G7 Ingin Mengatur Crypto ASAP

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-G7 Ingin Mengatur Crypto ASAP-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh G7 Ingin Mengatur Crypto ASAP Pejabat dari ekonomi industri terkemuka telah menyerukan regulasi kripto yang cepat menyusul gejolak minggu lalu.

Runtuhnya UST dapat menyebabkan pergeseran tektonik dalam lanskap regulasi kripto.

Menurut siaran pers Reuters , para pemimpin keuangan top dunia menyerukan regulasi cryptocurrency yang cepat dan komprehensif sehubungan dengan runtuhnya Terra dan UST. Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat adalah bagian dari G7.

Menurut laporan Cointelegraph, Gubernur Bank of France François Villeroy de Galhau mengatakan pada sebuah acara di Paris:

"Aset kripto dapat mengganggu sistem keuangan internasional jika tidak diatur, diawasi, dan dapat dioperasikan secara konsisten dan sesuai lintas yurisdiksi. Kami mungkin akan [...] membahas masalah ini di antara banyak masalah lainnya pada pertemuan G7 di Jerman minggu ini."

Menyusul pertemuan G7 di Koenigswinter, Jerman, awal pekan ini, tampaknya ada tulisan di dinding untuk regulasi kripto yang lebih banyak. Ketika keruntuhan Terra menghapus lebih dari $300 miliar kapitalisasi pasar di industri kripto, seruan untuk lebih banyak regulasi meningkat di berbagai negara.

Selama sidang kongres, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa stablecoin "menghadirkan risiko bagi sistem keuangan" dan (sekali lagi) menyerukan lebih banyak regulasi. Itu menggemakan seruan serupa oleh Ketua SEC Gary Gensler, yang terkenal mengatakan crypto tidak akan bertahan sepuluh tahun lagi tanpa regulasi.

Komisaris SEC Hester Peirce juga mempertimbangkan , mengatakan bahwa peristiwa minggu lalu kemungkinan akan mendorong Kongres untuk bekerja lebih cepat pada regulasi kripto.

di Tulis Oleh: Paus Koin


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Penggabungan Ethereum Akan Terjadi pada Bulan Agustus Mengatakan Core Dev

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Penggabungan Ethereum Akan Terjadi pada Bulan Agustus Mengatakan Core Dev-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Penggabungan Ethereum Akan Terjadi pada Bulan Agustus Mengatakan Core Dev Penggabungan semakin dekat dan bisa datang pada bulan Agustus, menurut pengembang inti.

Di komunitas Ethereum, semua mata tertuju pada The Merge, peralihan yang ditunggu-tunggu dan sering tertunda ke proof-of-stake.

Berita semakin banyak dan cepat sekarang, yang membuat Ethereans berharap bahwa inilah saatnya. Setelah shadow fork pertamanya yang sukses sebulan yang lalu, pengembang Ethereum Tim Beiko mengatakan The Merge akan datang dalam beberapa bulan setelah Juni. Ethereum testnet Ropsten akan bergabung dengan rantai bukti kepemilikannya sendiri pada bulan Juni juga.

Namun, pengumuman besar datang dari Preston Van Loon, pengembang inti Ethereum, yang mengatakan kepada peserta di konferensi Permissionless bahwa Penggabungan akan datang pada bulan Agustus jika semuanya berjalan sesuai rencana:

"Sejauh yang kami tahu, jika semuanya berjalan sesuai rencana, Agustus - itu masuk akal. Jika kita tidak perlu memindahkan [bom kesulitan], mari kita lakukan secepat mungkin."

Justin Drake, peneliti Ethereum lainnya, juga mengungkapkan "keinginan kuatnya untuk mewujudkan ini sebelum kesulitan meledak di bulan Agustus." Singkatnya, bom kesulitan Ethereum akan membuat jaringan menjadi sangat lambat sehingga para penambang tidak memiliki pilihan selain beralih ke rantai bukti kepemilikan yang baru.

Rantai utama Ethereum akan bergabung dengan rantai suar barunya, yang akan menjadi dasar dari apa yang sebelumnya dikenal sebagai "Ethereum 2.0." Sebagai bagian dari peningkatan ini, rantai suar akan berintegrasi dengan rantai pecahan - dengan kata lain; itu akan membagi jaringan Ethereum menjadi beberapa rantai, yang sangat meningkatkan throughput dan kecepatan transaksi.

Pasar prediksi juga setuju dengan penilaian tersebut. Polymarket sekarang menempatkan Penggabungan Ethereum sebagai peluang favorit yang akan terjadi sebelum 1 September, dan sebagai kunci virtual yang akan berlangsung pada tahun 2022.

Penantian panjang mungkin akan segera berakhir.

di Tulis Oleh: Paus Koin


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Problematika Ummat Islam Par-2

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Problematika Ummat Islam Par-2-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Problematika Ummat Islam Par-2 Di dalam bukunya, Muhammad Qutb selanjutnya menulis:

Pada saat manusia hidup mengikuti tuntunan ilahi dan mengikuti petunjuk serta hidayah-Nya, pada saat manusia telah benar-benar percaya kepada Allah, pada saat manusia bersembah sujud kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan thaghut-thaghut di muka bumi, pada saat manusia tak menyombongkan diri dengan meninggalkan syari'at ilahi dan membuat syari'at untuk dirinya sendiri, dan tidak memperkosa otoritas Allah sebagai Dzat satu-satunya yang berhak menentukan hukum; pada saat itu lenyaplah semua bentuk penyelewengan, kezaliman, penderitaan dan siksaan yang menimpa manusia akibat penyelewengannya dari akidah yang lurus. Pada saat itu tidak ada lagi perkosaan terhadap hukum, tidak ada manusia mendewa-dewakan dan tidak ada orang yang dapat bebas kemauannya kepada orang lain. (hal. 288)

Ketika Bertrand Russel mengumandangkan kata-katanya yang tersohor: “Zaman kekuasaan kulit putih telah berakhir…”, ia sama sekali tidak mengucapkannya sebagai ramalan. Ia mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya terjadi di muka bumi, kenyataan yang dilihat oleh seorang filosof masa kini dengan pemikirannya yang tajam, kenyataan yang tidak dapat dilihat oleh manusia awam di dunia, terutama yang menyandang “kaum terpelajar”. (hal. 259). Sesungguhnya yang dilihat oleh Russel adalah kejahiliyahan yang menantikan seluruh aba-aba keruntuhannya. Kehancuran itu tidak otomatis akan bermanfaat bagi umat manusia.

