Pertanian dan Bangkitnya Patriarki

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Pertanian dan Bangkitnya Patriarki. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Pertanian dan Bangkitnya Patriarki Berlawanan dengan pandangan umum tentang bangkitnya masyarakat pertanian, umat manusia tidaklah dengan sukarela memeluk pertanian sebagai cara hidup. Biasanya, orang beranggapan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka menemukan daerah-daerah subur yang cocok untuk bertani.

Namun, data-data arkeologi dan antropologi menunjukkan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka terdesak oleh perubahan kondisi alam, di mana kondisi yang baru tidak lagi memberi mereka kemungkinan untuk bertahan hidup hanya dari berburu dan mengumpul bahan makanan.

Peradaban pertanian yang pertama kali muncul adalah peradaban Sumeria dan Mesir. Keduanya lahir dari terdesaknya suku-suku manusia yang mengembara di dataran padang rumput yang kini dikenal sebagai Afrasia. 

Padang rumput kuno yang kini sudah musnah ini membentang dari daerah pegunungan Afrika Timur melalui Arabia sampai pegunungan Ural di Asia Tengah. Sekitar 8.000 - 11.000 tahun yang lalu, ketika Jaman Es terakhir telah berakhir, padang rumput ini mengalami ketandusan akibat perubahan iklim. Ketandusan ini berawal dari daerah Arabia dan meluas ke utara dan selatan.

Bersamaan dengan mengeringnya padang rumput ini, hewan-hewan buruan akan berpindah mencari tempat yang masih subur. Para pemburu dan pengumpul yang mengikuti hewan buruan ke utara akhirnya bertemu dengan lembah sungai Efrat dan Tigris, sementara yang ke selatan bertemu dengan lembah sungai Nil. Pada masa itu, sebuah lembah sungai merupakan medan yang tak tertembus oleh manusia, contoh modern dari lembah-lembah sungai yang masih perawan seperti ini dapat kita lihat di Papua.

Karena terjepit antara dua keadaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka, kelompok-kelompok pemburu dan pengumpul ini akhirnya memutuskan untuk bergerak memasuki lembah-lembah sungai ini dan berusaha menaklukkannya - setidaknya, di lembah-lembah sungai ini masih tersedia air.

Proses penaklukan ini pasti berjalan dengan amat beratnya karena peralatan yang mereka miliki, pada awalnya, hanyalah peralatan untuk berburu. Kini mereka harus menciptakan improvisasi bagi alat-alat mereka supaya dapat digunakan untuk membersihkan lahan. Karena peralatan mereka yang primitif itu, proses pembukaan lahan ini dapat berlangsung beratus tahun lamanya. Sementara jarang ada binatang buruan yang akan mengikuti mereka memasuki lembah-lembah sungai itu. Mereka dihadapkan pada keharusan untuk menemukan sumber makanan lain.

Dan di saat inilah, menurut data arkeologi, kaum perempuan muncul sebagai juru selamat. Mereka menggunakan ketrampilan mereka untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan bagi seluruh komunitas. Apa yang tadinya hanya pengisi waktu senggang kini menjadi sumber penghidupan utama seluruh masyarakat.

Keharusan manusia untuk menemukan cara-cara baru untuk mempertahankan hidupnya membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi dalam masa-masa sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi ini, apa yang tadinya hanya dapat dikerjakan bersama-sama (komunal) kini dapat dikerjakan secara sendirian (individual). Proses untuk menghasilkan sumber penghidupan kini berangsur-angsur berubah dari proses komunal menjadi proses individual.

Dan, hal yang paling wajar ketika pekerjaan sudah dilakukan secara individual adalah bahwa hasilnya kemudian menjadi milik individu (perorangan). Pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia.

Di samping itu, pertanian sesungguhnya menghasilkan lebih banyak daripada berburu dan mengumpul. Tiap kali panen, manusia menghasilkan jauh lebih banyak daripada yang dapat dihabiskannya. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan hasil lebih pada pri-kehidupan manusia.

Namun, hasil lebih ini tidaklah muncul secara kontinyu, melainkan dalam paket-paket. Sekali panen, mereka mendapat hasil banyak, namun hasil itu harus dijaga agar cukup sampai panen berikutnya. Hal ini menumbuhkan keharusan untuk menjaga dan membagi hasil lebih ini. Melalui proses ratusan tahun, kedua keharusan ini menumbuhkan tentara dan birokrasi. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan Negara pada pri-kehidupan manusia.

Sekalipun berlangsung berangsur-angsur selama ratusan tahun, pada satu titik, perubahan-perubahan kecil ini menghasilkan lompatan besar pada pri-kehidupan manusia. Terlebih lagi setelah pertanian diperkenalkan, baik melalui penaklukan atau melalui proses inkulturasi, pada peradaban-peradaban lain di seluruh dunia.

Dan salah satu perubahan penting ini terjadi pada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.

Pertama, pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian.

Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi terpenting di tengah masyarakat pertanian, bukan hanya berkenaan dengan kesuburan tanah melainkan juga tingkat kesuburan reproduksi perempuan.

Dan sebagai akibat logis dari keadaan ini kaum perempuan semakin tersingkir dari proses produktif di tengah masyarakat. Waktunya semakin lama semakin terserap ke dalam kegiatan-kegiatan reproduktif.

Kedua, teknologi pertanian yang maju semakin pesat ini ternyata malah membuat aktivitas produksi di sektor pertanian menjadi semakin tertutup buat perempuan. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa ditemukannya bajak (luku) telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi. Bajak merupakan alat pertanian yang berat, yang tidak mungkin dikendalikan oleh perempuan.

