Walau demikian, tetap ada hingga kini orang-orang Yahudi yang tetap berjalan lurus mengikuti ajaran Taurat Musa a.s. Bisa jadi, sekarang ini mereka diwakili oleh kelompok orang Yahudi yang anti kepada Zionisme-Israel. Hal tersebut sesuatu yang lumrah dan biasa.
Kaum Yahudi penganut Kabbalah, yang karena beberapa ajaran mistismenya menjadi kelompok-kelompok rahasia dan tertutup terhadap ‘orang luar’, meneruskan tradisi ini turun-temurun secara lisan. Beberapa tradisi ajaran pagan ini diyakini ditulis dalam perkamen-perkamen dan naskah-naskah kuno, namun yang tertulis ini dibuat dengan sandi-sandi dan kode tertentu, dan juga disimpan di suatu tempat yang dianggap aman.
Kaum Yahudi penganut Kabbalah, yang karena beberapa ajaran mistismenya menjadi kelompok-kelompok rahasia dan tertutup terhadap ‘orang luar’, meneruskan tradisi ini turun-temurun secara lisan. Beberapa tradisi ajaran pagan ini diyakini ditulis dalam perkamen-perkamen dan naskah-naskah kuno, namun yang tertulis ini dibuat dengan sandi-sandi dan kode tertentu, dan juga disimpan di suatu tempat yang dianggap aman.
Tradisi lisan inilah yang kemudian disebut sebagai Kabbalah. Jadi, ketika Bani Israil berjumpa dengan ajaran pagan ini, namanya belumlah Kabbalah, namun yang lain dan tidak diketahui secara pasti mana nama yang dahulu dipakai.
Asal Muasal Biarawan Sion
Jika Harun Yahya dan penulis lainnya menganggap Bani Israil terkontaminasi dengan ajaran paganisme yang dilakukan oleh para pendeta penyihir yang berada di sekeliling Fir’aun, sehingga mencampakkan ketauhidan dengan memegang erat ajaran Kabbalah yang berasal dari kata Ibrani ‘Qibil’ yang bermakna: menerima.Maka seorang Z.A. Maulani dengan berdasarkan penelitian literaturnya merujuk akar Kabbalah dan asal-muasal Biarawan Sion lebih jauh lagi, ke masa-masa di mana Nabi Ibrahim a.s., Bapak Para Nabi, masih hidup.
Menurut Maulani, sejak Bani Israil terlahir dari anak keturunan Ishaq, telah ada sebagian yang cenderung pada kesesatan. Apakah kesesatan itu sesuatu yang sudah inheren berada dalam diri mereka atau karena faktor eksternal, hal ini tidak diketahui secara pasti.
Yang jelas, bagian dari Bani Israil awal yang telah condong pada kesesatan ini membentuk satu kelompok tersendiri, bersifat tertutup dan penuh dengan kerahasiaan, dan memelihara ajaran Kabbalah. Shamir atau Samiri yang diabadikan namanya dalam Al-Qur’an merupakan salah satu pendeta tinggi Kabbalah.
Beberapa waktu setelah berakhirnya pendudukan Romawi atas Palestina, para pendeta tinggi Kabbalah merekam secara tertulis ajaran Kabbalah ini ke atas papyrus berupa gulungan (Scroll) sebagai usaha agar ajaran itu dapat diwarisi kepada generasi Yahudi berikutnya. Tugas menyalin ajaran Kabbalah itu dibebankan kepada dua orang petingginya yakni Rabi Akiva ben Josef yang menjadi The Grand Master Pendeta Sanhedrin, dan wakilnya, Rabi Simon ben Joachai. Saat itu Kabbalah tersusun dalam dua kitab: Sefer Yetzerah (Kitab Genesis yang menguraikan proses penciptaan alam semesta menurut Kabbalah), dan Sefer Zohar (Kitab Keagungan).[1]
Kitab Zohar penuh dengan ayat-ayat yang hanya bisa dipahami dengan memecahkan kode-kode dan sandi-sandinya. Amsal dan ayat-ayat dalam Kitab Zorah hanya bisa dipahami dengan bantuan Kitab Yetzerah yang berfungsi sebagai kitab tarjamah. Beberapa abad sesudah Masehi, di Eropa muncul lagi sebuah kitab Kabbalah yang diberi nama Sefer Bahir atau Kitab Cahaya. Walau pada awalnya hanya ditulis dalam bahasa Ibrani, atas pertimbangan pragmatisme kemudian juga disalin dalam bahasa latin. Ketiga kitab itu samapi saat ini menjadi pegangan suci para penganut okultisme (Gereja Setan dan Kabbalah).