Hancurnya kejahiliyahan hanya membuka kesempatan bagi umat manusia untuk didasarkan pada kebajikan, bila mereka mau mengikuti petunjuk yang telah digariskan oleh tuntunan ilahi, serta yakin bahwa petunjuk itu merupakan kebenaran dari Allah sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri . Jika manusia tidak menggunakan kesempatan itu dan tidak berusaha sungguh-sungguh untuk memastikan kebenaran Allah di muka bumi, maka kebajikan itu tidak akan datang – secara otomatis kepada mereka; bahkan sebaliknya, mereka hanya akan pindah dari satu kejahiliyahan ke kejahiliyahan yang lain dan dari thaghut yang satu ke thaghut yang lain. (hal. 259-260)

Dalam kejahiliyahan manusia modern telah mengalami berbagai tatanan yang mencemaskan fikiran dan perasaannya. Kemudian dengan semua pengalaman manusia itu ternyata semakin bingung, semakin menderita, semakin meningkat dan kehilangan sendi-sendi kehidupannya, sehingga menjadi gila atau gila. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi manusia: Allah atau hancur! Setelah manusia menghayati pengalaman-pengalaman pahit-getir di bawah naungan jahiliyah modern, sunatullah itu menginspirasikan pilihan: kembali kepada tuntunan ilahi atau hancur! (hal.260)

Semua jenis kejahiliyahan masih akan bertahan selama di dalamnya terdapat beberapa kepingan, hingga saat kejahatannya telah menelan habis sisa-sisa yang tinggal. Pada saat ini kami telah tercekik semua dan tak dapat bernafas lagi. Pada saat masalah telah mencapai titik itu, terjadilah campur tangan kehendak ilahi dan terjadi pulalah perubahan. Namun kehendak ilahi itu mengubah keadaan lewat usaha dan gerak manusia sendiri. Mengenai hal itu Allah telah berfirman:

اللَّهَ لَا ا ا ا


“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra'du 11)

Campur tangan tersebut tegas dan keras: semua penjuru bumi akan tenggelam di dalam kezaliman. Atau, umat manusia menerima hidayah dan kembali Allah. Pada saat itulah manusia akan memasuki agama Allah secara berbondong-bondong. Kita semua adalah manusia-manusia yang berbaik sangka dalam menghadapi taqdir Allah. Kita tidak berprasangka buruk bahwa Allah SWT telah menetapkan suratan taqdir yang menghendaki kehancuran umat manusia. Kalau demikian halnya, maka tidak ada pilihan lain kecuali Islam, karena Allah telah berfirman:

الدِّينَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ


“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran19)

Sepanjang sejarah belum pernah ada sesuatu yang dapat melepaskan umat dari kejahiliyahan, kecuali Islam dalam maknanya yang luas dan menyeluruh, yaitu agama Islam yang diturunkan oleh Allah umat manusia melalui para Nabi dan Rasul: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad - shalawatullah 'alaihim . (hal. 262)

Kita akan dapat mengetahui bagaimana semua masalah itu akan menjadi lurus pada saat pikiran dan perasaan manusia telah menjadi lurus, karena pikiran adalah titik tolak semua perilaku manusia. Bila pikiran menyeleweng, perilakupun turut menyeleweng, dan bila pikiran telah menjadi lurus, maka perilakupun akan menjadi lurus. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah terjadi dalam pikiran yang lurus, yaitu di kalangan umat Islam yang secara langsung dibina dan diasuh sendiri oleh Rasul Allah saw; suatu ummat yang oleh Penciptanya disebut:

لِلنَّاسِ الْمَعْرُوفِ


الْمُنْكَرِ اللَّهِ


“Kalian adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, kebajikan dan mencegah kemungkaran serta beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran 110)

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Problematika Ummat Islam Par-2-"
ketika itu, semua segi kehidupan berjalan lurus dan menggerakkan kebangkitan besar dalam sejarah. Gerakan menerapkan tuntunan ilahi berjalan lancar dan hidayah ilahi-pun tersebar luas ke berbagai penjuru dunia. (hal.263). Semua yang telah diselewengkan oleh jahiliyah modern akan dapat dibetulkan oleh Islam. Penyelewengan terbesar yang ditimbulkan oleh segala jenis kejahiliyahan dan segala sesuatu yang berupa perbaikan pikiran dan perilaku, kebingungan, dan pengungkapan, muncul pada penyelewengan pikiran mengenai “Tuhan”. Itulah yang menjadi pangkal tolak semua penyelewengan manusia sehingga tidak lagi bersembah sujud kepada Allah dan tidak mau mengikuti agama-Nya sebagai tuntunan hidup satu-satunya.

Bukan secara kebetulan atau tanpa tujuan jika ayat-ayat Al-Qur'an yang turun di Makkah selama tiga belas tahun merupakan masalah pokok, yaitu tentang aqidah . Itu bukan semata-mata karena orang-orang Arab pada masa itu masih tenggelam dalam paganisme. Akan tetapi di samping itu juga karena hal tersebut merupakan poros seluruh kehidupan manusia. (hal.264). Maka, kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa menghadapi problematika masa kini, ummat Islam berpendapat: ISLAM IS THE SOLUTION.

Wallahu a'lam bish-shawwaab.

Kearifan Teknologi

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Kearifan Teknologi-"

Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit? Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin. Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar. (Albert Einstein)
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Kearifan Teknologi Ketika The Little Boy dan The Fat Man, dua bom atom AS, membubungkan cendawan merah di langit Kota Hiroshima dan Nagasaki tepat 59 tahun lalu yang diperingati pekan lalu, siapa pun akan miris membayangkannya. Wajah murka teknologi tampil beringas.

Sorotnya bukan cuma telah membumihanguskan kota logistik nan cantik Hiroshima, melainkan juga menebarkan paparan radiasi tinggi kepada penduduknya. Lalu ribuan orang mati terpanggang dan terkena efek somatik-genetik radiasi pengion.

Kemanusiaan kita pasti menyesalkan tragedi itu. Namun, seberapa jauh kita bisa belajar dari peristiwa ini, menyikapi sains dan teknologi secara arif? Ini adalah pekerjaan rumah kita.

Sains Dalam Praksis

Pasalnya, sains telah berkembang dengan sangat pesat. Ia yang semula terikat pada spiritualitas, terus bergeser ke arah praksis. Sains yang awalnya lebih merupakan aktivitas mental primum vivere, deinde philosophari (berjuang dulu untuk hidup baru setelah itu berfalsafah) telah menjelma dalam praksis sebagai "penjelas" (explain) dan "peramal" (predict) fenomena alam.