Terlebih lagi bajak biasanya ditarik dengan menggunakan tenaga hewan ternak, di mana pengendalian terhadap ternak memang merupakan wilayah ketrampilan kaum laki-laki. Intrusi (mendesak masuknya) peternakan ke dalam pertanian telah membuat ruang bagi kaum perempuan, yang keahliannya hanya dalam bidang pertanian, semakin tertutup.

Karena perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi, maka iapun semakin tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik (rumah tangga). Dan ketika perempuan telah semakin terdesak ke lapangan domestik inilah patriarki mulai menampakkan batang hidungnya di muka bumi.

Asal-usul Penindasan Perempuan

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Asal-usul Penindasan Perempuan. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Asal-usul Penindasan Perempuan Perempuan berderajat lebih rendah daripada laki-laki - inilah anggapan umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum, seperti "seorang istri harus melayani suami", "perempuan itu turut ke surga atau ke neraka bersama suaminya", dll.

Prasangka-prasangka ini mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-peraturan agama dan adat. Lagipula, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek-moyang kita, keadaannya memang sudah begini.

Tapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Para ahli antropologi sudah menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian.

Dalam masyarakat Indian Iroquis, misalnya, kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara. Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan mencopot ketua suku. 

Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis tidaklah diwariskan, melainkan merupakan penunjukan dari warga suku melalui sebuah pemilihan langsung yang melibatkan semua laki-laki dan perempuan secara setara. Keadaan ini berlangsung sampai jauh ke abad ke 19.

Dalam masyarakat Jermania, ketika mereka masih mengembara di luar perbatasan dengan Romawi, berlaku juga keadaan yang sama. Kaum perempuan mereka memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan kaum laki-lakinya. Peran yang mereka ambil dalam pengambilan keputusanpun setara karena setiap perempuan dewasa adalah juga anggota dari Dewan Suku.

Demikian pula yang berlaku di tengah suku-suku Schytia dari Asia Tengah. Di tengah mereka, bahkan perempuan dapat diangkat menjadi prajurit dan pemimpin perang.

Namun jika kita cermati lebih lanjut, masyarakat-masyarakat di mana kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara ini adalah masyarakat nomaden, yang mengandalkan perburuan dan pengumpulan bahan makanan sebagai sumber penghidupan utama mereka. Suku-suku Indian Iroquis sudah mulai bertanam jagung, namun masih dalam bentuk sangat sederhana.

Demikian pula yang berlaku di tengah masyarakat Jermania dan Schytia. Pertanian, bagi mereka, hanyalah pengisi waktu ketika hewan-hewan buruan mereka sedang menetap di satu tempat. Data-data arkeologi bahkan menunjukkan bahwa pertanian primitif ini hanya dikerjakan oleh kaum perempuan sebagai pengisi waktu senggang, dan tidak dianggap sebagai satu hal yang terlalu penting untuk dapat dikerjakan oleh seluruh suku secara bersama-sama.

Namun, ketika berbagai masyarakat manusia menggeser prikehidupannya ke arah masyarakat pertanian, seluruh struktur masyarakatpun berubah. Termasuk di antaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Vitalik Buterin Merenungkan Budaya Kripto, Struktur Tata Kelola Optimisme

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Vitalik Buterin Merenungkan Budaya Kripto, Struktur Tata Kelola Optimisme. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Vitalik Buterin Merenungkan Budaya Kripto, Struktur Tata Kelola Optimisme Vitalik Buterin menerbitkan utas Twitter tentang idealisme di kancah kripto dan struktur tata kelola Optimisme.

Saat Vitalik Buterin memposting, crypto mendengarkan. Pendiri Ethereum telah menjadi pemimpin penting - bahkan mungkin yang paling penting - untuk keadaan industri kripto.

Buterin kemarin menanggapi Surat Mendukung Kebijakan Fintech Bertanggung Jawab, yang ditulis dan ditandatangani bersama oleh 26 ilmuwan komputer, insinyur perangkat lunak, dan teknolog kepada Komite Jasa Keuangan.

Surat itu mendesak anggota parlemen untuk "mengambil pendekatan kritis dan skeptis terhadap klaim industri bahwa aset kripto (kadang-kadang disebut mata uang kripto, token kripto, atau web3) adalah teknologi inovatif yang sangat bagus."

Dibutuhkan sikap anti-crypto, menyebut produk keuangan berbasis blockchain sebagai "bencana bagi privasi finansial" dan mengatakan bahwa blockchains "kurang cocok untuk hampir setiap tujuan yang saat ini disebut-sebut sebagai sumber manfaat publik saat ini atau potensial."

Surat itu meminta "pendekatan yang benar-benar bertanggung jawab terhadap inovasi teknologi" dan meminta perlindungan investor (baca: regulasi) oleh anggota parlemen.

Buterin menanggapi surat itu dalam utas panjang , merenungkan ke mana crypto akan pergi dari sini. Dia mengatakan bagaimana komunitas crypto menjadi lebih bermusuhan selama 10 atau 15 tahun terakhir membuatnya sedih, dan terkejut melihat Cory Doctorow menandatangani surat itu. Doctorow dianggap sebagai pendukung pro-crypto, setelah menyampaikan pidato utama yang disebut "Desentralisasi, Demokratisasi, atau Mati" di DevCon 2018.

Buterin menyarankan beberapa kemungkinan penjelasan mengapa komunitas kripto berkembang dengan cara ini. Salah satunya mungkin karena komunitas yang berkembang menarik elemen yang tidak diinginkan:

"Ini adalah bagian yang tak terelakkan untuk menjadi lebih besar. Dalam gerakan non-keuangan juga, berbagai kelas norma dan seringkali penyusup segera pindah dari waktu ke waktu."