Di Palestina, kelompok persaudaraan Kabbalah dipimpin oleh Herodus II (Herodes), Gubernur Romawi untuk Yerusalem, yang dibantu dua orang: Ahiram Abiyud dan Moav Levi. Herodus II memimpin kaum Kabbalis melawan penyebaran ajaran Yesus dan berupaya membangun kembali Haikal Sulaiman di Yerusalem sebagai basis gerakan mereka.
Menurut Maulani, sejak Bani Israil terlahir dari anak keturunan Ishaq, telah ada sebagian yang cenderung pada kesesatan. Apakah kesesatan itu sesuatu yang sudah inheren berada dalam diri mereka atau karena faktor eksternal, hal ini tidak diketahui secara pasti.
Yang jelas, bagian dari Bani Israil awal yang telah condong pada kesesatan ini membentuk satu kelompok tersendiri, bersifat tertutup dan penuh dengan kerahasiaan, dan memelihara ajaran Kabbalah. Shamir atau Samiri yang diabadikan namanya dalam Al-Qur’an merupakan salah satu pendeta tinggi Kabbalah.
Beberapa waktu setelah berakhirnya pendudukan Romawi atas Palestina, para pendeta tinggi Kabbalah merekam secara tertulis ajaran Kabbalah ini ke atas papyrus berupa gulungan (Scroll) sebagai usaha agar ajaran itu dapat diwarisi kepada generasi Yahudi berikutnya. Tugas menyalin ajaran Kabbalah itu dibebankan kepada dua orang petingginya yakni Rabi Akiva ben Josef yang menjadi The Grand Master Pendeta Sanhedrin, dan wakilnya, Rabi Simon ben Joachai. Saat itu Kabbalah tersusun dalam dua kitab: Sefer Yetzerah (Kitab Genesis yang menguraikan proses penciptaan alam semesta menurut Kabbalah), dan Sefer Zohar (Kitab Keagungan).[1]
Kitab Zohar penuh dengan ayat-ayat yang hanya bisa dipahami dengan memecahkan kode-kode dan sandi-sandinya. Amsal dan ayat-ayat dalam Kitab Zorah hanya bisa dipahami dengan bantuan Kitab Yetzerah yang berfungsi sebagai kitab tarjamah. Beberapa abad sesudah Masehi, di Eropa muncul lagi sebuah kitab Kabbalah yang diberi nama Sefer Bahir atau Kitab Cahaya. Walau pada awalnya hanya ditulis dalam bahasa Ibrani, atas pertimbangan pragmatisme kemudian juga disalin dalam bahasa latin. Ketiga kitab itu samapi saat ini menjadi pegangan suci para penganut okultisme (Gereja Setan dan Kabbalah).
Di Palestina, kelompok persaudaraan Kabbalah dipimpin oleh Herodus II (Herodes), Gubernur Romawi untuk Yerusalem, yang dibantu dua orang: Ahiram Abiyud dan Moav Levi. Herodus II memimpin kaum Kabbalis melawan penyebaran ajaran Yesus dan berupaya membangun kembali Haikal Sulaiman di Yerusalem sebagai basis gerakan mereka.
Majelis Tertinggi Kabbalah yang terdiri dari sembilan pendeta tertinggi menggelar sidang pada tanggal 10 Agustus 43 Masehi. Sidang itu dipimpin langsung oleh Herodus II dan menyepakati akan mengakhiri kegiatan Yesus serta para muridnya. Sebelumnya, Herodus II inilah yang telah memerintahkan penyembelihan terhadap Nabi Zakaria a.s. dengan memakai gergaji pemotong kayu. Ia juga yang bertanggungjawab dalam kasus pembunuhan Nabi Yahya a.s. dan memerintahkan agar mempersembahkan kepala Nabi Yahya yang telah dipenggal di atas sebuah nampan ke hadapannya.
