertimbangan; Engels kadang-kala mengatakan ‘tekapan’] benda-benda dan proses-proses tulin, tetapi, sebaliknya, benda-benda dan perkembangannya adalah bagi dia hanya imej-imej, dijadikan benar, bagi ‘Idea’ yang wujud di sesuatu tempat atau tempat yang lain sebelum dunia sendiri wujud.”

Dalam Ludwig Feuerbach di mana Engels mengutarakan pandangannya sendiri dan pandangan Marx mengenai falsafah Feuerbach, dan yang dihantar kepada pihak pencetak selepas dia telah membaca semula manuskrip lama yang ditulis oleh Marx dan dirinya sendiri pada tahun 1844-1845 mengenai Hegel, Feuerbach dan konsep materialis mengenai sejarah – dia menulis:

“Soalan asas besar mengenai segala falsafah, terutamanya falsafah mutakhir, adalah hubungan pemikiran dan kewujudan… jiwa kepada Alam… yang manakah utama, jiwa atau Alam… Jawapan-jawapan yang diberikan oleh ahli-ahli falsafah kepada soalan ini membahagikan mereka ke dalam dua kem besar. Mereka yang mendakwa keutamaan jiwa di bawah Alam dan, maka, dalam peristiwa terakhir, menganggap penciptaan dunia dalam satu bentuk atau bentuk yang lain… membuat perjanjian dengan kem idealisme.

Yang lain, yang menganggap Alam sebagai utama, adalah kepunyaan pelbagai sekolah materialisme.” Mana-mana kegunaan lain bagi konsep-konsep idealisme dan materialisme (falsafah) hanya membawa kekeliruan. Marx dengan nyata menolak, bukan sahaja idealisme, yang sentiasa dikaitkan dalam satu cara atau cara yang lain dengan agama, tetapi juga pandangan – yang sangat luas tersebar pada hari kita – Hume dan Kant, agnostikisme, kritikan, dan positifisme dalam bentuk-bentuk yang berlainan; dia menganggap falsafah tersebut sebagai pemberian ‘reaksioner’ kepada idealisme, dan paling baik sekali “cara malu untuk menerima materialisme dengan sulit, sambil menafikannya di hadapan dunia.”

Mengenai persoalan ini, lihat, di samping karya-karya oleh Engels dan Marx yang disebutkan di atas, surat yang Marx menulis kepada Engels pada 12hb Disember, 1868, di mana, merujuk kepada kata-kata ahli naturalis Thomas Huxley, yang “lebih bersifat materialistik” daripada biasa, dan sebutannya bahawa “selagi kita melihat dan berfikir, kita tidak dapat melarikan diri daripada materialisme,” Marx mengutuk Huxley keranan membiarkan “lubang terbuka” bagi agnostikisme, bagi Humisme. Ia adalah penting untuk menotakan pandangan Marx mengenai hubungan kebebasan dan kemestian:

“Kebebasan adalah penghargaan kemestian. ‘Kemestian adalah buta hanya sejauh mana ia tidak difahami’” (Engels dalam Anti-Dühring). Ini bermakna pengiktirafan perintah hukum-hukum objektif dalam Alam dan perubahan kemestian dialektik menjadi kebebasan (dalam cara yang sama seperti perubahan “benda dalam dirinya sendiri” tidak sedar tetapi dapat dijadikan sedar menjadi “benda bagi kita”, dari “jiwa benda-benda” menjadi “fenomena”).

Marx dan Engels menganggap materialisme ‘lama,’ termasuk falsafah Feuerbach (dan materialisme Büchner, Vogt dan Moleschott yang lebih ‘kasar’), mengandungi kelemahan-kelemahan berikut:

(1) materialisme ini “secara umumnya adalah mekanikal,” gagal untuk mempertimbangkan kemajuan-kemajuan terbaru dalam kimia dan biologi (pada hari ini, ia perlu ditambah: dan alam teori jisim elektrik); (2) materialisme lama adalah bersifat bukan bersejarah dan bukan dialektik (metafizikal, dan erti anti-dialektik), dan tidak mematuhi dengan berterusan dan mendalam kepada pendirian kemajuan; (3) ia menganggap “inti manusia” dalam abstrak, bukannya sebagai “yang paling rumit” (ditentukan secara kukuh dan bersejarah) daripada “hubungan-hubungan sosial,” dan maka hanya “mengkaji” dunia, manakala ia merupakan persoalan “mengubah” dunia, iaitu, ia tidak memahami kepentingan “aktiviti revolusioner praktis.”