Bagi Washington, US-ASEAN Summit yang semula akan diselenggarakan pada akhir Maret lalu, nampaknya merupakan agenda strategis dan top priority, untuk menggalang persekutuan strategis negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, untuk membendung pengaruh Cina yang semakin menguat di Asia Tenggara, dan Asia Pasifik pada umumnya.
Penegasan yang disampaikan Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki yang menggunakan frase kalimat delivering sustainable solutions to the region’s most pressing challenges dalam menawarkan peran strategisnya di kawasan Asia Tenggara, mengisyaratkan niat Washington untuk menggalang persekutuan dengan ASEAN untuk menghadapi Cina, negara adikuasa pesaing AS dalam persaingan merebut sphere of influence atau wilayah pengaruh, di pelbagai kawasan dunia, baik di Asia, Afrika, Amerika Latin maupun Timur-Tengah.
Menelisik konfigurasi 10 negara anggota ASEAN saat ini, beberapa negara di antaranya memang cenderung pro AS dan Inggris seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Adapun Kamboja, Laos dan Myanmar cenderung dekat dengan Cina. Sedangkan Vietnam dan Indonesia, sejatinya menganut politik luar negeri yang non-blok yang tidak berkiblat baik ke Washington maupun ke Beijing. Hanya saja karena adanya sejarah masa silam yang kurang baik dengan Cina, saat ini Vietnam cenderung dekat dengan AS.
Maka itu, untuk merespons situasi yang semakin memanas di Laut Cina Selatan maupun Asia Tenggara pada umumnya, peran strategis Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara maupun salah satu negara pendiri ASEAN, sangatlah penting dan mendesak.
Sebagai pelopor terbentuknya negara-negara nonblok dalam Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 maupun Gerakan Nonblok Beograd 1961, Indonesia punya legitimasi kuat untuk mencegah mitra strategisnya sesame negara ASEAN, agar tidak terbujuk untuk masuk dalam orbit pengaruh AS dalam KTT AS-ASEAN pertengahan Mei mendatang. Apalagi di tengah krisis Rusia-Ukraina, yang mana pemerintahan Joe Biden sangat berkepentingan untuk membela Ukraina di berbagai forum internasional. Seraya membangun propaganda anti Rusia di berbagai forum internasional.
Dalam konteks inilah, Washington ada indikasi kuat untuk mempengaruhi negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, untuk bergabung dalam persekutuan menghadapi Cina melalui KTT AS-ASEAN.
Selain itu, dalam US-ASEAN Summit 12-13 Mei mendatang, Washington nampaknya akan semakin intens untuk mempromosikan dirinya sebagai negara adikuasa atas dasar rule-based world order. Yang pastinya akan didasari gagasan bahwa AS selain tetap harus mempertahankan dirinya sebagai polisi dunia, juga untuk melestarikan hegemoni globalnya atas dasar Pengkutuban Tunggal atau Unipolar.
Untuk tetap melestarikan hegemoni globalnya, Washington akan menggunakan isu demokrasi dan hak-hak asasi manusia, untuk memaksakan kepentingan nasionalnya kepada negara-negara berkembang, tak terkecuali negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Sehingga melalui politisasi isu demokrasi dan hak-hak asasi manusia, AS bisa tetap mempertahankan dominasi globalnya baik di bidang politik, militer, keuangan dan media massa.
Mencermati modus operandi Washington yang sudah-sudah, ketika AS gagal memaksa negara-negara lain untuk melayani Strategi Global AS, maka Washington segera menerapkan sanksi ekonomi dan restriksi perdagangan maupun memberlakukan embargo, kepada negara-negara yang dipandang melawan Strategi Global AS.
Mengingat fakta bahwa dalam dua doktrin yang dirilis Pentagon pada 2017 dan 2018 yaitu The National Security Strategy maupun The National Defense Strategy, Cina dan Rusia telah ditetapkan sebagai musuh utama AS dan NATO yang bermaksud untuk mengubah tatanan global yang berlaku sekarang, maka bisa dipastikan Washington dalam US-ASEAN Summit pertengahan Mei mendatang, akan memaksa negara-negara ASEAN untuk bersekutu dengan Amerika melawan Cina dan Rusia.
Indonesia dan mitra-mitranya di ASEAN hendaknya menyadari bahwa di benak para perancang kebijakan strategis keamanan nasional maupun kebijakan luar negeri AS, negara-negara ASEAN mereka pandang merupakan junior partner, bukan equal partner yang setara. ASEAN dipandang Washington sekadar negara-negara proxy yang hanya digunakan untuk mempertahankan hegemoni globalnya.
Dengan begitu, ASEAN akan dibujuk dan dipaksa untuk membendung Cina dan Rusia sebagai pesaing globalnya di Asia Tenggara.
Untuk merespons kerangka pandangan dan pemikiran AS yang bermaksud melestarikan hegemoni globalnya di Asia Tenggara, Indonesia dan negara-negara mitra ASEAN lainnya, sudah seharusnya segera menetapkan rambu-rambu untuk menangkal dimasukkannya agenda-agenda Washington dalam kesepakatan US-ASEAN Summit mendatang.
Indonesia bersama mitra-mitra ASEAN lainnya, harus menegaskan bahwa kerjasama dengan Amerika hanya dimungkinkan sebatas yang akan menguntungkan kepentingan nasional negara-negara ASEAN baik masing-masing maupun ASEAN sebagai entitas politik-keamanan dan ekonomi.
Harus diakui memang ada segi-segi yang bisa saling menguntungkan dalam kerjasama antara AS dan ASEAN, namun mengingat kecenderungan Washington untuk memaksakan kepentingan nasionalnya dengan memasukkan agenda-agenda politiknya seperti demokrasi dan hak-hak asasi manusia, ASEAN sangat beralasan untuk tetap waspada.
Apalagi dengan timbulnya krisis antara Ukraina-Rusia, sangat boleh jadi Washington akan mencoba mempengaruhi negara-negara ASEAN agar memasukkan isu Ukraina-Rusia dalam agenda pembahasan di US-ASEAN Summit. Maka itu ASEAN, terutama Indonesia yang menganut Politik Luar Negeri Bebas-Aktif, harus menolak keras memasukkan konflik Ukraina-Rusia dalam agenda pembahasan US-ASEAN Summit.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriya-Aceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di→ News Theglobal-Review]
0 Responses to komentar:
Post a Comment
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Peraturan Berkomentar
[1]. Dilarang menghina, Promosi (Iklan), Menyelipkan Link Aktif, dsb
[2]. Dilarang Berkomentar berbau Porno, Spam, Sara, Politik, Provokasi,
[3]. Berkomentarlah yang Sopan, Bijak, dan Sesuai Artikel, (Dilarang OOT)
[3]. Bagi Pengunjung yang mau tanya, Sebelum bertanya, Silakan cari dulu di Kotak Pencarian
“_Terima Kasih_”