Namun, tonggak praksis sains yang paling menonjol adalah apa yang terjadi dalam Revolusi Industri melalui penemuan mesin uap (1769) oleh James Watt. Mimpi Francis Bacon dalam bukunya The New Atlantis sebagai negara yang sarat hi-tech mewujud. Menurut Capra dalam The Turning Point, "sejak Bacon, tujuan sains berubah menjadi pengetahuan yang dihambakan untuk menguasai dan mengendalikan alam, yakni untuk tujuan-tujuan yang antiekologis" (F Capra, 1997).

Bagaimana dahsyatnya revolusi yang mengawali era modern itu digambarkan Peter Gay dalam Age of Enlightenment, bahwa betapa para pengusaha pabrik baru tanpa kekangan hukum dan etika bergerak dengan penuh kekejaman dan tanpa norma kesusilaan. Mereka mempekerjakan anak-anak selama 14, 16, atau 18 jam per hari. Buruh terpaksa menerima peraturan-peraturan kejam, sedangkan hukuman bagi yang melanggar sangat keras dan bengis (Peter Gay, 1966).

Akhirnya gerakan Luddite pada tahun 1811 meledak dan menghancurkan mesin-mesin industri. Karenanya kenangan yang paling kuat atas masa itu bukanlah pada aplikasi sains termodinamika dan teknologi mesin uap itu sendiri, tetapi pada kenyataan bahwa James Watt telah mengubah struktur masyarakat petani dan bangsawan Inggris serta membelahnya menjadi kaum buruh-proletar dan majikan-borjuis yang saling bermusuhan, serta memunculkan tokoh sebesar Karl Marx.

Ketika Soddy menemukan fenomena pembelahan inti (nuclear fission) atau Enrico Fermi merancang reaktor pertama di bawah stadion sepak bola Universitas Chichago, tak ada gegap gempita yang membahana. Namun ketika Manhattan Project mengincar plutonium dari Reaktor B di Hanford Site, Nevada, beserta instalasi pengayaan uranium-235 untuk The Little Boy dan The Fat Man, maka tatanan global pun berubah. Bukan saja masyarakat Jepang yang kental dengan semangat Bushido dan rela mati demi kaisar berubah menjadi manusia-manusia individualis yang memandang miring Tenno Heika (kaisar), Kimigayo (lagu kebangsaan), dan Hinomaru (bendera nasional), bahkan nuklir telah mengubah struktur kekuatan politik-ekonomi global pasca-Perang Dunia II.

Perubahan Cepat

Kini gerak perubahan itu semakin cepat. Pertama, jarak yang semakin pendek antara penemuan sains dengan aplikasi teknologi. Dalam fisika atom, misalnya, dulu orang meneliti sama sekali tidak dengan maksud memperoleh sumber energi baru, tetapi lebih pada rasa ingin tahu tentang struktur terkecil materi. Namun, setelah ditemukan fenomena pembelahan inti, maka fisika atom sudah menjadi teknologi.

Artinya, semakin lama jarak antara penemuan sains dan produk teknologi semakin pendek. Di masa lalu selang waktu itu puluhan tahun, akibatnya sains masih menjadi domain publik meskipun teknologinya menjadi rahasia dagang yang diperjualbelikan. Namun, sekarang, selang waktu itu menyusut menjadi tahunan saja karena konsentrasi pemikiran dan komunikasi supercanggih antarsaintis. Akibatnya, sains pun menjadi rahasia dagang.

Kedua, perubahan posisi pusat-pusat keunggulan sains dan teknologi. Pusat-pusat keunggulan yang semula berada di universitas ini telah berpindah ke lembaga riset pemerintah. Kemudian dengan semakin pendeknya selang antara penemuan sains dan teknologi, tajamnya persaingan dagang, serta nilai tingginya nilai ekonomis penemuan sains, posisi ini diambil alih perusahaan.

Terjadi pergeseran paradigma (techno-paradigm shift) di mana SDM menjadi modal utama perusahaan-bukan perangkat fisik lainnya-dan perusahaan pun bukan sekadar memproduk barang dan jasa, tetapi pemikiran. Bahkan, dalam banyak perusahaan manufaktur Jepang, investasi dalam riset jauh lebih besar daripada investasi untuk modal dan berubah dari tempat untuk memproduksi barang menjadi tempat untuk berpikir (Fumio Kodama, 1995).

Fenomena ini tampak pula pada industri di Silicon Valley seperti Apple Computer, Intel, Hewlett-Packard, Xerox, Lucent Technology, dan IBM. Bahkan model technology-belts seperti Silicon Valley digandrungi banyak negara seperti Tsukuba (Jepang), Hsinchu (Taiwan), industri kimia di Basel, Swiss, atau Puspiptek, Serpong. Artinya, perusahaan telah menjadi center of excellence pengembangan sains dan teknologi.

Dengan demikian, semakin hari sains dan teknologi makin terintegrasi dan tunduk pada mekanisme pasar. Riset akan lebih bersifat market driven ketimbang academic driven. Bila demikian, bersama globalisasi, korporasi multinasional (MNC) dapat mendiktekan teknologi asing pada suatu negara. Ini harus diwaspadai karena mereka, menurut Stuart Sim dalam Nirmanusia, adalah kapitalis lanjut yang nafsunya tiada berujung untuk melakukan ekspansi dan inovasi teknologi untuk melenyapkan moralitas kemanusiaan (Sim, 2001).

Karenanya perlu perlawanan terhadap nirmanusia, yakni ambruknya kemanusiaan yang dirancang oleh teknologi maju. Manusia perlu menentang segala solusi yang nirmanusiawi yang didukung oleh kekuatan-kekuatan "tekno-sains", yakni teknologi plus sains, plus kapitalisme lanjut, dan korporasi-korporasi multinasional.

Inilah awal tragedi seperti Minamata, Bhopal, Chernobyl, atau kasus Buyat yang baru-baru ini merebak. Fenomena ini perlu dicermati karena kekuatan investasi berhasil mendiktekan munculnya regulasi semacam UU Sumber Daya Air dan UU Penambangan di Kawasan Hutan Lindung atau memenangkan Pemda DKI terhadap KLH-dalam kasus reklamasi pantura-yang ujung- ujungnya memarjinalkan kualitas ekologis kita.

Sejarah memperlihatkan, sains dan teknologi tidak serta-merta membawa kebahagiaan dan membuat hidup lebih mudah. Penyelewengan teknologi telah menjungkirbalikkan nilai manfaat itu. Karenanya teknologi secara aksiologis perlu dikendalikan etika manusiawi agar penyesalan Einstein di atas menjadi bermakna. Perlu adanya suatu kearifan teknologi, yakni kearifan bagaimana menggunakan teknologi secara wajar agar ia membawa berkah, bukan bencana.