Dengan kekuasaannya, Herodus memerintahkan Majelis Tinggi Pendeta Sanhedrin, badan tertinggi pada hirarki kependetaan Yahudi, agar mengeluarkan dekrit hukuman mati berdasarkan hukum Romawi di atas kayu salib terhadap Yesus dengan tuduhan telah menghujat Tuhan. Dengan waktu singkat berdiri pula empatpuluhan gereja Kabbalis di Palestina dan kemudian menyebar ke seluruh kekaisaran Romawi dan membangun akarnya di Eropa.
Apakah dengan ini berarti Tahta Suci Vatikan merupakan hasil kerja dari Herodus II? Jika benar, mengapa Kaum Kabbalis yang mengejawantah dalam organisasi Templar dan Freemason kemudian hendak menghancurkan Tahta Suci Vatikan dan membangun Tahta Suci di Yerusalem bagi The Second Coming Yesus Kristus, seolah kaum Kabbalis ini adalah kaum pembela Yesus?
Bukankah kaum ini merupakan satu kaum pembunuh para nabi? Atau mungkin ini terkait dengan kelaziman mereka dalam menjaga situasi konflik agar mereka bisa terus bekerja dengan rapi? Dan jika mereka membunuh Yesus, mengapa Yesus malah diselamatkan kaum Esenes dengan para Zealotnya yang juga merupakan kaum Yahudi? Apakah dengan ini menjadi satu pembuktian bahwa sesungguhnya Bani Israil atau kaum Yahudi itu tidaklah satu, bukan satu kaum yang bersatu, melainkan terpecah-belah ke dalam berbagai kepentingan?
Sekte Esenes dengan Zealotnya serta kaum Gnostik lainnya yang meyakini Yesus hanyalah seorang Nabi, bukan Tuhan, yang hidup penuh dengan kesederhanaan dan lurus di satu sisi, berhadapan dengan para Yahudi Talmudian yang cenderung menyembah setan dan hidup berkomplot dalam kejahatan demi menguasai dunia bagi diri mereka sendiri.
Dengan kekuasaannya, Herodus memerintahkan Majelis Tinggi Pendeta Sanhedrin, badan tertinggi pada hirarki kependetaan Yahudi, agar mengeluarkan dekrit hukuman mati berdasarkan hukum Romawi di atas kayu salib terhadap Yesus dengan tuduhan telah menghujat Tuhan. Dengan waktu singkat berdiri pula empatpuluhan gereja Kabbalis di Palestina dan kemudian menyebar ke seluruh kekaisaran Romawi dan membangun akarnya di Eropa.
Apakah dengan ini berarti Tahta Suci Vatikan merupakan hasil kerja dari Herodus II? Jika benar, mengapa Kaum Kabbalis yang mengejawantah dalam organisasi Templar dan Freemason kemudian hendak menghancurkan Tahta Suci Vatikan dan membangun Tahta Suci di Yerusalem bagi The Second Coming Yesus Kristus, seolah kaum Kabbalis ini adalah kaum pembela Yesus?
Bukankah kaum ini merupakan satu kaum pembunuh para nabi? Atau mungkin ini terkait dengan kelaziman mereka dalam menjaga situasi konflik agar mereka bisa terus bekerja dengan rapi? Dan jika mereka membunuh Yesus, mengapa Yesus malah diselamatkan kaum Esenes dengan para Zealotnya yang juga merupakan kaum Yahudi? Apakah dengan ini menjadi satu pembuktian bahwa sesungguhnya Bani Israil atau kaum Yahudi itu tidaklah satu, bukan satu kaum yang bersatu, melainkan terpecah-belah ke dalam berbagai kepentingan?
Sekte Esenes dengan Zealotnya serta kaum Gnostik lainnya yang meyakini Yesus hanyalah seorang Nabi, bukan Tuhan, yang hidup penuh dengan kesederhanaan dan lurus di satu sisi, berhadapan dengan para Yahudi Talmudian yang cenderung menyembah setan dan hidup berkomplot dalam kejahatan demi menguasai dunia bagi diri mereka sendiri.
Di masa modern, pemilahan ini bisa jadi tergambar dalam friksi tajam di antara kaum Yahudi sendiri antara yang pro-Zionis-Israel, berhadapan dengan kaum Yahudi yang anti Zionis-Israel. Di Amerika Serikat, berdiri organisasi Yahudi bernama Neturei-Karta yang merupakan kelompok Yahudi yang anti terhadap Zionisme dan Israel.