Buterin juga melihat penyebaran media sosial dan ketakutan akan distopia sebagai penjelasan yang mungkin, tetapi juga menunjukkan kasus penggunaan non-finansial yang positif dari teknologi blockchain, seperti ruang identitas Ethereum. Dia menyimpulkan:

"Saya kira kesimpulannya adalah, pemeliharaan perdamaian dan pencarian kerja sama perlu menjadi upaya eksplisit daripada perdamaian yang dianggap sebagai default."

Buterin tentang Optimisme Kemudian pada hari itu, Buterin juga menerbitkan pemikirannya tentang struktur pemerintahan baru Optimisme. Solusi lapisan dua Ethereum mengimplementasikan solusi tata kelola dua tingkat dengan menggunakan "Rumah Token" dan "Rumah Warga".

Token House terdiri dari pemegang token OP, sedangkan Citizen House terdiri dari pemilik NFT kewarganegaraan "yang terikat jiwa" yang tidak dapat dialihkan.

Buterin memuji pendekatan ini, dengan mengatakan:

"Optimisme secara eksplisit memiliki tujuan *selain* dari sekadar "membuat OP naik", dan satu-satunya cara untuk melakukannya dalam jangka panjang adalah dengan representasi eksplisit dari kepentingan non-pemegang token."

Pendekatan dua tingkat optimisme melihat kedua majelis berbagi tanggung jawab dalam proses tata kelola. Buterin telah lama menjadi pendukung kripto yang bergerak di luar mekanisme pemungutan suara yang ditentukan oleh harga token.

Dia mencatat:

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Vitalik Buterin Merenungkan Budaya Kripto, Struktur Tata Kelola Optimisme. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
di Tulis Oleh: Paus Koin


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Elon Musk dan Pendiri Dogecoin Jackson Palmer Beef di Twitter

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Elon Musk dan Pendiri Dogecoin Jackson Palmer Beef di Twitter. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Elon Musk dan Pendiri Dogecoin Jackson Palmer Beef di Twitter Elon Musk dan Jackson Palmer berdebat tentang cara menghapus bot Twitter.

Sementara upaya Elon Musk untuk membeli Twitter - secara tidak sengaja atau dirancang - terhenti, dia tidak diam di Twitter (seperti biasa).

Miliarder eksentrik dan CEO Tesla itu bekerja sama dengan salah satu pendiri Dogecoin Jackson Palmer atas sepotong kode yang seharusnya dapat membantu meringankan masalah robot spam Twitter.

Musk bersumpah untuk mengalahkan robot spam ketika dia mengajukan tawaran untuk platform tersebut. 

Tapi dia kemudian mengumumkan bahwa dia tidak bisa melangkah lebih jauh dengan kesepakatan itu sebelum Twitter tidak mengajukan bukti bahwa tidak lebih dari 5% akun di platform itu adalah bot.

Meskipun kedengarannya seperti dalih, Jackson Palmer mungkin punya solusi. Sayangnya, jika dia bisa dipercaya, Elon tidak mau mendengarnya.

Dalam sebuah wawancara dengan outlet berita Australia Crikey, Palmer mengatakan bahwa Musk telah menghubunginya untuk mendapatkan skrip untuk menghapus bot Twitter.

Sayangnya, "menjadi jelas dengan sangat cepat bahwa dia tidak mengerti pengkodean sebaik yang dia lakukan."

Mungkin tidak membantu bahwa Palmer menyebut Musk sebagai "grifter" setahun yang lalu, dengan mengatakan dia "menjual visi dengan harapan bahwa suatu hari dia dapat memberikan apa yang dia janjikan, tetapi dia tidak tahu itu."

Sama sekali tidak mengejutkan siapa pun, Elon tidak bisa membiarkan yang satu itu berdiri.

Tanggapannya di Twitter cukup...to the point:

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Elon Musk dan Pendiri Dogecoin Jackson Palmer Beef di Twitter. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Dan dia Menambahkan:

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Elon Musk dan Pendiri Dogecoin Jackson Palmer Beef di Twitter. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Musk terutama memiliki beberapa kata yang lebih baik untuk Billy Markus, salah satu pendiri Dogecoin lainnya. Meskipun, itu mungkin hanya karena Markus tidak mempertanyakan kemampuan membaca kode Musk:

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Elon Musk dan Pendiri Dogecoin Jackson Palmer Beef di Twitter. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Untuk saat ini, tawaran Musk untuk membeli Twitter masih tergantung pada keseimbangan dan robot spam tetap tak terkalahkan di platform.

di Tulis Oleh: Paus Koin


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Binance Labs Meluncurkan Dana $500 juta untuk Blockchain dan Web3

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Binance Labs Meluncurkan Dana $500 juta untuk Blockchain dan Web3. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Binance Labs Meluncurkan Dana $500 juta untuk Blockchain dan Web3 Binance menutup dana investasi besar-besaran dengan dukungan dari beberapa investor institusi global.

Binance mengeluarkan senjata investasi besar.

Lengan pendanaan ventura pertukaran Binance Labs mengumumkan peluncuran dana investasi $500 juta bekerja sama dengan DST Global Partners dan Breyer Capital. Dana ekuitas swasta lainnya, kantor keluarga, dan perusahaan dilaporkan bergabung dengan dana tersebut sebagai mitra terbatas.

Binance mengatakan dana tersebut akan diinvestasikan dalam proyek dalam tiga tahap berbeda: inkubasi, tahap awal, dan tahap akhir. Ini untuk fokus pada adopsi teknologi Web3 dan blockchain. CEO Binance Changpeng Zhao mencatat:

"Dalam lingkungan Web3, hubungan antara nilai, orang, dan ekonomi sangat penting, dan jika ketiga elemen ini bersatu untuk membangun ekosistem, itu akan mempercepat adopsi massal teknologi blockchain dan kripto. Tujuan dari investasi yang baru ditutup fund adalah untuk menemukan dan mendukung proyek dan pendiri dengan potensi untuk membangun dan memimpin Web3 di seluruh DeFi, NFT, game, Metaverse, sosial, dan banyak lagi."