Inilah yang perlu direnungkan saat memperingati tragedi Hiroshima-Nagasaki.

di Tulis Oleh: Mulyanto Direktur ISTECS (Institute for Science and Technology Studies), Doktor Bidang Teknik Nuklir, dan Pernah 6 tahun Tinggal di Jepang


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Krisis Penciptaan Sastra, Nalar Indra dan Nalar Dunia

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Krisis Penciptaan Sastra, Nalar Indra dan Nalar Dunia-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Krisis Penciptaan Sastra, Nalar Indra dan Nalar Dunia Setengah abad yang silam Soedjatmoko, cendekiawan yang pernah disebut sebagai Dekan Intelektual Bebas Indonesia, mengumumkan adanya "suatu krisis dalam kesusastraan kita". Di dalam tulisan yang merupakan "Pengantar" untuk edisi perdana majalah Konfrontasi, Juli-Agustus 1954, Soedjatmoko mengakui bahwa "banyak ciptaan yang memang berjasa serta adanya kelancaran dalam bahasa yang dipakai. Akan tetapi, ciptaan-ciptaan kesusastraan yang lebih besar masih saja ditunggu kehadirannya."

Bahasa memang medium yang dengannya sastra menghamparkan dirinya: menggelar kekuatannya sekaligus memamerkan krisisnya. Jika bahasa hanya dipandang sebagai ungkapan pikiran dan perasaan spontan manusia dengan memakai bunyi atau aksara, maka kita memang sulit melihat adanya krisis dalam sastra kita. Kita pun bisa dengan takzim bersepakat dengan HB Jassin atau siapa pun yang mengatakan "Kesusastraan Indonesia Modern Tak Ada Krisis".

Bahkan, sejak zaman Jassin menuliskan pembelaannya, kita sudah bisa membaca sejumlah karya sastra yang memamerkan kelancaran dalam bahasa yang dipakai. Setengah abad kemudian, kelancaran berbahasa sejumlah sastrawan muda kita kini bahkan sudah lebih baik dari generasi Jassin. Terlepas dari "apa" yang ingin mereka katakan, namun kemampuan "bagaimana" mereka mengatakannya jelas menunjukkan kelancaran berbahasa yang kian licin. Penggunaan bahasa dalam beberapa karya itu mencapai tingkat yang tidak jauh-jauh amat dari-bahkan hampir menyamai-kepiawaian berbahasa para pemenang hadiah Nobel, katakan seperti penggunaan bahasa Tony Morrison, Derek Walcott, atau JM Coetze.

Pada kulit luarnya, bahasa memang ungkapan pikiran dan perasaan manusia, tetapi pada intinya bahasa adalah pengorganisasian dunia: dimulai dengan pengorganisasian dunia kognitif yang kelak bergerak ke pengorganisasian dunia luar. Pengorganisasian dunia kognitif sudah dilakukan sejak penciptaan unsur dasar sastra seperti metafor yang, dalam kalimat Walter Benjamin, adalah perangkat di mana kesatuan dunia secara puitis disajikan. Kekerasan terorganisasi atas bahasa sehari-hari, seperti yang dipahami kaum Formalis Rusia, hanyalah salah satu cara yang mungkin untuk mengorganisasikan, dan mengorganisasikan ulang, dunia kognitif.

Sebagai bentuk khusus yang mengorganisasikan seluruh bidang semantik, sastra yang benar-benar kuat dan besar adalah sastra yang akhirnya menyeret kehidupan hanyut meniru separuh atau bahkan mungkin seluruh sastra tersebut. Sastra seperti ini, di mana kehidupan berpusar dan mengambil ilham darinya, tegak menjulang dengan bayang-bayang yang melintasi abad dan benua.

Jika bahasa dilihat sebagai pengorganisasian dunia dan sastra adalah wujud kesadaran dramatik atas pengorganisasian dunia itu, mungkin kita baru akan melihat krisis kita, yang bukan hanya krisis sastra (juga bukan sekadar krisis sastra berbahasa Indonesia). Krisis itu langsung menelanjangi diri dalam dua gejala paling menonjol penggunaan bahasa dalam sastra Indonesia, yang sudah sering diangkat sejumlah pengamat. Gejala pertama diperlihatkan oleh para penyair kita yang tampak begitu piawai menyusun puisi yang ganjil dan begitu tertatih-tatih ketika coba menyusun esai atau prosa yang kuat. Puisi-puisi mereka pun umumnya gelap. Dan, jika puisi-puisi itu cukup jernih, puisi itu terasa sebagai rekaman dari indra yang dilanda chaos.

Gejala kedua diperlihatkan oleh beberapa novelis kita yang paling menjanjikan. Mereka menulis novel dengan bahasa yang menari-nari. Tapi, novel ini sangat lemah dalam alur dan perwatakan. Gejala ini juga diperlihatkan oleh film-film kita yang gambarnya puitis, tetapi struktur ceritanya lemah. Sebagian sangat besar karya sastra dan seni kita, yang produksinya terus berjalan itu, memang mudah memelesetkan orang mengenang sebaris kalimat dalam novel Magic Mountain Thomas Mann. It was fresh-that was all. It lacked odor, it lacked content, it lacked moisture. It went easily into the lungs and said nothing to the soul.

Tentu saja tidak bisa dikatakan bahwa sama sekali tak ada karya seni dan intelektual di Indonesia yang bisa mengatakan sesuatu pada jiwa, tetapi jumlah mereka sangat sedikit dan kemunculannya pun sangat acak, dan karena itulah disebut krisis. Untuk sementara saya menyebut gejala luas ini sebagai dominasi nalar indra atas nalar dunia.

Data pertama bagi indra dan pengalaman manusia memang berada dalam keadaan yang begitu kompleks, bahkan kacau-balau. Sementara itu, alam yang tak bisa dipahami, betapapun mentah pemahaman itu, sungguh bukan alam yang bisa dihidupi. Kompleksitas data itu mengobarkan dalam benak manusia kerinduan akan penjelasan yang sederhana, yang bisa membantunya bertahan hidup.

Sebelum penjelasan yang sederhana itu diperoleh, manusia dan leluhur primatnya mengandalkan kelangsungan hidup pada indranya: pada apa yang langsung dilihat oleh matanya, pada apa yang langsung didengar oleh telinganya, pada apa yang langsung dirasakan oleh kulitnya. Nalar memang belum banyak digunakan, dan kalaupun dipakai maka itu lebih berupa nalar indra, yakni nalar yang disusun dengan mengandalkan data-data spontan indrawi. Nalar indra adalah nalar asosiatif yang cenderung mengaitkan sebuah tanda dengan peristiwa yang kaitan logisnya bisa sangat lemah, atau lebih tepatnya: dasar empiriknya sangat rapuh.