Kelompok persaudaraan Kabbalah diyakini telah berusia lebih dari 4.000 tahun. Jauh lebih tua dari agama Kristen itu sendiri. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan ordo ini lahir. Namun sejumlah peneliti mencatat, pada era Dinasti Ur ke III (antara 2112-2004 SM), saat masa-masa pembuangan suku-suku Bani Israil ke Babylonia, di saat itulah Ordo Kabbalah terbentuk. Sejak awal berdiri hingga kini ada tiga jenis Ordo Kabbalah yakni Ordo Hijau, Ordo Kuning, dan Ordo Putih.
Maulani menyatakan, dari ketiga ordo tersebut, yang paling menarik karena kemisteriusannya adalah Ordo Putih. Ordo ini jarang teridentifikasi oleh para peneliti. Jika ordo yang lain lebih menekankan pada aspek-aspek ritual, ajaran penyembahan Lucifer, maka Ordo Putih ini lebih menekankan misi politik dan kekuasaan.
Kelompok persaudaraan Kabbalah diyakini telah berusia lebih dari 4.000 tahun. Jauh lebih tua dari agama Kristen itu sendiri. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan ordo ini lahir. Namun sejumlah peneliti mencatat, pada era Dinasti Ur ke III (antara 2112-2004 SM), saat masa-masa pembuangan suku-suku Bani Israil ke Babylonia, di saat itulah Ordo Kabbalah terbentuk. Sejak awal berdiri hingga kini ada tiga jenis Ordo Kabbalah yakni Ordo Hijau, Ordo Kuning, dan Ordo Putih.
Maulani menyatakan, dari ketiga ordo tersebut, yang paling menarik karena kemisteriusannya adalah Ordo Putih. Ordo ini jarang teridentifikasi oleh para peneliti. Jika ordo yang lain lebih menekankan pada aspek-aspek ritual, ajaran penyembahan Lucifer, maka Ordo Putih ini lebih menekankan misi politik dan kekuasaan.
Merekalah yang merumuskan bahwa tujuan akhir Kabbalis adalah untuk membentuk “Satu Pemerintahan Dunia” (Unity of the World atau meminjam seloka mereka “E Pluribus Unum”) dan “Tata Dunia Baru” (Novus Ordo Seclorum atau The New World Order). Merekalah peletak dasar-dasar peradaban Barat sekarang.
Tidak semua orang yang berdarah Yahudi bisa masuk dalam Ordo Putih. Hanya orang Yahudi murni yang terpilihlah yang bisa mencapainya. Itu pun harus melewati sejumlah seleksi yang ketat. Salah satunya, hanya orang Yahudi murni yang telah mencapai gelar magister pada semua disiplin ilmu yang terkait Kabbalah yang bisa memasuki ordo ini.
Tidak semua orang yang berdarah Yahudi bisa masuk dalam Ordo Putih. Hanya orang Yahudi murni yang terpilihlah yang bisa mencapainya. Itu pun harus melewati sejumlah seleksi yang ketat. Salah satunya, hanya orang Yahudi murni yang telah mencapai gelar magister pada semua disiplin ilmu yang terkait Kabbalah yang bisa memasuki ordo ini.
Disiplin ilmu ini berada di luar berbagai disiplin ilmu yang kita kenal di perguruan-perguruan tinggi terkemuka dunia. Ini berarti, seorang Yahudi yang murni, yang berasal dari garis keturunan yang sungguh-sungguh lurus, setelah 40 tahun menjalani ‘seleksi’ baru bisa diterima menjadi anggota ordo tersebut.
[1] Z.A. Maulani; Zionisme, Gerakan Menaklukan Dunia; Daseta; cet.1; April 2002; Jakarta; hal. 38.
[1] Z.A. Maulani; Zionisme, Gerakan Menaklukan Dunia; Daseta; cet.1; April 2002; Jakarta; hal. 38.
(bersambung)
0 Responses to komentar:
Post a Comment
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Peraturan Berkomentar
[1]. Dilarang menghina, Promosi (Iklan), Menyelipkan Link Aktif, dsb
[2]. Dilarang Berkomentar berbau Porno, Spam, Sara, Politik, Provokasi,
[3]. Berkomentarlah yang Sopan, Bijak, dan Sesuai Artikel, (Dilarang OOT)
[3]. Bagi Pengunjung yang mau tanya, Sebelum bertanya, Silakan cari dulu di Kotak Pencarian
“_Terima Kasih_”