Binance Labs sudah menjadi pemain utama dalam ruang pendanaan VC crypto, setelah mendanai beberapa proyek sukses seperti Audius, Axie Infinity, STEPN, dan banyak lainnya.

Menurut rilisnya, investasi tahap awal akan dilakukan di semua sektor kripto seperti DeFi, NFT, game, Metaverse, sosial, dan platform adopsi kripto. Investasi tahap akhir, di sisi lain, akan fokus pada perusahaan yang lebih matang yang menargetkan kemitraan strategis dengan Binance.

di Tulis Oleh: Paus Koin


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Kesejajaran Arsitektur Bangunan Suci India dan Jawa Kuna

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kesejajaran Arsitektur Bangunan Suci India dan Jawa Kuna. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Kesejajaran Arsitektur Bangunan Suci India dan Jawa Kuna Telah banyak teori yang mencoba menjelaskan perihal bagaimana caranya pengaruh kebudayaan India (Hindu-Buddha) sampai ke kepulauan Indonesia. Hal yang sudah pasti adalah berkat adanya pengaruh tersebut penduduk kepulauan Indonesia kemudian memasuki periode sejarah sekitar abad ke-4 M.

I

Menurut J.L.A Brandes (1887) penduduk Asia Tenggara termasuk yang mendiami kepulauan Indonesia telah mempunyai 10 kepandaian menjelang masuknya pengaruh kebudayaan India, yaitu:
(1) mengenal pengecoran logam,
(2) mampu membuat figur-figur manusia dan hewan dari batu, kayu, atau lukisan di dinding goa,
(3) mengenal instrumen musik,
(4) mengenal bermacam ragam hias,
(5) mengenal sistem ekonomi barter,
(6) memahami astronomi,
(7) mahir dalam navigasi,
(8) mengenal tradisi lisan,
(9) mengenal sistem irigasi untuk pertanian,
(10) adanya penataan masyarakat yang teratur.

Dalam kondisi peradaban seperti itulah mereka kemudian berkenalan dan menerima para niagawan dan musafir dari India ataupun dari Cina.

Setelah berinteraksi dengan para pendatang dari India, maka diterimalah beberapa aspek kebudayaan penting oleh penduduk kepulauan Indonesia. Aspek-aspek kebudayaan dari India yang diterima oleh nenek moyang bangsa Indonesia benar-benar barang baru, yang tidak mereka kenal sebelumnya, yaitu:
  1. Aksara Pallava 
  2. Agama Hindu dan Buddha 
  3. Penghitungan angka tahun Saka
Melalui ketiga aspek kebudayaan dari India itulah kemudian peradaban nenek moyang bangsa Indonesia terpacu dengan pesatnya, berkembang dan menghasilkan bentuk-bentuk baru kebudayaan Indonesia kuna yang pada akhirnya pencapaian itu diakui sebagai hasil kreativitas penduduk kepulauan Indonesia sendiri.

Dengan dikenalnya aksara Pallava, atau sering juga disebut dengan huruf Pascapallava, nenek moyang bangsa Indonesia mampu mendokumentasikan pengalaman dalam kehidupannya. Terbitnya prasasti-prasasti dari kerajaan-karajaan kuna, penggubahan karya sastra dengan berbagai judul, serta dokumentasi tertulis lainnya adalah berkat dikenalnya aksara Pallava. Bahkan di masa kemudian aksara Pallava itu kemudian “dinasionalisasikan” oleh berbagai etnis Indonesia, maka muncullah antara lain aksara Jawa Kuna, Bali Kuna, Sunda Kuna, Lampung, Batak, dan Bugis.

Wilayah kepulauan Indonesia segera memasuki zaman sejarahnya ketika sumber tertulis yang berupa prasasti awal telah dijumpai di wilayah ini. Sebagaimana diketahui prasasti-prasasti pertama itu terdapat di wilayah Jawa bagian barat dan Kalimantan Timur. Di Jawa bagian barat berkembang institusi kerajaan yang bercorak kebudayaan India pertama kali, yaitu Tarumanagara yang salah satu rajanya bernama Purnnavarmman. 

Dalam pada itu di Kalimantan Timur juga berkembang sistem kerajaan yang sama, berkat peninggalan-peninggalan prasasti Yupa yang masih bertahan hingga kini, diketahui adanya kerajaan kuna di wilayah Kutai, rajanya yang dikenal dalam prasasti bernama Aswawarmman. Walaupun di kedua lokasi tersebut prasasti-prasastinya belum mencantumkan kronologi yang pasti, tetapi dapat diduga bahwa kerajaan-kerajaan pertama di bumi Nusantara itu berkembang pada sekitar abad ke-4 M.

Prasasti yang berangka tahun pertama dijumpai di wilayah Jawa bagian tengah, disebut prasasti Canggal yang berangka tahun 652 Saka atau 732 M. Prasasti itulah yang merupakan bukti awal bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah menghitung tahun, dan system penghitungan yang dipakai merekam adalah penghitungan tahun Saka dari kebudayaan India. Sejak saat itu masyarakat Jawa Kuna seterusnya mencantumkan data kronologi untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupannya, tahun-tahun tidak lagi lewat dan diabaikan begitu saja.