Secara linguistik, "nalar indra" merupakan oksimoron (contoh lain: cahaya gelap), sementara "nalar dunia" adalah pleonasme (contoh lain: cahaya terang). Sebagaimana tak ada cahaya yang benar-benar gelap, begitu juga tak ada makhluk hidup yang tak bernalar karena bahkan organisme bersel tunggal pun, dengan "sistem indra"-nya yang sederhana, terbukti memiliki penalaran sendiri yang membuatnya bisa meneruskan arus genetiknya di tengah dunianya yang terbatas. Kegiatan indra memang tak punya kaitan kuat dengan penalaran logis dan abstraksi kompleks. Indra mengaitkan diri pada trauma dan prasangka yang tak harus logis. Sementara kegiatan nalar adalah kegiatan yang dengan sendirinya membangun struktur; dari struktur yang sederhana ke struktur yang kian kompleks: dunia dengan dimensi ruang dan waktunya, di mana masa silam dihuni oleh lumbung pengetahuan dan masa depan diisi dengan abstraksi dan penyempurnaan dunia.

Yang pasti, strategi survival yang mengandalkan indra itu terbukti berguna terutama ketika informasi lingkungan memang kacau-balau, peristiwa-peristiwa terjadi seakan tanpa kaitan yang jelas. Tetapi, strategi ini hanya berguna untuk survival, bukan untuk berbudaya. Kebudayaan muncul ketika manusia mulai membangun pemahaman bahwa dunia pada dasarnya terstruktur, bahwa peristiwa-peristiwa terjadi karena sejumlah kaitan. Alam, betapapun, memang menunjukkan sejumlah keteraturan, lewat perubahan siang dan malam, pertukaran musim, lewat kelahiran dan kematian. Pengamatan dan ingatan atas keteraturan itu memberi jalan pada manusia untuk "memahami" kaitan-kaitan antarperistiwa, "membaca" tanda-tanda. Mereka membangun teknologi sosial bernama bahasa dan mitologi untuk mengorganisasikan pengalaman dan menstrukturkan dunia.

Jika pengetahuan diandaikan sebagai sistem kibernetik, maka pengetahuan dan strategi berpikir masyarakat pramodern adalah sistem saibernetik yang masukannya berasal dari apa yang dicerap indra. Padahal, orang sungguh tak harus belajar geologi, Marx, Freud atau Levi-Strauss untuk paham bahwa realitas yang spontan tercerap oleh indra manusia, kerap berasal dari suatu taraf yang lebih mendalam, yang tak tercerap jangkauan sempit indra. Karena ditata melulu di atas persepsi realitas yang spontan, sistem pengetahuan dan strategi berpikir masyarakat pramodern perlu waktu untuk sadar bahwa konstruksi kognitif yang dihasilkan oleh strategi berpikir itu bisa juga dimaterialkan dan diumpankan balik, di-reentry-kan ke dalam sistem itu, suatu kegiatan kognitif yang dalam literatur filsafat disebut refleksi dan dalam kibernetik disebut referensi diri. Setelah bekerja ribuan tahun, ditopang oleh suatu mekanisme nonlinier yang muncul dalam pemikiran sejumlah genius purba, sistem pramodern bisa juga menghasilkan sistem pengetahuan, sari pati perenungan dunia dan manusia, yang tak gampang diremehkan.

Selain karena masukannya yang jauh lebih luas dari apa yang bisa dicerap spontan indra manusia, pengetahuan ingeniur mengubah dunia dengan radikal dalam waktu begitu singkat, terutama karena kesadarannya mengumpanbalikkan dirinya ke dalam dirinya sendiri, yang terus memberi wawasan baru ke dalam semesta kenyataan. Referensi diri yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan, atau tepatnya peledakan, pengetahuan ilmiah secara eksponensial ini jadi sumber revolusi pemetaan kognitif dan perangkaan rujukan kosmologis manusia.

Adalah keperkasaan nalar dunia dan ilmu pengetahuan yang membuat dunia berubah demikian hebat. Metafor hari kemarin pun tanpa bisa dielakkan menjadi klise hari ini yang menuntut penciptaan metafor-metafor baru.

Revolusi dan perubahan dunia itu, bagi sebagian orang, terhampar sebagai proses mahadahsyat, yang dikira berada di luar kemampuan manusia untuk membayangkan, menangkap, mengerti, dan merasakannya. Bagi orang yang berada di pinggir, berputar-putar hanya luar pusaran penciptaan dunia baru itu, pendek kata, bagi mereka yang tak terlibat dengan produksi-pengertian kunci yang dipegang Bertolt Brecht dalam perdebatannya menghadapi George Lukacs-dunia telah berkembang di luar batas-batas yang bisa dipahami.

Menghadapi dunia yang berlari tunggang langgang menjauh dari batas-batas pengetahuan tradisionalnya, manusia akan cenderung bersikap defensif atau kehilangan orientasi. Sebagian menjadi masokhis dan menipu diri dengan cara yang patetis. Mereka pun membangun pemikiran yang mulanya mungkin terdengar revolusioner, tetapi akhirnya cuma layak dikuburkan, setidaknya dibongkar ulang karena pemikiran itu telah menjadi resep bagi primitivisasi dunia di mana manusia diminta untuk semata-mata bergantung pada indranya.

Neil Postman, misalnya, yang pernah dikutip penyair Adi Wicaksono, mendakwahkan perlunya suatu sikap yang cenderung tidak hirau terhadap kepaduan dan koherensi teks akibat empasan gelombang pasang ingar-bingar dunia tipografis yang diledakkan oleh revolusi ilmu dan teknologi. Yang dicari justru keterpecahan, ketercerai-beraian, fragmentasi, segregasi, benturan-benturan acak, suatu histeria yang diam-diam menghasilkan semacam sikap emoh struktur. Citra yang berpilin dengan citra, gambar yang tumpah dalam buncahan dan potongan-potongan gambar, cukuplah diterima sebagai empasan sensasi yang menyentuh indra penglihatan, tak perlu diusut hal ihwal di baliknya, tak penting benar apakah ada maknanya atau sekadar nonsens.

Dicarilah apa yang disebut Roland Barthes sebagai jouissance, suatu kenikmatan yang dihasilkan dari permainan bentuk yang semata-mata indrawi, dangkal dan wantah, bukannya suatu plaisir yang dapat menghasilkan semacam kenikmatan intelektual. Suatu permainan visual untuk tujuan permainan itu sendiri. Dan, di situ tak diperlukan koherensi dalam bentuk apa pun. Pengejaran kenikmatan indrawi secara ekstrem ini ditopang dengan penumpulan nalar dan pelaksanaan kekuasaan secara arbitrer, dihadirkan dan diejek dengan kuat, misalnya dalam film Pier Paolo Pasolini: Salo.