Akibat diterimanya agama Hindu-Buddha oleh penduduk kepulauan Indonesia terutama Jawa, maka banyak aspek kebudayaan yang dihubungkan dengan kedua agama itu menjadi turut berkembang pula. Hal yang dapat diamati secara nyata terjadi dalam bidang seni arca dan seni bangun (arsitektur). Bentuk kesenian lain yang turut terpacu sehubungan dengan pesatnya kehidupan agama Hindu-Buddha dalam masyarakat adalah seni sastra. Banyak karya sastra dan susastra yang digubah dalam masa Hindu-Buddha selalu dilandasi dengan nafas keagamaan Hindu atau Buddha. Juga diuraikan perihal ajaran agama yang dianyam dengan cerita-cerita yang melibatkan para ksatrya dan kerajaan-kerajaan atau kehidupan pertapaan.

Dalam hal seni arca sudah tentu, penggarapannya selalu dibuat untuk keperluan keagamaan. Di Jawa pernah berkembang suatu bentuk kesenian yang disebut bentuk “Kesenian Terikat”. Bentuk kesenian itu selalu terkait dengan kehidupan keagamaan, kesenian yang dikembangkan oleh para seniman (silpin) didedikasikan kepada keperluan agama. Bentuk kesenian terikat sukar untuk berubah, sebab kesenian itu tidak saja dikaitkan dengan agama tetapi juga dipersembahkan untuk kehidupan agama suatu komunitas (Vogler 1948).

Seniman sebagai sosok individual dirasakan tidak perlu untuk ditampilkan, kalaupun disebutkan misalnya dalam karya-karya sastra nama seniman pujangga itu ditulis dengan panggilan samaran seperti Prapanca (lima kekurangan), Tantular (tidak bisa bertutur), Nirartha (tidak punya harta), dan lainnya lagi. Sedangkan dalam bidang seni arca atau pun arsitektur, diri seniman pembuatnya tidak pernah ada disebutkan. 

Dalam hal seni bangunan suci dalam masa Jawa Kuna tidak pernah diketahui siapa nama arsiteknya, karya arsitektur tersebut dianggap sebagai suatu karya komunal, suatu karya yang didedikasikan bagi kehidupan agama dalam masyarakat pada suatu masa di suatu wilayah. Oleh karena itu hasil kajian dapat menyimpulkan relief cerita apa saja yang dipahatkan di Candi Borobudur, berapa kubik balok batu yang dipergunakan untuk membangun candi itu, berapa jumlah stupanya, dan lainnya lagi, namun tidaklah dapat diketahui siapa arsitek perancangnya. Apalagi arsiteknya, nama raja yang menganjurkan untuk mendirikan Candi Borobudur pun sampai sekarang masih belum dapat diketahui secara pasti.

Dalam pandangan tradisional para perancang dan penaja (sponsor) suatu karya arsitektur semegah apapun, agaknya tidak perlu untuk ditonjolkan. Dalam pandangan itu karya arsitektur masih terkait erat untuk keperluan agama, seni, dan masyarakat. Dalam Bagan I terlihat hubungan karya arsitektur dengan butir-butir lainnya.

II

Pada bagan tersebut terlihat kaitan antara masyarakat-seni-agama saling berasosiasi, ketiganya menunjang terbentuknya suatu karya arsitektur. Dengan demikian suatu karya arsitektur sebaik apapun, apabila dalam pandangan masyarakat dan apalagi dianggap tidak sesuai dengan kaidah keagamaan Hindu atau Buddha, sudah tentu karya arsitektur tersebut tidak mendapat apresiasi, bahkan mungkin sekali diabaikan saja atau malahan dibongkar kembali. Lain halnya apabila karya arsitektur tersebut dipandang memenuhi hasrat kehidupan keagamaan masyarakat, maka struktur yang paling sederhana pun akan tetap diapresiasi dan dianggap sebagai objek sakral.

Kesenian terikat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuna, sangat mungkin telah berakar jauh dalam zaman ketika pengaruh India belum masuk ke kepulauan Indonesia. Melalui berbagai peninggalan megalitik dapat diketahui bahwa penduduk kepulauan ini telah mengenal adanya religi yang mengkultuskan arwah nenek moyang.

Bentuk penghormatan terhadap arwah leluhur tersebut berkembang seiring dengan pemujaan terhadap tempat-tempat tinggi seperti lereng gunung, dataran tinggi, dan puncak-puncak gunung. Sebagai media pemujaan dalam relii tersebut merekam mendirikan bangunan-bangunan megalitik di daerah ketinggian tersebut, seperti menhir, dolmen, kubur batu, teras bertingkat (punden berundak), dan susunan batu-batu artifisial lainnya. Kultus leluhur tersebut untuk beberapa waktu agaknya telah “diendapkan” ketika pengaruh agama Hindu-Buddha sedang berada di puncak perkembangannya antara abad ke 8-10 M di wilayah Jawa bagian tengah. Kemudian setelah diendapkan beberapa lama, religi yang dikembangkan dalam masa perundagian itu lalu hidup kembali dalam era Majapahit antara abad ke 14-15 M.

Dengan demikian ketika pengaruh kebudayaan India masuk dan diperkenalkan di tengah-tengah masyarakat prasejarah di kepulauan Indonesia, mereka bukanlah suatu masyarakat yang liar dan biadab, tetapi benih kebudayaan India itu disemaikan di lahan yang tepat dan subur, masyarakat prasejarah Indonesia yang beradab.

III

Karya Arsitektur awal yang masih dapat bertahan hingga kini dari masa perkembangan agama Hindu-Buddha di Jawa hanya beberapa bangunan saja. Misalnya Candi Gunung Wukir di Magelang, beberapa candi di dataran tinggi Dieng, candi-candi Gedong Songo di Ambarawa (Jawa Tengah), dan Candi Badut di Malang (Jawa Timur). Di antara candi-candi tersebut yang dihubungkan dengan prasasti yang berkronologi adalah Candi Gunung Wukir dengan prasasti Canggal (tahun 732 M) dan Candi Badut dengan prasasti Dinoyo (tahun 760 M).

Candi Badut keadaannya jauh lebih baik dari pada Candi Gunung Wukir karena bangunan itu masih menyisakan bagian kaki dan tubuhnya, sedangkan atapnya tidak ada lagi karena rusak (runtuh). Adapun candi-candi Pervaranya yang berjumlah 3 bangunan hanya tersisa pondasinya saja. Sedangkan di situs Candi Gunung Wukir sekarang ini hanya dijumpai sisa bangunan candi, yaitu bagian kaki candi terbawah yang di permukaannya dalam posisi yang miring terdapat batu yoni. 

Di depan sisa candi itu masih terdapat 3 candi Pervara yang hanya meninggalkan bagian kaki dan sedikit dinding tubuhnya, atap candi-candi Pervara itu tidak ada lagi. Akan halnya candi-candi Dieng dan Gedong Songo strukturnya masih relatif utuh, ada bagian kaki, tubuh, dan atapnya, walaupun memang tidak sempurna sekali. Ukuran candi-candi itu pun relatif kecil apabila dibandingkan dengan candi-candi yang dibangun dalam masa yang kemudian.

Sangat mungkin ketika pengaruh agama Hindu-Buddha mulai diterima dan berkembang dalam masyarakat Jawa Kuna, tradisi mendirikan bangunan suci dalam bentuk lengkap seperti pada umumnya, yaitu terdiri dari kaki, tubuh, dan atap bangunan masih belum dikenal secara baik. Jacues Durmacay seorang arsitek yang mendalami peninggalan arsitektur Jawa Kuna pernah menyatakan bahwa pada awalnya bangunan suci dalam masyarakat Jawa Kuna (candi) tidak didirikan dalam bentuk lengkap, melainkan hanya berupa bangunan batur (soubasement) yang di permukaannya diletakkan objek-objek sakral (Lingga-Yoni dan arca-arca), jadi candi-candi bersifat terbuka dan arca utama kelihatan dari luar (Dumarcay 1999: 415). 

Objek sakral itu kemudian dinaungi oleh atap dari bahan yang mudah rusak, seperti ijuk, jalinan rumput ilalang kering, kayu dan bambu. Oleh karena itu bagian atap tidak dapat dijumpai lagi hingga sekarang. Pada sekitar awal abad ke-9 terjadi perombakan besar-besaran terhadap bangunan-bangunan suci demikian, dengan ditambahi dengan dinding, relung-relung, serta struktur atap yang terbuat dari bahan yang tahan lama (batu). Pendapat itu didasarkan pada dijumpainya beberapa susunan perubahan dan tambahan pada beberapa candi di Jawa Tengah, misalnya pada candi Bima di Dieng, Candi Lumbung di daerah Prambanan, dan candi-candi Pervara di kelompok percandian Sewu (Dumarcay 1999: 416--7).

Demikianlah agaknya setelah pengaruh dari India itu mulai lancar memasuki masyarakat Jawa Kuna, maka bangunan-bangunan suci yang didirikan di Jawa pun dibuat sesuai dengan kaidah ajaran Hindu atau Buddha. Bentuk candi-candi di Jawa kemudian ada yang mirip dengan kuil-kuil pemujaan dewa yang ada di India.

Terdapat kemungkinan bahwa beberapa bangunan bangunan candi di Jawa bagian tengah bentuk arsitekturnya diilhami oleh bangunan-bangunan suci di India. Beberapa bangunan di Mahabalipuram seperti Arjuna Ratha, Draupadi Ratha dan Dharmaraja Ratha dan beberapa bangunan lainnya yang merupakan peninggalan dinasti Pallava bentuknya sangat mirip dengan candi-candi di dataran tinggi Dieng (Nath 1996: Plate XXIX-XXX, & XXXII)

Agaknya gaya arsitektur bangunan suci masa Gupta dan sesudah Gupta di daerah tengah dan barat India, serta arsitektur bangunan suci yang dikembangkan oleh dinasti Pala di wilayah timur laut India dapat dipertimbangkan pula sebagai akar bagi pengembangan bangunan-bangunan candi di Jawa bagian tengah (Chihara 1996: 98-9). Begitupun bangunan Candi Bima di Dieng sangat mungkin juga didasarkan pada seni bangunan suci Orissa di India. Puncak atap Candi Bima yang sekarang telah rusak, sangat mungkin dahulu dihias dengan bentuk amalaka. Bentuk demikian biasa dijumpai menjadi penghias puncak atap sikhara pada kuil pemujaan dewa di India, misalnya pada bangunan Parasuramesvara di Bhuvanesvara (Coomaraswamy 1985: 202, plate 216).

Dalam hal pembangunan monumen-monumen keagamaan Hindu-Buddha di Jawa pada masa silam, agaknya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Ketika agama Hindu atau Buddha sudah diterima oleh masyarakat Jawa Kuna, konsep-konsep dasar tentang pembuatan bangunan suci, arca, dan ornamen lainnya pun kemudian diterima pula. Dalam bagan II terlihat sebagai berikut:

Setelah diterima oleh masyarakat Jawa Kuna, kemudian segala pengaruh budaya luar itu diolah kembali dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan budaya yang telah berkembang sebelumnya (kebudayaan prasejarah Indonesia). Penyesuaian itu terjadi pula akibat adanya kondisi alam yang sedikit berbeda antara tanah Jambhudvipa dan Jawadvipa.

Jadi ketika anasir budaya India, dalam hal ini agama Hindu-Buddha sudah mulai memasyarakat, mulai pula masyarakat Jawa Kuna mengkreasikannya kembali. Unsur-unsur luar itu tidak diterima begitu saja untuk ditiru. Oleh karena itu dalam hal pendirian bangunan suci, tidak pernah ada bangunan keagamaan Hindu-Buddha dalam masyarakat Jawa Kuna yang mirip sama sekali dengan kuil-kuil pemujaan dewa di India. 