Seni dan pemikiran yang mengaitkan diri dengan semangat postmodern dekonstruksionis ini dalam beberapa hal memang layak dibongkar karena berdiri di atas sejumlah pengertian yang rapuh. Salah satu di antara pengertian yang nyaris mencapai tingkat iman itu adalah bahwa dunia dan kenyataan bersifat kacau-balau, terpecah-pecah, kaotis. Keyakinan yang meluas bahwa kenyataan bersifat kacau-balau atau arbitrer meletakkan kaum penghujat rasio itu sejajar dengan masyarakat primitif pra-ilmiah yang mengira bahwa bumi ini datar dan Matahari beredar mengitari bumi. Sekalipun pengalaman spontan dan indrawi menunjukkan bahwa kenyataan berwatak acak dan terpecah-pecah, tidak dengan sendirinya kenyataan dan dunia memang acak dan terpecah-pecah. Pengalaman memang bisa jadi guru yang sesat dan menyesatkan.

Reaksi terhadap perkembangan dan perubahan dunia yang luar biasa itu, dalam khazanah sastra Indonesia, menunjukkan banyak hal menarik. Dalam hampir semua karya sastra Indonesia, dunia yang dibentuk oleh sejarah dan manusia adalah tokoh yang tak pernah hadir. Dan, kalaupun hadir, ia lebih merupakan tamu yang tak diundang. Ia lebih sering muncul sebagai bahan yang digunjingkan setelah sebelumnya direduksi, bahkan dimutilasi dengan tak semena-mena. Dalam pergunjingan itu, dunia dicurigai, disepelekan, dijauhi.

Memang ada juga karya di mana dunia, dalam hal ini Barat, malah disembah secara membabi buta. Meskipun demikian, dalam khazanah sastra ini, dunia tidak hadir sebagai kawan dekat yang menghamparkan diri dengan segala kebesaran dan kompleksitasnya, dengan segenap proses pertumbuhan dan percobaannya, yang kadang menakjubkan kadang menggelikan, yang memberi ruang bagi penulis dan pembaca untuk tumbuh bersama mengembangkan dan mengkritik diri, memperpeka indra memperkaya rohani.

Karya yang disusun dengan jarak dari dunia memang memustahilkan munculnya kerja seni besar yang, dalam kalimat Soedjatmoko, seolah-olah membuka mata kita secercah kepada kebenaran yang dirasakan sebagai pengalaman langsung tetapi tak berwujud, sebagai kesadaran serta kejadian batin, yang oleh si pencipta seni ditangkap dan dipantulkan, seperti cahaya Matahari ditangkap intan permata dan terbias berpancaran aneka warna pada faset-fasetnya.

Dalam khazanah karya yang sudah terentang puluhan tahun itu, orang mudah naik pitam mencari karya dengan penjelajahan dan perayaan atas sesuatu yang jauh lebih besar ketimbang karakter-karakter atau tempat-tempat istimewa yang diuraikannya. Karya yang tidak benar-benar bergulat dengan dunia, tidak memahami benar logikanya, adalah karya yang memang memustahilkan hadirnya sebuah pandangan dunia, pengalaman eksplorasi sejumlah pertanyaan-pertanyaan besar tentang arah hidup individual dan sosial, tentang sebuah sistem keyakinan, tentang tradisi-tradisi masa silam dan kemungkinan-kemungkinan hari depan-tentang hal-hal besar yang dengannya kita mendefinisikan kebudayaan.

Yang gampang ditemukan adalah karya-karya di mana para sastrawan, mengutip satu baris Wing Karjo, ikut menuang racun berwarna-warni, dalam dunia yang menurut pengalaman indrawi mereka: karut-marut dan serba tak pasti. Dan, warna racun yang paling dominan adalah ungu, dengan berbagai gradasinya: psikologisme dengan berbagai kepekatannya. Mereka ini sibuk menularkan kesadaran palsu bahwa dunia memang tak terkontrol dan mustahil dipahami, bahwa dunia memang sebagaimana yang melulu dialami secara indrawi, bahwa upaya untuk membangun narasi besar, karena sejumlah kegagalannya, maka akan seterusnya ditakdirkan gagal.

Racun warna-warni itu dituang juga oleh para sastrawan yang paling hebat. Goenawan Mohamad jelas adalah penyair yang termasuk paling berjasa dalam memperkaya bahasa Indonesia. Yang menarik-atau justru tidak menarik-dari Goenawan adalah bahwa bahasa yang ia kembangkan adalah bahasa yang dilandasi oleh ketidaknyamanan terhadap dunia. Ia pernah menyebut sejarah yang hadir sebagai sesuatu yang brutal, kebudayaan sebagai trauma. Dibantu oleh sejumlah pemikiran postmodern, Goenawan pun memarodikan nalar dan ilmu, menghadirkannya sebagai sesuatu yang wataknya tak akan berubah dan akan selalu memiskinkan dunia.

Membuat parodi tentang nalar dan ilmu, lalu melancarkan kritik terhadapnya, memang tidak dengan sendirinya mencerminkan pengetahuan dan kritik yang memadai terhadap nalar dan ilmu. Terbukti bahwa kritik nalar dan ilmu terhadap dirinya jauh lebih revolusioner dan tentu saja lebih produktif dibandingkan dengan kritik yang datang dari luar.

Kecurigaan Goenawan terhadap nalar dan ilmu, yang rupanya punya banyak pengekor itu, tampil bersama dengan kecurigaan terhadap bahasa ilmu dan teknologi, yang mutlak membutuhkan konsep yang jelas, makna yang taksa, arti yang tak terbantah; bahasa yang dikira sebagai bahaya maut bagi kehidupan puisi Indonesia.

Ketaksukaan terhadap bahasa dengan makna taksa itu, bahasa matematika, misalnya, sudah muncul antara lain lewat Heidegger yang mempersoalkan calculability and certitude of representation. Matematika memang memberi ilmu sebuah bahasa yang transparan dan telah kehilangan seluruh rahasia ontologisnya sehingga memungkinkan munculnya makna yang tunggal dan stabil. Sebagai bahasa, matematika telah dimurnikan dari sifat acak absolut bahasa sehari-hari, sebelum adanya figurasi dan makna, atau dengan figurasi dan makna yang terus berubah bersama mobilitas tanda linguistik.