Memang pada awal perkembangannya, terdapat bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah yang mengingatkan peneliti pada bangunan suci India. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, masih di wilayah Jawa Tengah, bangunan suci yang dirikan tidak banyak lagi mempertahankan corak keindiaannya, kecuali pada seni arca dan ornamennya. Bangunan-bangunan seperti itu misalnya dapat dijumpai di wilayah Jawa Tengah bagian selatan, yaitu Candi Barong dan Candi Ijo yang halamannya dibuat bertingkat-tingkat sebagaimana layaknya punden berundak dalam masa prasejarah.

Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di wilayah Jawa Timur (abad ke13—15 M) arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah memperoleh gayanya tersendiri. Bentuk arsitekturnya apabila diamati akan terdiri dari (a) candi-candi bergaya Singhasari, (b) gaya candi Jago, (c) gaya candi Brahu, dan (d) punden berundak. Dapat dikatakan pengaruh India dalam periode tersebut sudah mulai menipis, yang tampak terlihat adalah pada “permukaannya” saja.

Kompleks bangunan suci terluas di wilayah Jawa Timur, yaitu Candi Panataran pun bentuknya tidak lagi bercorak seperti bangunan suci yang telah dikenal sebelumnya di Jawa Tengah dalam era yang lebih tua. Bentuk bangunan-bangunan di dalam kompleks Panataran kebanyakan berupa arsitektur terbuka, menyebar, dan sebagiannya menggunakan bahan-bahan yang mudah lapuk. Apat dinyatakan bahwa kompleks Panataran tersebut merupakan prototipe bangunan-bangunan suci di Bali (pura) yang didirikan setelah keruntuhan Majapahit dalam awal abad ke-16 hingga sekarang ini (Bernet Kempers 1959: 90--4). Begitupun bentuk punden berundak yang dibangun di lereng gunung, terasakan sekali adanya upaya penghidupan kembali pemujaan arwah nenek moyang (ancestor worship) yang telah lama di kenal dalam zaman prasejarah.

Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam konsep-konsep keagamaannya saja, konsep-konsep kedewataan atau pun cerita-cerita epic yang kemudian digubah kembali oleh para pujangga Jawa Kuna. Dalam hal konsepsi keagamaan pun, hakekat tertinggi dalam agama Hindu dan Buddha dalam masa kerajaan Singhasari (abad ke-13 M) dan Majapahit (abad ke-14—15 M) telah dipadukan menjadi Bhattara Siva-Buddha. Hal yang menarik adalah bahwa perpaduan konsepsi dewata tertinggi itu pun kemudian dituangkan dalam bentuk bangunan suci, misalnya kehadiran nafas Siva dan Buddha akan dirasakan pada arsitektur Candi Jawi (Pasuruan) dan Candi Jago (Malang). Di Candi Jawi, unsur Buddha terlihat pada puncaknya, sedangkan di relung-relung tubuh candinya dahulu berisikan arca-arca Hindu-Saiva khas Jawa. Begitupun di Candi Jago, cerita relief yang dipahatkan banyak yang bernafaskan Hindu-Saiva, adapun arca-arca pelengkap candi itu semuanya bernafaskan Buddha Mahayana. Candi-candi yang bersifat perpaduan seperti itu agaknya sukar untuk ditemukan di Jambhudvipa.

IV

Tidak dapat diingkari bahwa arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah mendapat pengaruh yang kuat dari India. Hal itu terjadi seiring dengan diterimanya agama Hindu-Buddha dalam masyarakat Jawa Kuna. Karena sistem keagamaannya diterima, maka sudah tentu didirikanlah tempat-tempat suci sebagai sarana peribadatannya. Dalam perkembangannya, ternyata arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah mendapatkan coraknya tersendiri yang berbeda dengan bangunan sejenis di India.

Kenyataan seperti itu pada dasarnya tidak hanya terjadi di Jawa, tetapi juga dapat dijumpai di wilayah-wilayah lainnya di daratan Asia Tenggara, misalnya pada bangunan suci Campa, Khmer (Kamboja), dan Thailand. Pengaruh India tersebut mungkin masuk ke wilayah Asia Tenggara pada sekitar awal tarikh Masehi, kemudian pengaruh yang datang itu diolah kembali untuk dijadikan seperti milik sendiri oleh penduduk-penduduk pribumi yang menerimanya.

Dalam hal arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di India dan Jawa yang lebih dirasakan adalah adanya kesejajaran (parallelism) setelah agama Hindu-Buddha dari India diterima oleh masyarakat Jawa Kuna. Pada awalnya memang pengaruh India banyak mengilhami pendirian karya monumen keagamaan pada sekitar abad ke-8 M, ketika peradaban Hindu-Buddha baru mulai marak berkembang. Dalam periode selanjutnya karya arsitektur Jawa Kuna mendapatkan jalannya tersendiri untuk berkembang, berlanjut, atau pun punah.

Kesejajaran yang dapat diamati adalah dalam hal konsepsi dasarnya saja, sedangkan dalam segi visualisasi untuk menjadi bentuk kebudayaan materi (bangunan, arca dan relief), terdapat perbedaan yang nyata. Dalam hal konsepsi keagamaan pun apabila dikaji lebih mendalam tetap ada perbedaan, bukankah visualisasi menjadi kebudayaan materi adalah cerminan dari konsepsi. Dengan demikian mengapa candi-candi di Jawa berbeda dengan kuil-kuil pemujaan dewa di India, hal itu sangat mungkin karena cerminan konsepsi yang berbeda pula.

Pengaruh agama dari India yang datang ke Jawa diolah lagi oleh para pendeta-pemikir Jawa Kuna, lalu muncul gagasan yang memadukan hakekat Siva-Buddha. Oleh karena ada perpaduan itu, maka peralatan ritusnya pun menjadi berbeda, tidak lagi sama dengan di tanah asalnya.

-------------------
* Tulisan ini disampaikan pada acara SIMPOSIUM TENTANG IKATAN KEBUDAYAAN ANTARA INDONESIA DENGAN INDIA, yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan India Jawaharlal Nehru (Kedutaan Besar India) bekerja sama dengan Universitas Indonesia dan Bhaskara, di Auditorium Erasmus Huis Jakarta pada tanggal 30 Maret 2005.

PUSTAKA ACUAN 
  • BERNET KEMPERS, A.J., 1959, Ancient Indonesian Art. Amsterdam: C.P.J.van Der Peet. 
  • BOSCH, F.D.K, 1924, “A Hypothesis as to the Origin of Indo-Javanese Art”, Rupam No.17. 
  • BRANDES, J.L.A., 1887, “Een Jayapattra of acte van eene rechterlijke uitspraak van Saka 849, TBG. Halaman 98-147. 
  • BROWN, PERCY, 1959, Indian Architecture (Buddhist and Hindu Periods). Bombay: D.B.Taraporevala Sons & Co. Private Ltd. 
  • BUDIHARDJO, EKO, 1991, Architectural Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 
  • CHIHARA, DAIGORO, 1996, Hindu-Buddhist Architecture in Southeast Asia. Studies in Asian Art and Archaeology Continuation of Studies in South Asian Culture. Leiden-New York-Koln: E.J.Brill. 
  • CHRISTIE, JAN WISSEMAN, 1999, “Asian Sea Trade between the Tenth and Thirteenth Centuries and Its Impact on the States of Java and Bali” dalam Himanshu Prabha Ray (editor), Archaeology of Seafaring: The Indian Ocean in the Ancient Period. Delhi: Pragati Publications. 
  • COOMARASWAMY, ANANDA K., 1985, History of Indian and Indonesian Art. New York: Dover Publications, Inc. 
  • DUMARCAY, JACQUES, 1999, “Bentuk Kedua Candi Lumbung dan Candi Bima”, dalam Henri Chambert-Loir & Hasan Muarif Ambary, Panggung Sejarah: Persembahan Kepada Prof.Dr.Denys Lombard. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi asional, Yayasan Obor Indonesia. Hlm.415-424. 
  • SUMADIO, BAMBANG (Penyunting), 1984, Sejarah Nasional Indonesia II: Jaman Kuna.Jakarta: Balai Pustaka.

di Tulis Oleh: WIRJOSOEPARTO, SOETJIPTO, 1957, Seni Bangunan Kuno di Dieng. Jogjakarta: Kalimosodo.


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News arkeologi.net]

Harga Sawit di Riau Turun Rp27,01/Kg

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Harga Sawit di Riau Turun Rp27,01/Kg. (www.suriya-aceh.eu.org)-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Harga Sawit di Riau Turun Rp27,01/Kg Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit Riau umur 10-20 tahun periode 1-7 Juni 2022 tercatat sebesar Rp2.666,44/Kg atau menurun sebesar Rp27,01 kg dibandingkan harga seminggu sebelumnya Rp2639,43/kg.

"Penurunan harga sawit Riau tersebut dipicu kenaikan dan penurunan harga jual CPO dari perusahaan yang menjadi sumber data," kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Riau, Defris Hatmaja, di Pekanbaru, Riau, Rabu.

Ia mengatakan, untuk harga jual CPO, PTPN V tidak menjual komoditasnya pada minggu ini. Dari PT Sinar Mas Group menurun harga sebesar Rp60,86/kg dari harga minggu lalu, PT Astra Agro Lestari tidak menjual produknya minggu ini.

Berikutnya PT Asian Agri mengalami kenaikan harga sebesar Rp107,28/kg dari harga minggu lalu.

"Dari PT Citra Riau Sarana tidak melakukan penjualan minggu ini. PT Musim Mas tidak melakukan penjualan minggu ini. Sedangkan untuk harga jual kernel, dari PT Sinar Mas Group menjual komoditasnya dengan harga sebesar Rp6.980,00/kg. PT Asian Agri menjual komoditasnya dengan harga sebesar Rp 7.112,00/kg," katanya.

Sementara dari faktor eksternal, belum normalnya ekspor CPO dan kernel walaupun sudah diumumkan pencabutan larangan ekspor CPO.

Pada saat ini merupakan masa transisi, eksportir menjadi menunggu dan melihat-lihat/mengamati saja juga karena lelang CPO Riau di KPBN Jakarta juga tidak ada kesepakatan sesuai harga dasar penawaran lelang. Apalagi pasca terbitnya juknis Dirjendaglu Nomor 18/22 (bahwa rasio ekspor CPO ditetapkan oleh Dirjendaglu pada masa transisi saat ini).

Dampaknya tidak serta merta begitu dicabut larangan ekspor harga CPO bisa naik atau langsung bisa di ekspor CPO ke luar negeri.

Umumnya pembelian CPO/produk sawit jangka panjang (satu tahun), dampaknya para negara importir terbesar selama satu bulan pelarangan eksport, melakukan kontrak dengan Malaysia karena mereka butuh konsistensi/kepastian pasokan CPO.

"Dampak akibat kondisi diatas, karena pasar ekspor CPO belum normal, harga TBS yang kita tetapkan masih belum normal seperti yang kita harapkan," katanya.

di Tulis Oleh: Ade P Marboen


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News ANTARA]