Di dunia di mana kelimpah-ruahan dan ambiguitas makna disembah, matematika memang akan berhadapan diametral dengan puisi. Dalam matematika, tanda bahasa boleh berubah-ubah dan beraneka, namun artinya sudah tertetap dan tertentu. Dalam puisi, ada banyak arti meskipun tanda-tandanya tertetap dan tertentu. Sajak, meminjam Octavio Paz, adalah suatu totalitas pekat-kental, dan perubahan paling kecil pun sudah mengubah bukan saja arti, tetapi juga keseluruhan komposisi. Dan puisi, seperti ditulis Goenawan Mohamad, tak cuma kata, tak cuma kalimat, yang menuntut kita melotot. Ia juga nada, bunyi, bahkan kebisuan, juga elemen ketidaksadaran, atau jika kita setuju dengan Freud, ungkapan yang terbentuk dari dorongan-dorongan naluri. Di sini puisi niscaya akan tampil sebagai pahlawan dengan kualitas ilahiah memperkaya dan bahkan mentransendenkan bahasa, sedang matematika akan tampak sebagai penjahat dengan kemampuan satu-satunya memiskinkan dan membunuh bahasa, dengan menyedot darah kelimpah-ruahan dan ambiguitas makna darinya.

Akan tetapi, jika sebuah bangunan matematis dihadapi dalam suasana Stimmung ala Nietzsche, maka bangunan matematis yang memang meniatkan membebaskan diri dari infeksi sejarah, mengosongkan diri dari fungsi ruang dan waktu itu, juga sanggup untuk membuat orang mendengar gagasan di belakang simbol matematis itu, intuisi di belakang gagasan itu, dan nalar di belakang intuisi itu: Nalar yang berbicara pada manusia dan dunia lewat formulasi tipografis matematikawan. Stimmung jelas akan mengubah keindahan matematis-yang dalam pandangan Bertrand Russell hanyalah keindahan yang dingin dan sederhana yang tak memancing reaksi dari hakikat manusia yang lemah, tanpa jeratan yang memukau-menjadi keindahan yang hampir setingkat penyingkapan kekuatan rahasia logika di hadapan kenyataan.

Dengan kalimat lain, sebuah rumusan matematis bisa membawa efek estetik-spiritual yang sama dengan sebuah taman pasir dan karang. Efek estetik dan spiritual itu hanya sebagian dari sejumlah kekuatan yang dimiliki oleh matematika, kekuatan yang menjadikan matematika bahasa yang mampu memberi ilmu landasan untuk mengontrol dunia fisik, untuk mengatasi kenyataan.

Pramoedya Ananta Toer tampaknya memang novelis Indonesia paling menonjol yang menyambut hangat dan tegas kehadiran ilmu dan teknologi; satu-satunya yang dengan sadar menyatakan bahwa karangannya disusun untuk menjadi sebuah tesis. Genre sastra yang ia pilih memang lebih memungkinkan ia menata sebuah pandangan dunia. Kesadaran bahwa karya adalah sebuah tesis, di samping pergulatan nyata dengan dunia yang ditulisnya, itulah agaknya sumber kekuatannya yang memberi sejumlah gravitasi pada tulisan-tulisannya yang terbaik yang lebih hemat kata.

Andreas Teeuw pernah menyebut bahwa Pram adalah penulis yang lahir sekali dalam satu abad, setidaknya satu generasi. Saya sungguh-sungguh berharap semoga Pram benar-benar menjadi penulis terakhir Indonesia yang membiarkan karyanya dicemari oleh sejenis Manicheanisme, sebuah kosmologi kuno yang keterlaluan sederhananya, yang membagi dunia dalam dua kutub yang tak terdamaikan. Semoga tak ada lagi sastrawan Indonesia yang sadar atau tidak, merusak karyanya dengan sejumlah esensialisasi, yang mereduksi sekaligus mengasosiasikan seseorang atau satu kaum pada sejumlah isme yang mustahil orang-orang seperti Pram berdamai dengannya.

Biarlah proyek pengungkapan sejarah Pram menjadi salah satu bahan mentah para penulis yang mencoba menghadirkan ulang Indonesia dan dunia di masa-masa yang silam. Bahan mentah yang menanti sentuhan dan ilham yang memungkinkan penulis seperti Walter Benjamin bergerak membangun ulang ibu kota dunia abad ke-19, Paris, dengan cara yang konon sebanding dengan metode fisi nuklir yang melepaskan energi yang terpenjara dalam struktur atom. Cara itu dimaksudkan untuk membebaskan energi sejarah yang dahsyat yang tidur mendekam di bawah berbagai narasi sejarah yang klasik.

Adapun mengenai karya sastra yang sudah ada, dan cita-cita literer yang belum tercapai, biarlah jadi bahan bagi upaya memadukan segenap kekuatan estetik yang terserak dan kenyataan yang terpecah-pecah, untuk membangkitkan sekaligus menantang dunia dengan alegori dan ironi, seperti reaksi fusi yang melebur atom-atom sederhana, untuk menghasilkan atom baru dan ledakan energi yang memekarkan bintang-bintang dan Matahari.

Sastra dan seni besar seperti itu tentu saja masih butuh indra. Tubuh dan indra adalah instrumen yang paling peka untuk mengecek kenyataan, indikator akan kekonkretan. Tetapi, karya seperti itu juga butuh sesuatu yang sangat intelektual, yang setara dengan upaya monoteisme Ibrahim mengajukan waktu linier yang berurutan dan tak berulang, sebagai kritik terhadap waktu siklis dunia Yunani-Romawi Kuno dan segenap masyarakat penganut politeisme. Dalam pandangan dunia monoteistis, di atas waktu linier historis yang terbentang sejak kejatuhan Adam sampai ke Hari Pembalasan, masih ada waktu magis lain yang tak mengenal perubahan, yakni kekekalan.

Abad Modern dengan berbagai sastra dan seninya, seperti kata Octavio Paz, lahir sebagai kritik terhadap kekekalan waktu monoteisme Ibrahim, dan munculnya faham waktu yang berbeda. Di satu sisi, waktu finit linier monoteisme, dengan awal dan akhirnya, diubah menjadi rentang waktu yang nyaris tak terbatas bagi evolusi alam dan sejarah, dan yang tetap terbuka dengan segala kemungkinannya ke masa depan. Di sisi lain, modernitas mendevaluasi kekekalan: kesempurnaan dipindahkan ke masa depan yang berada di dunia ini, bukannya di alam akhirat.

Perkembangan dan pencapaian rasio manusia di awal alaf ini bukan saja membuka jalan untuk mengatasi waktu monoteistis dan waktu modernis itu dengan memuliakan Kehadiran, seperti yang diajukan Paz. Selain memberi jalan bagi pengorganisasian dan persilangan waktu, imajinasi yang menubuh dalam kehadiran tanpa satu titik waktu, rasio itu bahkan menghamparkan kemungkinan untuk memproduksi sendiri secara fisik, bukan sekadar kognitif, ruang dan waktu sendiri.

di Tulis Oleh: Nirwan Ahmad Arsuka Anggota Dewan Kurator Bentara Budaya Jakarta


[Sumber: yang diambil oleh Admin Blog Suriya-Aceh Info-Anak-Meulaboh Silahkan Lihat Di News Kompas Cyber]

Ethereum Ropsten Testnet akan Digabungkan pada bulan Juni

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Ethereum Ropsten Testnet akan Digabungkan pada bulan Juni-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ethereum Ropsten Testnet akan Digabungkan pada bulan Juni» Ethereum membuat langkah lain menuju proof-of-stake dengan menggabungkan salah satu testnetnya.

Ethereum perlahan tapi pasti mendekati The Merge . Ini dijadwalkan untuk menyelesaikan "tonggak pengujian besar" dengan menggabungkan testnet Ropsten pada 8 Juni. Insinyur Ethereum DevOps Parathi Jayanath mengajukan permintaan tarik di repositori GitHub eth-clients pada hari Senin, yang berarti implementasinya baik untuk dilakukan.

Setelah fork bayangan mainnet pertama di bulan April, Ethereum akan menggabungkan testnetnya yang paling terkenal. Pengembang akan dapat menguji penerapan realistis di Ropsten sebelum menggabungkan mainnet di langkah terakhir.

Testnet proof-of-work akan melihat Ropsten digabungkan dengan testnet proof-of-stake di acara Genesis pada 30 Mei. Simulasi Penggabungan yang sebenarnya ini akan menjadi hal yang paling dekat dengan dry-run yang dapat dilakukan oleh jaringan Ethereum. Pengembang sangat senang dengan hal itu:

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Ethereum Ropsten Testnet akan Digabungkan pada bulan Juni-"
Setelah penggabungan Ropsten, testnet Georli dan Sepolia juga dapat digabungkan.

Pengembang Ethereum Tim Beiko menyarankan beberapa minggu yang lalu bahwa Penggabungan akan terjadi dalam beberapa bulan setelah Juni. Ini sejalan dengan jadwal saat ini dan seharusnya membuat komunitas Ethereum berharap bahwa Penggabungan akan dimulai pada tahun 2022.

Ethereum juga meningkatkan bounty pada program bug bounty -nya , menawarkan pembayaran berjenjang untuk kerentanan kritis. Program ini menggabungkan lapisan Eth1 dan Eth2, dan pemburu hadiah dapat memperoleh hingga $ 250.000 dalam ETH atau DAI untuk memperbaiki bug kritis. Itu jauh lebih besar dari pembayaran $50.000 yang ditetapkan sebelumnya dan bahkan dapat berlipat ganda selama masa-masa penting seperti peningkatan di testnet publik.

di Tulis Oleh: Paus Koin


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News CoinMarketcap]

Cacar Monyet Sudah Sampai Singapura, Bagaimana di Indonesia?

Property Pribadi Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Ilustrasi doc. Pribadi © Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh: "-Cacar Monyet Sudah Sampai Singapura, Bagaimana di Indonesia?-"
Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Cacar Monyet Sudah Sampai Singapura, Bagaimana di Indonesia? Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan penelusuran penyakit monkeypox atau cacar monyet. Upaya ini menindaklanjuti laporan temuan kasus cacar monyet di sejumlah negara dunia.

"Sedang dalam proses telusur," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Widyawati kepada merdeka.com, Jumat (20/5).

Sejumlah negara diduga sudah mendeteksi adanya kasus cacar monyet, di antaranya Kanada, Amerika Serikat (AS), Inggris, Portugal, Spanyol, dan Singapura.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendapatkan laporan penyakit cacar monyet pada 7 Mei 2022. Dikutip dari laman who.it, dalam laporan disebutkan bahwa kasus cacar monyet terkonfirmasi pada seseorang yang melakukan perjalanan dari Inggris ke Nigeria sejak akhir April hingga awal Mei 2022.

Kasus mengalami ruam pada 29 April 2022. Dia meninggalkan Nigeria pada 3 Mei dan tiba di Inggris 4 Mei. Di hari yang sama, kasus dibawa ke rumah sakit. Berdasarkan riwayat perjalanan dan penyakit ruam, dia diduga terpapar cacar monyet dan segera diisolasi.

Pada 11 Mei, pelacakan kontak ekstensif telah dilakukan untuk mengidentifikasi kontak yang terpapar di fasilitas perawatan kesehatan, komunitas, dan penerbangan internasional.

WHO menjelaskan cacar monyet adalah zoonosis sylvatic dengan infeksi manusia insidental yang biasanya terjadi secara sporadis di bagian hutan Afrika Tengah dan Barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang termasuk dalam famili orthopoxvirus.

Cacar monyet dapat ditularkan melalui kontak dan paparan droplet yang diembuskan. Masa inkubasi cacar monyet biasanya 6 hingga 13 hari, tetapi dapat berkisar dari 5 hingga 21 hari. Penyakit ini sering sembuh sendiri dalam waktu 14 hingga 21 hari. Gejalanya bisa ringan atau parah, dan lesi bisa sangat gatal atau nyeri.

"Reservoir hewan tetap tidak diketahui, meskipun kemungkinan berada di antara hewan pengerat. Kontak dengan hewan hidup dan mati melalui perburuan dan konsumsi hewan liar atau daging semak dikenal sebagai faktor risiko," jelas WHO.

Ada dua clades atau kelompok taksonomi virus cacar monyet, yakni dari Afrika Barat dan clade Congo Basin (Afrika Tengah). Meskipun infeksi virus cacar monyet di Afrika Barat kadang-kadang menyebabkan kondisi parah pada beberapa individu, penyakit biasanya sembuh sendiri.

Rasio kasus fatalitas untuk clade Afrika Barat telah didokumentasikan menjadi sekitar 1 persen, sedangkan untuk clade Congo Basin kemungkinan 10 persen. Anak-anak juga berisiko lebih tinggi terpapar penyakit ini.

Cacar monyet yang menjangkiti ibu hamil dapat menyebabkan komplikasi, bayi ikut terpapar cacar monyet atau lahir mati.

"Kasus cacar monyet yang lebih ringan mungkin tidak terdeteksi dan menunjukkan risiko penularan dari orang ke orang," tulis WHO.


[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News Merdeka]